Analisa BPDAS-HL dan Dosen UHO Soal Banjir Kolaka Utara

Konten Media Partner
23 Desember 2020 15:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolda Sultra, Irjen Pol Ya Sultra bersama Bupati Kolaka Utara, Nur Umar, bersama rombongan saat meninjau lokasi banjir. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia. 
zoom-in-whitePerbesar
Kapolda Sultra, Irjen Pol Ya Sultra bersama Bupati Kolaka Utara, Nur Umar, bersama rombongan saat meninjau lokasi banjir. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia. 
ADVERTISEMENT
Banjir bandang menerjang 12 desa, dan 2 kelurahan di 4 kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis 17 Desember 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), banjir ini mengakibatkan kerugian materil Rp 8,4 miliar. Sebanyak 3.814 jiwa dari 1.109 kepala keluarga terdampak banjir yang menerjang, pada Kamis 21.00 Wita ini.
Selain itu, 205 hektar sawah dan 192 hektar perkebunan warga ikut rusak, serta 471 hewan ternak warga ikut terdampak. Rumah warga yang terendam air sebanyak 1.040 unit, dan yang hanyut terseret banjir 3 rumah. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam bencana alam ini.
Kapolda Sultra, Irjen Pol Yan Sultra Indrajaya baru saja mengunjungi wilayah yang terdampak banjir. Dalam keterangannya, Yan Sultra menepis analisa berbagai pihak yang menduga banjir diakibatkan pembukaan lahan dan tambang sirtu (galian C) ilegal.
ADVERTISEMENT
"Saya belum dapat data tentang apa yang menjadi dampak (penyebab) banjir ini. Karena ini menurut laporan bapak bupati, ini juga merupakan banjir tahunan," ujarnya di lokasi banjir usai meninjau dan menyalurkan bantuan, pada Selasa (22/12).
"Belum ada kita dapatkan laporan bahwa tentang adanya ilegal mining ataupun perkebunan-perkebunan yang dibuka," jelasnya.
Analisa BPDAS-HL dan Dosen UHO
Ada 3 Daerah Aliran Sungai yang meluap dalam bencana banjir bandang. Ketiganya Sungai Batu Ganda tau Sungai Lasusua, Sungai Rante Angin, dan Sungai Lambai. Sungai dengan luapan terparah adalah Sungai Lasusua.
Selain faktor curah hujan, berdasarkan data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Sampara, Sulawesi Tenggara, kerusakan lingkungan menjadi faktor pendukung terjadinya banjir bandang di Kolaka Utara.
ADVERTISEMENT
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sultra, curah hujan di Kolaka Utara saat terjadi banjir bandang, Kamis pekan lalu, hanya 1,8 milimeter.
Curah hujan itu sangat rendah dibandingkan sehari sebelumnya yang mencapai 125,5 mm per hari atau termasuk kategori lebat. 
Melanjutkan data yang diterima kendarinesia dari BPDAS-HL, luas Daerah Aliran Sungai Lasusua, 24.991 Ha,  panjang 32.29 km, dengan kapasitas pengairan 2.416,73 m³/dtk.
Luas total fungsi kawasan DAS yang berada di Kecamatan Lasusua 24.991,63 Ha, yang terbagi dalam kategori Hutan Lindung (HL) 19.909 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 504,16 Ha, Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) 2.183,62 Ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 2.388,77 Ha.
ADVERTISEMENT
Kepala BPDAS-HL Sampara, Aziz Ahsoni mengatakan, sumbatan sungai di DAS Lasusua masuk dalam kategori tinggi.
"Banjir ini kan disebabkan aliran sungai yang ketika tidak tertampung akan meluap," kata Ahsoni, dikonfirmasi, pada Rabu (23/12) di Kota Kendari.
Faktor yang mengakibatkan sumbatan sungai ini adalah pendangkalan sungai yang tinggi. Sodetan sungai dan pemotongan bukit juga ditemukan di DAS Laausua.
Berikutnya, dari aspek geomorfologi, daerah ini memang merupakan dataran banjir.
Masalah di DAS bukan hanya menjadi faktor pendukung tunggal. BPDAS-HL juga menemukan adanya penggundulan lahan akibat aktivitas manusia di sepanjang aliran sungai, utamanya di hulu.
Penebangan liar atau perambahan hutan dan pembukaan lahan perkebunan warga yang menyalahi aturan, disebut Ahsoni sebagai penyebab terjadinya penggundulan hutan yang berdampak tidak adanya lagi serapan air ketika hujan.
ADVERTISEMENT
Catatan BPDAS-HL Sampara, luas lahan kritis di DAS Lasusua  6.290 Ha. Agak kritis 16.748 Ha, dan potensi kritis 1.346 Ha.
Karena itu, setelah kondisi Kolaka Utara kembali normal, Ahsoni berharap Pemda Kolaka Utara bisa mensosialisasikan peta kawasan rawan limpasan banjir.
Selanjutnya, Pemda juga didorong untuk memperbanyak bangunan konservasi berupa sipil teknis, yaitu DAM penahan, DAM pengendali, biofori, dan gully plug (pengendali jurang) khususnya di daerah penyuplai aliran permukaan yang tinggi.
Sumber lain, Nur Arafah, Dosen Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, menjelaskan, banjir yang membawa material lumpur dan potongan kayu menjadi salah satu fakta rusaknya hutan di DAS Lasusua.
”Potongan kayu juga membuktikan adanya aktivitas penebangan pohon secara ilegal. Kemungkinan besar di daerah hulu sudah sangat terbuka jika banjir bandang terjadi begitu cepat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Arafah bercerita, lima tahun lalu, ia pernah masuk ke wilayah pegunungan di Kolaka Utara. Saat itu, kondisi di daerah hulu disebut sudah sangat terbuka akibat pembukaan aneka perkebunan. 
Karena itu, kata Arafah, penanganan jangka pendek harus segera dilakukan, utamanya penghijauan kembali area yang gundul.
Selain itu, penanaman dengan memperhatikan konservasi tanah dan air harus rutin disosialisasikan juga di tengah masyarakat.
Memang, persoalan ini kata dia harus melibatkan semua pihak, karena merangkum banyak kepentingan dan permasalahan yang kompleks.
Dengan melakukan itu, setidaknya Pemerintah Daerah Kolaka Utara sudah berupaya agar bencana ini tak menjadi bencana tahunan.
Warga desa yang terisolir banjir keluar dari perkampungan dengan cara memanjat pinggir tebing gunung menggunakan tali. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.