Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Melihat Kokohnya Istana Malige: Berdiri 4 Lantai Tanpa Paku Satu Pun
5 Mei 2019 13:12 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
Tim kendarinesia disambut oleh rumah panggung yang terbuat dari kayu berdiri kokoh di atas lahan seluas kurang lebih 2 hektar saat berada di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota Bau Bau, Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
Bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu dan menjulang kokoh setinggi 4 lantai tersebut merupakan rumah orang nomor satu di Kesultanan Buton yakni Sultan Buton 38, La Ode Muhammad Hamidi.
Siapa sangka, rumah yang kini didiami oleh cucu dan buyut dari Sultan Buton itu dibangun tak menggunakan satu biji paku besi. Kerangka bangunan itu hanya mengaitkan satu lubang kayu ke lubang lainnya yang sudah dibentuk sedemikian rupa.
Saat tiba di halaman rumah, kami disambut langsung oleh La Ode Farid yang merupakan cicit dari Sultan Buton Muhammad Hamidi. Ia kini tinggal bersama para keturunan Sultan ke-38 itu.
La Ode Farid menjelaskan rumah tersebut merupakan kediaman pribadi Sultan Buton terakhir yang diberi nama Istana Malige.
ADVERTISEMENT
Ia jua juga menyebut di sekitar istana Malige juga ada bangunan yang dikhususkan untuk para selir Sultan. Bangunan tersebut diberi nama Istana Kamali.
"Istana Malige merupakan istana terakhir Sultan Buton. Istana Malige ini merupakan tempat tinggal Sultan dengan keluarganya, sementara kalau Istana Kamali untuk tempat tinggal Sultan dengan selir-selirnya," ujar La Ode Farid
Seperti diketahui, nama Malige diambil dari kata mahligai, sehingga begitu berharganya rumah ini bagi Muhammad Hamidi. Rumah setinggi empat lantai ini dibangun tanpa menggunakan gambar ataupun konsep tertulis.
"Jadi dulu rumah ini dibangun hanya terkonsep di otak kakek saya, sudah banyak yang datang menanyakan gambar bangunannya tapi memang itu tidak ada," ungkap La Ode Farid.
Usai berbincang-bincang di halaman rumah, kami dipersilahkan masuk untuk melihat isi rumah. Kesempatan yang diberikan ini terbilang langkah, sebab tak banyak orang yang dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah tersebut.
ADVERTISEMENT
Saat kami memasuki ruang tamu, tak banyak yang berubah dari unsur bangunan. Menurutnya, tata bangunan tersebut masih seperti dulu saat pertama kali dibuat.
Terdapat tiga bagian dalam ruangan lantai satu, serta lima kamar tidur. Salah satunya ruangan yang terletak paling belakang, yang merupakan kamar pribadi milik Sultan Buton ke-38 itu.
Pada bagian lantai dua terdapat 14 ruangan kamar sesuai jumlah anak dari Muhammad Hamidi. Terbagi pada dua sisi kiri dan kanan berjejer rapi masing-masing berjumlah tujuh kamar. Uniknya lagi, kamar ini posisi menggantung tidak menyatu dengan lantai dua bangunan.
"Kamar ini dalam bahasa Buton disebut Pabate, modelnya ini menggantung kalau kita melihat dari luar di bawahnya ada tiang menjulur ke bawah yang disebut tiang Bosu dengan ukiran per-segi empat dan hanya bisa digunakan oleh pejabat pada masa itu," ujar Farid.
Sementara untuk lantai tiga dan empat hanya terdiri ruangan kosong untuk menyimpan perabot milik keluarga Kesultanan. Sedangkan pada bagian bumbungan rumah terdapat ukiran kayu berbentuk nanas dan naga sebagai simbol masyarakat Buton.
ADVERTISEMENT
"Simbol nenas (nanas) tersebut menggambarkan orang Buton bisa hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru di perantauan. Sementara naga merupakan simbol kekuatan," tambahnya.
Dulunya rumah masyarakat Buton tidak diperbolehkan melebihi tinggi dari atap rumah milik Kesultanan, seberapakaya apa pun warga tersebut.
Namun, kini budaya itu sudah hilang. Hingga saat ini, sebagian warga Buton memiliki rumah yang bentuknya mirip Istana Malige dan Kamali, lengkap dengan lambang nanas dan naga di atap rumah.