Membuka Sejarah Besar Malaka dari Konser Musik Perbatasan 2019

Kementerian Pariwisata
Akun Resmi Kementerian Pariwisata
Konten dari Pengguna
4 April 2019 9:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kementerian Pariwisata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Menteri Pariwisata, Arief Yahya Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
zoom-in-whitePerbesar
com-Menteri Pariwisata, Arief Yahya Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
ADVERTISEMENT
Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki sejarah besar. Catatan tersebut pun menjadi ‘suplemen’ terbaik untuk Konser Musik Perbatasan Malaka dan Kefamenanu (KMP-MK) 2019. Sebelum menikmati KMP-MK 2019 alangkah baiknya membuka lembaran cerita tersebut.
ADVERTISEMENT
KMP-MK 2019 akan digelar 24-25 April 2019. Venuenya berada di Lapangan Paroki Kamanasa (MISI), Betun, Malaka, NTT. Konser musik ini menampilkan Maria Vitoria asal Timor Leste (Tiles) dan Penyanyi Indonesia Bondan Prakoso serta Orkes Suling Bambu. Warna kontemporer itu dikolaborasikan dengan nuansa tradisional khas Tanah Timor seperti Tari Tebe, Likurai, dan Bidu.
“Malaka ini destinasi lengkap. Kekuatan alam dan budayanya itu sangat mengagumkan. Beragam tradisi terus dipertahankan sebagai bentuk penghargaan terhadap sejarah. Apalagi, wilayah ini memang punya sejarah luar biasa,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Kamis (28/3).
Sejarah Malaka semakin membuat KMP-MK 2019 lebih berwarna. Mengacu kepada literatur, Suku Melus dipercaya sebagai pionir sistem masyarakat di sekitar perbatasan Tanah Timor. Mendiami wilayah Belu, orang Melus identik dengan sebutan ‘Emafatuk Oan Ai Oan yang artinya 'manusia penghuni batu dan kayu'. Hal ini tercermin dari karakternya yang tangguh.
ADVERTISEMENT
Untuk orang Malaka, mereka berasal dari ‘Sina Mutin Malaka’. Mereka dipercaya datang dari Tiongkok atau Thailand. Para pendatang ini berlayar menuju Timor melalui Larantuka dan mendiami area Belu. Seiring waktu, terjadi perkawinan antara warga Suku Melus dengan pendatang ‘Sina Mutin Malaka’.
“Cerita Malaka ini sangat menarik. Ada banyak versi terkait penyebutan asal usul nenek moyang mereka. Apapun, itu jadi bukti betapa kayanya budaya di sana. Menariknya, masyarakat di era modern seperti sekarang tetap melestarikan tradisi yang diwariskan turun temurun,” terang Ricky.
Cerita trah masyarakat Tanah Timor pun berkembang. Ada juga cerita 3 orang bersaudara dari Malaka yang datang dan tinggal di Belu. Mereka lalu membaur dengan galur Suku Melus. Penyebutan ketiganya pun berbeda menurut daerahnya. Untuk Makoan Faturuin menyebutnya Nekin Mataus (Likusen), Suku Mataus (Sonbay), dan Bara Mataus (Fatuaruin).
ADVERTISEMENT
Para pendatang tersebut bergelar raja atau loro. Kehadiran mereka di Malaka untuk menjalin hubungan dagang kayu cendana. Ada juga hubungan etnis keagamaan. Waktu itu, Tanah Malaka dipimpin Liurai Nain. Kekuasaan Liurai Nain pun sampai Dawan (Insana dan Biboki). Liurai Nain punya perpanjangan tangan Wewiku-Wehali dan Haitimuk Nain.
“Tanah Timor ini memiliki banyak situs kerajaan. Saat ini pun masih bisa dijumpai di beberapa daerah di Malaka. Jadi, pastikan datang ke Malaka saat event KMP-MK 2019. Pastikan destinasi bersejarah tersebut dikunjungi untuk memperkaya khasanah. Sebab, Tanah Timor ini penuh inspirasi,” kata Ricky.
Masa keemasan juga dimiliki kerajaan-kerajaan di Tanah Timor, Wewiku-Wehali tumbuh pesat dan menjadi pusat pemerintahan seluruh Malaka. Untuk mempermudah sistem pemerintahan, Wewiku-Wehali mengirim Loro dan Liurai ke seluruh wilayahnya tadi. Wilayah yang didatangi Loro dan Liurai pun berkembang menjadi kerajaan. Ada Tohe Nain, Maumutin, dan Aitoon.
ADVERTISEMENT
“Sistem kemasyarakatan di Malaka sangat bagus. Mereka memiliki peradaban yang tinggi. Pokoknya semuanya bisa dinikmati secara utuh bila berkunjung ke Malaka,” tegas Ricky.
Secara hirarki, Malaka mengenal klasifikasi tiga golongan masyarakat. Ada Dasi atau trah bangsawan yang menempati lapisan inti. Kelompok ini biasanya menjadi Loro, Liurai, atau Na’i secara turun temurun. Lalu, ada juga Ranu yang tidak lain masyarakat umum. Klasifikasi ketiga adalah Ata atau Klason. Mereka ini biasa disebut sebagai hamba sahaya.
“Malaka ini sistem yang kompleks. Sejarah mereka luar biasa dan semuanya terpelihara dengan baik. Ini semua tentu jadi daya tarik lain dari Malaka. Wisatawan bisa mengenal dekat sejarah ini melalui KMP-MK 2019. Selain atraksi, Malaka didukung aksesibilitas dan amenitas terbaik,” tutup Menteri Pariwisata Arief Yahya.
ADVERTISEMENT