Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kisah Pasutri Lansia di Sulawesi Tenggara, Ikat Perut Menahan Lapar
27 Maret 2019 22:15 WIB

ADVERTISEMENT
Kisah pilu kembali terdengar dari Tenggara pulau Sulawesi. Kali ini datang dari Tahir (80) dan Nuru (60). Pasangan suami istri asal Desa Poni-Poniki, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) ini hidup jauh dari kata layak.
ADVERTISEMENT
Bahkan, keduanya harus rela mengikat perut mereka saat lapar jika tak ada makanan yang bisa disantap. Tahir dan Nuru tinggal di sebuah rumah, tapi lebih layak disebut gubuk, sebab kanan kiri rumahnya tampak reyot dan tak terurus.
"Sebelumnya Tahir dan Nuru tinggal di desa sebelah, tapi kami bawa dia ke Desa Poni-Poniki, karena di desa sebelumnya, mereka sangat memprihatikan. Disini (Desa Poni-Poniki) dia juga tinggal digubuk," kata Daso, tetangga Tahir dan Nuru.
Saat masih sehat, sang suami Tahir berkerja sebagai buruh panjat pohon kelapa. Dari hasil itu, Tahir bisa memberi sesuap nasi bagi sang istri. Namun usia membuatnya rapuh, ia tak mampu lagi melakukan pekerjaan penopang hidupnya tersebut.
Akhirnya, ia hanya mengumpulkan kelapa, lalu dibuat menjadi kopra, hasilnya dijual, untuk makan.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau tidak ada yang di makan, mereka sampe ikat perut untuk menahan lapar," sambung Daso.
Yang lebih memilukan lagi, Nuru menderita penyakit epilepsi sejak kecil. Telapak tangan melipat. Setiap 4 hari sekali tubuhnya kejang-kejang didera rasa sakit.
"Penyakitnya datang-datangan. Biasa tiba-tiba dia kejang-kejang," sambung Daso.
Malang tak berhenti disitu, puncaknya pada Rabu (27/03) sekitar pukul 08.00 WITA, ketika Nuru sedang memasak air dirumahnya menggunakan kayu bakar, tiba-tiba penyakit kejang-kejangnya kambuh, ia terjatuh tepat diatas bara api yang sedang menyala.
Tak pelak, sebagian tubuhnya terbakar, mulai dari muka, tangan, pinggul hingga kaki. Nuru lalu dilarikan ke Puskesmas Matandahi Konut. Lalu ia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Bahtermas di Kendari. Ia kini dirawat di ruang ICU rumah sakit itu.
ADVERTISEMENT
Saat dikunjungi kendarinesia, Nuru masih tampak tak berdaya. Tubuhnya lemas. Matanya sembab, tampak jelas luka bakar masih memerah di mukanya. "Sakit pak, sakit," kata Nuru lirih kepada jurnalis kendarinesia.
Menurut Daso, keduanya saat ini belum memiliki identitas kependudukan. Baik KTP maupun Kartu Keluarga. "Jadi biar raskin mereka tidak dapat kasian," katanya.
Menurut salah seorang staf kantor Penghubung Pemda Konawe Utara di Kota Kendari, pemerintah daerah setempat sudah mengupayakan pembuatan KTP dan KK agar bisa mendapat layanan kesehatan. "Sudah pak, sudah diurus," singkatnya.
Sebuah lembaga amal dari 'Terimakasih tim' juga langsung membuka donasi untuk Tahir dan Nuru. Bantuan pertama juga sudah disalurkan.
"Setelah mendapat kabar ini, kami langsung membuka layanan donasi. Donasi yang masuk juga sudah kami salurkan," kata Fidia dari lembaga Saling Bantu.
ADVERTISEMENT
---