Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Seorang perempuan berusia 34 tahun yang namanya kami rahasiakan melaporkan seorang oknum Polisi berpangkat IPTU, berinisial BT, yang menjabat sebagai Kapolsek di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra), ke Propam Polda Sultra atas dugaan asusila.
ADVERTISEMENT
Perempuan tersebut mengaku telah menjalin hubungan gelap dengan sang Kapolsek hingga dirinya hamil, dan melahirkan seorang anak. Bagaimana ceritanya?
Kepada wartawan melalui sambungan telefon, Rabu (13/5), wanita tersebut menceritakan awal mula pertemuanya dengan IPTU BT, sang Kapolsek.
Saat itu April 2019, saat berlangsungnya tahapan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Wanita tersebut berkerja sebagai petugas pemilihan umum, dan IPTU BT menjabat sebagai Kapolsek.
Keduanya akhirnya bertemu. Setelah pertemuan itu, keduanya intens menjalin komunikasi, dan menjalani hubungan gelap.
"Saat itu dia menjabat sebagai Kapolsek, saya bertugas di TPS. Kita ketemu, terus jalan mi sama sama (pacaran)," kata wanita itu.
Setelah menjalin hubungan gelap, perempuan tersebut hamil. Karena takut ketahuan sang suami, perempuan tersebut mencari alasan untuk meninggalkan suaminya, dan keluar dari rumah.
ADVERTISEMENT
"Sebelum melahirkan saya tinggalkan rumah, karena saya takut ketahuan suami. Saya mulai mi cari gara gara untuk tinggalkan dia (suaminya)," katanya.
Wanita itu bilang, IPTU BT sempat merasa takut atas kehamilannya, sebab saat itu sang wanita masih berstatus istri orang, dan IPTU BT berstatus suami orang.
"Karena saya hamilmi, dia takut mungkin, to, karena saya masih istri orang, dan dia juga suami orang, dia desak mi saya untuk cerai dengan suami saya," katanya.
Sebelum wanita tersebut benar benar menggugat cerai suaminya, IPTU BT berjanji akan menikahinya secara sirih.
Karena bujuk rayu sang Kapolsek, akhirnya pada 2 November 2019 wanita itu lalu mengajukan gugatan cerai kepada suaminya di Pengadilan Agama.
Wanita itu bilang, suaminya sempat kaget kenapa tiba tiba dirinya meninggalkan rumah dan langsung menggugat cerai. Tapi, karena bujuk rayu sang Kapolsek, wanita itu tetap memilih meninggalkan rumah dan menceraikan suaminya.
ADVERTISEMENT
"Sempat kaget suami saya, kenapa saya tinggalkan rumah, terus tiba tiba buka meja (menggugat cerai di Pengadilan). Tapi waktu itukan saya hamil, karena takut ketahuan, makanya saya tinggalkan rumah. Kalau saya di rumah terus, dia (suaminya) pasti tahu saya hamil, perut saya kan mulai besar, karena kita masih sama sama. Makanya saya tinggalkan rumah," katanya.
Kemudian, saat sidang cerai berlangsung, pada awal Januari 2020 perempuan itu melahirkan. "Sebenarnya kalau sesuai jadwal saya melahirkan pertengahan atau akhir bulan 1, tapi kerena keadaan mendesak, dikasih perangsang sama dokter. Tapikan sudah 9 bulan, sudah bisami (dilahirkan)," katanya.
Setelah melahirkan anak hasil hubungan gelap mereka, pada Februari 2020, akta cerainya dengan sang suami juga terbit. Setelah ada akta cerai, wanita itu lalu menghubungi IPTU BT untuk menagih janji dinikahi, namun sayangnya, IPTU BT sudah tidak bisa dihubungi lagi.
ADVERTISEMENT
"Pas bulan 2, terbitlah akta cerai. Sebelum terbit akta cerai, kan ada pengakuan dia (IPTU BT) mau nikahi sirih saya. Begitu ada akta cerai, dia sudah tidak bisa dihubungi," imbuhnya.
Karena merasa dibohongi, wanita tersebut akhirnya melaporkan IPTU BT ke Bid Propam Polda Sultra."Iya saya laporkan ke Polda. Sudah sidang berapa kali di Polda. Keputusannya seperti hari ini, (keputusannya) dia (IPTU BT) ditunda kenaikan pangkatnya, remonnya tidak dikasih, seperti begitulah," katanya.
Menurut wanita itu, keputusan tersebut belum bisa ia terima. Sebab, dia menuntut agar sang Kapolsek memenuhi komitennya untuk menikahi dirinya secara sirih. Terlebih lagi, wanita itu juga mengatakan sudah mengorbankan rumah tanggannya.
Menurut wanita itu, dalam sidang tersebut sempat ada mediasi. Dalam mediasi tersebut, sang oknum Kapolsek meminta agar dilakukan tes DNA terhadap anaknya, jika hasil DNA menunjukan bahwa anak itu adalah buah hatinya, IPTU siap memenuhi permintaan sang wanita.
ADVERTISEMENT
"Iya, sempat mediasi tadi, katanya mau tes DNA dulu, kalau tes DNA hasilnya positif (darah daging sang Kapolsek), dia akan penuhi 2 permintaanku, pertama dia nikahi saya dengan izin istri, kedua saya siap minta cerai tapi anak sama saya, dan dia harus tanggung biaya hidup anaknya, sebanyak Rp 200 juta nilainya yang saya minta, to. Kalau dia tidak ikuti salah satu permintaanku, bisa saya laporkan kembali pidananya," katanya.
Diketahui, perempuan tersebut saat ini memiliki 6 orang anak, 5 anak adalah hasil dari pernikahan sah dengan suaminya, dan seorang anak lagi berusia 4 bulan adalah hasil hubungan gelapnya dengan sang oknum Kapolsek.
Wanita tersebut mengakui bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang salah. Dia mengaku khilaf. "Ya namanya juga kehilafan ya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Sultra, AKBP Ferry Walintukan, membenarkan hal tersebut. Dia bilang, hari ini adalah sidang putusan terkait perkara tersebut.
"Ya, ini adalah sidang lanjutan dari IPTU BT (Oknum Kapolsek) yang sudah dilakukan kemarin. Rencana, hari ini adalah sidang putusan," katanya.
Ferry bilang bahwa perkara yang disidangkan tersebut adalah perkara asusila. "Perkaranya asusila. Menghamili istri orang lain," ujarnya.
Ferry juga membenarkan bahwa IPTU BT adalah seorang Kapolsek di Kabupaten Kolaka Timur. "Lokusnya di Kolaka Timur, saat menjabat sebagai Kapolsek di daerah Kolaka Timur," pungkasnya.