Cerita Dandim 1417 Kendari soal Sulitnya Medan di Pegunungan Bintang

Konten Media Partner
5 Juli 2019 17:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Doa untuk korban Helikopter MI-17 yang hilang di Oksibil Papua, dilaksanakan oleh anggota Kodim 1417 Kendari, Jum'at (5/7). Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Doa untuk korban Helikopter MI-17 yang hilang di Oksibil Papua, dilaksanakan oleh anggota Kodim 1417 Kendari, Jum'at (5/7). Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Usai melaksanakan salat Jumat, anggota Kodim 1417 Kendari menggelar yasinan (pembacaan surat Yasin) dan doa bersama untuk korban Helikopter MI-17, yang hilang kontak pada 28 Juni lalu di Oksibil, Papua.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Dandim 1417 Kendari, Letkol Cpn Fajar Lutvi Haris Wijaya. "Kita berharap semua kru maupun penumpang pesawat segera ditemukan dengan selamat," ucapnya, Jumat (5/7).
Dalam kesempatan itu, Fajar Lutvi berbagi pengalaman semasa bertugas di daerah tersebut sebagai kapten pilot pada tahun 2004-2010. Kala itu, dia mengoperasikan pesawat CASA C-212 Aviocar.
Dia menggambarkan, posisi Oksibil itu seperti di tengah-tengah mangkuk. Di sekelilingnya adalah gunung dengan pepohonan yang menjulang tinggi.
"Ya jalurnya memang ekstrem. Jadi empat penjuru mata angin itu gunung semua. Paling ekstremlah saya bilang," kata Fajar membuka ceritanya.
Pegunungan Bintang, Papua Foto: Moh Fajri/kumparan
Tantangan yang paling sulit bagi penerbang yang melintasi kawasan Pegunungan Bintang, kata Fajar, adalah banyaknya bukit serta cuaca di sana yang berubah-ubah alias tidak bisa diprediksi.
ADVERTISEMENT
"Pembentukan awan cumulonimbus itu sangat cepat di sana. Itu musuhnya penerbang," ucapnya.
Fajar bercerita, pernah dalam sebulan, dia 12 kali return to base (RTB), atau kembali ke tempat awal pesawat mengudara. Sebab, dia tidak bisa menembus awan cumulonimbus yang datang tiba-tiba.
"Ya, jadi, saya bilang kalau sudah bisa di sana, ya medan di mana pun di Indonesia saya yakin bisalah dilalui," kata Fajar.
Dandim 1417 Kendari, Letkol Cpn Fajar Lutvi Haris Wijaya, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Sulit Berkomunikasi
Fajar menduga, Helikopter M-17 masih dalam keadaan mengudara saat dinyatakan hilang kontak oleh pemandu lalu lintas udara atau air traffic controller (ATC) setelah pesawat tersebut mengudara selama tujuh menit.
Pasalnya, akses komunikasi di jalur udara Oksibil ke Sentani memang tidak stabil. "Karena gunung-gunung, komunikasi sangat sulit. Tower tidak bisa mengatur penerbangan sesuai dengan jangkauan dia," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, kata Fajar, pilot yang mengudara di wilayah tersebut harus intens berkomunikasi dengan penerbang lainnya. "Jadi koordinasinya antar kita penerbang. Itu yang terjadi di sana sesuai pengalaman saya," lengkapnya.
Dia optimistis, seluruh kru maupun penumpang Heli M-17 selamat. Sebab, saat dia bertugas di sana, kejadian serupa pernah menimpa rekannya. Saat itu, rekan Fajar melakukan pendaratan darurat di tengah hutan.
Kemudian, rekannya itu survive di dalam hutan selama dua pekan, hingga akhirnya kembali ke perkampungan dengan selamat.
"Kalau memang ini mendarat darurat di tengah hutan, hal serupa bisa saja terjadi pada kru maupun penumpang M-17 ini," kata Fajar.
Dari awal, Fajar sudah menduga tim SAR akan kesulitan mencari pesawat M-17. Ia bilang, kondisi hutan yang digambarkan tiga kali lebih lebat dari hutan di pegunungan Sulawesi Tenggara, jadi kendala utama mencari posisi pesawat M-17.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Helikopter MI-17 milik Penerbad TNI AD hilang kontak dalam perjalanan dari Bandara Oksibil ke Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua pada Jumat siang (28/6). Helikopter dengan nomor registrasi HA-5138 ini ditumpangi 12 prajurit TNI, lima orang di antaranya prajurit Yonif 725 Woroagi.
Kelimanya adalah Serda Ikrar Setya Nainggolan, Pratu Yanuarius Loe, Pratu Risno, Prada Sujono Kaimuddin, dan Prada Tegar Hadi Sentana.
Tujuh kru pesawat terdiri dari Kapten CPN Aris selaku pilot, Kapten CPN Bambang selaku flight engineer, Lettu CPN Ahwar, Serka Suriatna, Serda Dita Ilham, Praka Dwi Pur, dan Pratu Asharul.
---