Qunua, Tradisi Warisan Leluhur Warga Buton di Pertengahan Ramadan

Konten Media Partner
22 Mei 2019 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Imam Masjid Agung Keraton Buton, La Ode Zulkifli, memimpin doa sebelum sahur bersama dimulai. Foto: Rusman/kendarinesiaid
zoom-in-whitePerbesar
Imam Masjid Agung Keraton Buton, La Ode Zulkifli, memimpin doa sebelum sahur bersama dimulai. Foto: Rusman/kendarinesiaid
ADVERTISEMENT
Sejak agama Islam masuk pada pertengahan abad ke-16 Masehi, masyarakat di seluruh Kesultanan Buton telah menjadikan Islam sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, mereka juga menyandingkan Islam dengan tradisi-tradisi dan adat istiadat setempat.
ADVERTISEMENT
Beragam adat istiadat masih terus dipertahankan oleh masyarakat muslim Kesultanan Buton, salah satunya tradisi Qunua atau Qunut. Hingga saat ini, ketika bulan suci Ramadan, masyarakat masih melestarikan tradisi budaya peninggalan para leluhur tersebut.
Kehadiran Qunua diakui telah banyak berkontribusi dalam menghiasi berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, sebagai bentuk aplikasi terhadap nilai-nilai Islam. Pada prinsipnya, tradisi ini adalah rangkaian kegiatan yang diawali dengan tarawih berjemaah hingga makan sahur bersama. Qunua dihadiri oleh segenap masyarakat di bawah Kesultanan Buton dan perangkat pemerintah.
"Tradisi Qunua adalah tradisi yang ditinggalkan (diwariskan--red) oleh leluhur kita yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadan," kata Imam Masjid Agung Keraton Buton, La Ode Zulkifli, saat ditemui usai sahur bersama di Baruga Keraton Buton.
Salah seorang perangkat Masjid Agung Keraton terlebih dahulu membakar dupa sebagai tanda dimulainya doa bersama. Foto: Rusman/kendarinesiaid
Secara lebih detail, Zulkifli menjelaskan, Qunua hanya dilaksanakan pada hari ke-15 atau malam ke-16 Ramadan Acara dimulai pada pukul 00.00 WITA. Pelaksanaan tradisi tersebut dihadiri oleh seluruh Sarana Hukumu (perangkat) Masjid Agung Keraton bersama dengan unsur pemerintah dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tradisi tersebut akan diawali dengan pelaksanaan salat tarawih berjemaah, dilanjutkan berdoa dan bermunajat kehadirat ilahi rabbi.
"Kenapa harus ada Qunua? Sesungguhnya karena kami perangkat Masjid Agung biasanya melaksanakan salat tarawih pada jam 00.00 dengan jumlah rakaatnya 20 rakaat tarawih, sehingga selesainya mungkin jam 02.00 dini hari," tuturnya.
Zulkifli mengungkapkan, melaksanakan tradisi Qunua merupakan bentuk dan sarana warga Buton untuk melestarikan budaya dan adat istiadat para leluhur.
"Jadi ini pelestarian budaya yang ditinggalkan oleh para leluhur berkaitan dengan ritual keagamaan, jangan hanya dilihat makan-makannya tapi mari kita lihat makna yang ada di dalamnya," tambahnya.
Sahur bersama usai doa bersama selesai. Foto: Rusman/kendarinesiaid
Usai pelaksanaan salat tarawih dan qunua, acara selanjutnya adalah makan sahur bersama di Baruga Keraton, yang diawali dengan pembacaan doa awal oleh Moji (salah satu perangkat Masjid Keraton tertua dari segi usia).
ADVERTISEMENT
Doa bersama ini dimaksudkan untuk memohon kehadirat Allah Swt., agar masyarakat Buton tetap dilimpahkan rezeki, diberikan rasa aman dan tertib, dijauhkan dari segala marabahaya.
Selain itu, tradisi Qunua juga menjadi wadah bersama bagi masyarakat dan pemerintah untuk berkumpul bersama.
"Kira-kira kalau tidak ada momen seperti ini, momen apa yang bisa kumpul kita seperti ini. Itu mungkin yang paling hakiki sehingga dengan ini menjadi wadah pemersatu buat kita, kemudian dengan ini juga kita bisa berdoa bersama. Kami pegawai masjid, pemerintah dan masyarakat kita duduk berdoa bersama yang minta kesejahteraan untuk negeri tercinta," imbuhnya
---
Rusman