Konten Media Partner

Merawat Istana Malige, Warisan Sejarah Kesultanan Buton

9 Juli 2019 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan menempel lubang yang ada di salah satu sudut dinding Istana Malige, Selasa (9/7). Foto: Rusman/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan menempel lubang yang ada di salah satu sudut dinding Istana Malige, Selasa (9/7). Foto: Rusman/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan konservasi terhadap Malige yang merupakan istana warisan Kesultanan Buton yang berada di Kelurahan Tomba, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Konservasi ini dilakukan untuk merawat bangunan istana dengan cara kimiawi, tujuannya untuk memperlambat proses pelapukan struktur bangunan yang terbuat dari kayu.
“Konservasi secara kimiawi itu kita gunakan bahan kimia, seperti sterilisasi dengan larutan alkohol, kemudian konsolidasi dengan larutan paraloid. Tujuannya untuk memperkuat struktur kayu-kayu yang sudah mulai lapuk,” kata Kepala Unit Pemeliharaan Kantor BPCB Sulsel, Munafri, Selasa (9/7).
Bangunan kayu berlantai tiga itu merupakan rumah Sultan Buton ke-37, Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin, yang dibangun pada 1929. Sultan itu berkuasa pada periode 1927 hingga 1937.
Selain dengan bahan kimia, seluruh permukaan kayu rumah ini juga dioles dengan cairan berbahan tradisional. Foto: Rusman/kendarinesia.
Menurut Munafri, perawatan bangunan kayu itu tidak mudah karena berbeda dengan perawatan untuk rumah-rumah modern.
"Perlakuan yang dilakukan pertama itu adalah konsolidasi, namun sebelumnya dilakukan terlebih dahulu pembersihan terhadap kotoran debu yang menempel pada dinding bangunan kayu dibersihkan secara mekanis," ungkap Munafri sambil mengerjakan pemolesan kimiawi di salah satu sudut rumah.
ADVERTISEMENT
Selain cara kimia, kata dia, seluruh permukaan kayu juga dioles dengan cairan berbahan tradisional. Hal itu diperlukan untuk mempertahankan nilai keaslian atau autentisitas dari bangunan Malige yang unik itu.
"Ada tiga jenis bahan alami yang digunakan, yaitu cengkeh, gambir, dan tembakau. Ketiga bahan dicampur, dimasak, direndam, lalu dioles di kayu bangunan," ucap Munafri.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan berharap pemerintah daerah dapat lebih proaktif dalam menjaga warisan sejarah di Kota Buton. Foto: Rusman/kendarinesia.
Istana yang kini berusia 90 tahun itu memiliki struktur bangunan yang menyerupai struktur tubuh manusia. Bangunan itu dipercaya mengandung makna filosofis masyarakat Buton.
Nama Malige sendiri diambil dari gelar Sultan Oputa Yi Malige, sang pionir pembangunan istana. Di ruang-ruang Malige terdapat penyimpanan benda-benda bersejarah Kesultanan Buton, terutama masa pemerintahan Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin.
"Seharusnya pemerintah setempat bisa proaktif untuk menetapkan peninggalan sejarah tersebut sebagai situs cagar budaya," kata Munafri.
Bangunan kayu berlantai tiga ini merupakan rumah Sultan Buton ke-37, Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin, yang dibangun pada 1929. Foto: Rusman/kendarinesia.
Dia berpendapat respons Pemerintah Kota Baubau terhadap situs cagar budaya cukup bagus, namun untuk realisasi di lapangan masih perlu ditingkatkan. Sehingga diharapkan seluruh peninggalan masa lalu yang ada di kota itu dapat ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
"Ketika mereka sudah membaca undang-undang cagar budaya, kewenangan daerah itu sangat besar untuk memelihara dan memperhatikan keselamatan cagar budaya yang ada di daerahnya masing-masing," jelas Munafri.
BPCB Sulsel rencananya juga akan melakukan pemeliharaan terhadap Istana Kamali Baadi milik sultan ke-38 La Ode Falihi.
---
Rusman