Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kisah Pilu Istri Rasilu, Biayai 5 Anak dengan Rp 200 Ribu per Bulan
3 Maret 2019 13:58 WIB
Diperbarui 22 Maret 2019 8:56 WIB
ADVERTISEMENT
Rasilu, warga Dusun Litongku, Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, merupakan seorang tukang becak yang saat ini harus menjalani masa hukumannya selama 1,5 tahun di Ambon.
ADVERTISEMENT
Warga Buton yang mencari nafkah di Ambon sebagai tukang becak tersebut divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon karena dinilai telah menghilangkan nyawa orang lain, dalam hal ini adalah penumpangnya sendiri.
Rasilu harus menjalani proses hukum yang menimpanya atas peristiwa kecelakaan yang terjadi pada 23 September 2018. Sebab, salah seorang penumpangnya itu meninggal dunia saat menumpangi becak miliknya.
Istri Rasilu, Wa Oni (35), kaget mendengar kabar musibah yang dialami sang suami di tanah rantau. Dirinya hanya bisa terdiam sambil berpikir kehidupan mereka selanjutnya, akan seperti apa jadinya jika suaminya ditahan.
"Dengar cerita orang katanya kalau korbanya meninggal, di situ saya diam baru berpikir kalau suamiku dipenjara anak-anakku mau makan apa? Baru semua masih kecil-kecil," kata Wa Oni, saat ditemui wartawan kendarinesiaid di kediamannya, Minggu (3/3).
ADVERTISEMENT
Melihat sang suami yang ditahan saat ini, Wa Oni merasa sudah tidak punya semangat lagi karena tidak sanggup memikirkan nasib anak-anaknya ke depan.
"Kalau ditahan lama bagaimana dengan anak-anakku nantinya?" ujarnya dengan nada terisak.
Selama enam bulan terakhir, dirinya mengaku kerepotan untuk membiayai kehidupan sehari-hari, terutama untuk biaya sekolah anak-anaknya.
"Terutama biaya untuk anak-anak sekolah, selama bapaknya masuk penjara saya belah jambu (mete) untuk penuhi kebutuhan anak anak saya," ujarnya.
Saat ini, Wa Oni hanya menjadi buruh belah jambu mete dengan upah Rp 2.000 per kilogramnya. Dalam sebulan, ia hanya bisa menghasilkan Rp 200.000. Ia mengakui, dengan hasil seperti itu tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-harinya.
"Dari uang itu hanya bisa untuk memenuhi sebagian kebutuhan sekolah anak-anak. Kadang kalau harga pisang lagi murah saya beli kemudian saya goreng bikin pisang molen untuk saya jual di pasar sore. Tapi kalau tidak, saya hanya belah jambu untuk bisa penuhi kebutuhan saya punya anak selama bapaknya ditahan," ujar Wa Oni.
ADVERTISEMENT
Wa Oni pun akan mencari pekerjaan lain setelah musim jambu mete telah usai. Ia harus ekstra mencari pekerjaan lain untuk menjaga agar dapurnya tetap mengepul.
"Habis itu saya ingat saya punya anak-anak kalau sudah selesai musim jambu ini saya mau kerja apa. Selama bapaknya masuk penjara saya punya anak menangis terus, saya kasihan," katanya.
Dirinya hanya bisa pasrah dan berharap agar suaminya segera dibebaskan. Sehingga, lanjut Wa Oni, anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah. Sebab, biaya masuk SMA untuk anak-anaknya pasti akan akan membutuhkan biaya yang lebih besar.
---
Rusman