Demo Tambang di Sultra Ricuh, Polres dan Pemda Tuai Kecaman

Konten Media Partner
6 Maret 2019 22:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aparat Kepolisian saat menembakkan air menggunakan water canon untuk membubarkan masa aksi, Rabu (5/3). Foto: Mufti
zoom-in-whitePerbesar
Aparat Kepolisian saat menembakkan air menggunakan water canon untuk membubarkan masa aksi, Rabu (5/3). Foto: Mufti
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aksi demo menolak tambang yang dilakukan oleh ratusan warga dan mahasiswa Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kantor Gubernur pada Rabu (6/3) berujung bentrok.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, beberapa warga, mahasiswa hingga aparat kepolisian terluka. Tak hanya itu, sejumlah kaca bangunan di sekitar kantor gubernur juga pecah.
Bentrokan tersebut lantas menuai kecaman dari berbagai pihak. Terlebih soal langkah aparat yakni polisi dan Satpol PP yang menggunakan langkah represif untuk membubarkan massa.
Salah satu kecaman datang dari Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sultra, Erwin Gayus. Ia sangat menyayangkan dan mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan Pol PP terhadap para demonstran.
"Saya atas nama kelembagaan PMII Sultra mengutuk keras tindakan represif yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian berkolaborasi dengan Pol PP kepada para demonstran," katanya kepada kendarinesiaid, Rabu (6/3) malam.
Harusnya, menurut Erwin, Polisi menggunakan cara yang lebih manusiawi untuk membubarkan masa. Apalagi, saat aksi berjalan, bukan hanya mahasiswa saja yang turun, melainkan ada ibu-ibu dan orang tua.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan lagi hanya sekadar soal tambang, tetapi juga soal kemanusiaan. Apalagi para demonstran tersebut bukan hanya terdiri dari mahasiswa tetapi juga ada ibu-ibu yang datang untuk menyuarakan haknya malah diperlakukan represif," kesalnya.
Demonstran dan aparat keamanan saling lempar batu dan kayu, Rabu (5/3). Foto: Mufti/kendarinesiaid
Erwin menilai, bentrokan tersebut merupakan bentuk kegagalan Polres Kendari dalam menyikapi aksi demonstrasi.
"Kepada Kapolda Sultra, agar mencopot Kapolres Kota Kendari karena tidak mampu mengontrol bawahannya dan tidak bisa menjadi pelindung masyarakat. Kepada Gubernur Sultra, agar mencopot Kasat Pol PP Sultra yang juga tidak becus dalam mengontrol bawahannya yang terlihat sangat anarkis terhadap demonstran," tutup Erwin.
Kecaman lain datang dari Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Hidayatullah. Menurut dia, aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan Pol PP saat mengamankan demo tidak dibenarkan.
ADVERTISEMENT
"Demonstrasi adalah bagian dari ekspresi menyatakan pendapat yang keberadaanya dijamin dalam negara demokrasi. Jalannya menyampaikan pendapat tersebut harus dilindungi dan dijauhkan dari tindak kekerasan, tidak selayaknya aparat kepolisian dan aparat Pol PP melakukan kekerasan pada kegiatan tersebut. Seharusnya aparat kepolisian berkewajiban menjaga massa aksi," kata Hidayatullah.
Ia juga mengutuk keras cara aparat kepolisian dan Satpol PP menggunakan kekerasan dalam menangani demonstrasi yang dilakukan oleh massa aksi. Apa yang dilakukan aparat kepolisian dan Satpol PP menurutnya sudah di luar batas prosedur yang semestinya.
"Kami menuntut Pemprov Sultra dan Kepolisian bertanggung jawab atas timbulnya korban dalam aksi kekerasan aparat tersebut. Gubernur Sultra dan Kapolda Sultra untuk masing-masing melakukan pengusutan dan penindakan atas aksi kekerasan yang dilakukan aparatnya masing-masing," tutupnya.
ADVERTISEMENT
---