Senat Jegal Jamhir di Pilrek UHO, Justru Loloskan Calon Rektor Plagiat

Konten Media Partner
5 April 2021 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Eng Jamhir Safani, Ssi MSi, saat mendaftar sebagai calon Rektor UHO. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Eng Jamhir Safani, Ssi MSi, saat mendaftar sebagai calon Rektor UHO. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Senat Akademik Universitas Halu Oleo (UHO) kembali melakukan tindakan keliru mencoret Dr. Eng Jamhir Safani, Ssi MSi dari daftar bakal calon Rektor UHO, dengan menudingnya melakukan self plagiarism atau plagiat diri.
ADVERTISEMENT
Tindakan keliru tersebut, menurut Jamhir, diduga keras sengaja dilakukan oleh oknum tertentu dalam Panitia dan Senat guna menjegal dirinya maju bertarung di Pilrek UHO.
Buktinya, kata dia, meski dirinya tidak melakukan tindakan plagiat, namun pihak panitia tetap mencoret namanya dengan menuduhnya melakukan tindakan plagiat diri atau self plagiarism.
Sedangkan plagiat diri atau self-plagiarisme tidak diatur dalam Permenristekdikti Nomor 17 Tahun 2010, yang artinya seseorang tidak bisa diberi sanksi terkait plagiat diri dengan menggunakan Permenristekdikti tersebut.
Tuduhan plagiat diri itu dialamatkan kepadanya, ujar dia, bermula dari dua laporan penelitiannya yang tidak terpublikasi pada publisher manapun. Awalnya Jamhir mencoba menggunakan dua laporan penelitiannya itu untuk mengurus KUM kenaikan pangkat ke Lektor kepala.
ADVERTISEMENT
Namun kedua tulisannya itu (laporan penelitian) ditariknya kembali karena keduanya ada kesamaan pada satu paragraf, dan selanjutnya tidak digunakannya untuk penilaian KUM pengusulan Lektor Kepala.
“Jadi untuk urusan ini, semuanya sudah clear sejak 2014,” tuturnya.
Anehnya meski tidak melakukan tindakan plagiat seperti yang dilakukan calon rektor lain, namun senat tetap mencoretnya.
Apalagi, Senat Akademik UHO pada tahun 2014 juga tidak pernah membentuk tim Ad hoc untuk memeriksa kasus plagiat diri Dr Jamhir.
“Memang pernah ada teguran tertulis dari Rektor UHO tahun 2014, tetapi bukan teguran karena melakukan plagiat, tetapi teguran atas plagiat diri,” sebutnya.
Yang lebih aneh lagi, kasus plagiat dari salah satu bakal calon rektor lainnya yang jelas-jelas melakukan tindakan plagiat dibuktikan dengan keputusan berupa Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan Rekomendasi Ombudsman RI (ORI), justru tidak disinggung sama sekali Senat Akademik UHO. Bahkan diloloskan masuk dalam daftar bakal calon rektor UHO tanpa dibahas.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam syarat pencalonan rektor di PTN sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 4 huruf M, ditegaskan calon rektor tidak pernah melakukan plagiat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan yang mengatur tentang plagiat tertuang dalam Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010. Dimana definisi tentang plagiat sangat jelas tertulis di Pasal 1 Ayat 1, yakni plagiat berkaitan dengan pengutipan karya ilmiah pihak lain tanpa menyebut sumber secara jelas.
Sementara plagiat diri atau self-plagiarism tidak diatur dalam Permen tersebut. Artinya seorang penulis dapat atau bisa saja mengutip karya ilmiahnya sendiri.
Dengan demikian, harusnya sanksi terhadap dirinya tidak bisa diberikan dengan mengacu Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010, karena yang bersangkutan tidak melakukan tindakan plagiat terhadap karya orang lain.
ADVERTISEMENT
Apalagi penjelasan tentang plagiat diri ini terang benderang disampaikan Plt. Sekjen Kemendikbud Ainun Na’im sebagaimana dimuat pada salah satu media online Tanggal 25 Januari 2021 bahwa: dalam peraturan kita self-plagiarism nggak ada. Yang namanya plagiarisme kalau mengambil karya orang lain. Kalau karya sendiri bukan plagiarisme. Praktik di dunia internasional juga begitu. Nggak ada self-plagiarism itu. Kata self-plagiarism itu dalam berbagai asosiasi peneliti juga nggak ada.
“Inilah kekeliruan Senat Akademik UHO, seseorang yang tidak melakukan tindakan plagiat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, justru diberikan sanksi plagiat. Ini pelanggaran nyata atas peraturan yang ada yang dilakukan oleh Senat Akademik UHO. Boleh dikatakan sebagai tindakan penzoliman terhadap saya,” tuturnya.
Dirinya juga menilai, pada kasus yang terakhir terkait dengan plagiat calon rektor yang telah direkomendasikan ORI, jika senat beralasan telah ada surat rekomendasi Senat Akademik UHO terhadap plagiat calon rektor yang menyatakan tidak cukup bukti adanya tindakan plagiat, sehingga Kemendikbud tidak memberi tindakan, maka tegasnya, Kemendikbud tidak bisa disalahkan.
ADVERTISEMENT
Harusnya yang diperiksa adalah Ketua Senat UHO, mengapa bisa mengeluarkan Surat Rekomendasi Senat yang tidak pernah disepakati pembuatannya dan apalagi isi rekomendasinya.
“Ini sebenarnya tindakan kekeliruan serius dan sekali lagi Kemendikbud tidak bisa disalahkan karena Kemendikbud hanya menerima laporan berupa Surat Rekomendasi Senat tersebut,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, panitia Pilrek membuat kekeliruan dengan sengaja. Mereka melanggar tata tertib Pilrek yang dibuat dan ditetapkan oleh senat akademik UHO terkait syarat "tidak pernah melakukan tindakan plagiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
“Ada dua kata kunci pada syarat tersebut yaitu plagiat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertanyaan pertama, apa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jawabannya adalah Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 yang menjelaskan dengan rinci definisi plagiat. Pertanyaan kedua, apa yang dimaksudkan dengan plagiat itu? Yaitu menjiplak sebagian atau seluruhnya karya ilmiah pihak lain, tanpa menyebutkan sumber secara memadai. Jadi jelas sekali di situ bahwa plagiat terkait dengan penjiplakan karya pihak lain,”jelasnya lagi.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan plagiat diri, terkait dengan karya sendiri dan sangat jelas penyataan Plt. Sekjen Kemendikbud Ainun Na'im. Bahwa plagiat tidak diatur dalam peraturan di Indonesia bahkan di dunia. Jadi tindakan panitia Pilrek UHO adalah kesalahan yang terang benderang yang dipertontonkan.
“Kalau alasan yang dipakai adalah karena telah ada teguran Rektor UHO saat itu, maka harus diingat bahwa teguran itu terkait dengan plagiat diri, satu paragraf atas karya saya sendiri sesuai dengan temuan Tim Penilai Angka Kredit (PAK) DIKTI, tidak ada temuan plagiat.
Selanjutnya, plagiat diri atas dua laporan penelitian tidak terpublikasi (bukan jurnal) pada saat itu (2014) sudah saya tarik dari bagian penilaian angka kredit kenaikan pangkat, dan setelahnya saya mendapat kenaikan pangkat ke Lektor Kepala.
ADVERTISEMENT
“Jadi apanya lagi yang dipermasalahkan, pihak Dikti yang berwenang menilai telah memberikan saya kenaikan pangkat dengan tidak memasukkan kedua laporan yang telah saya tarik dalam penilaian angka kredit kenaikan pangkat saya,”tutupnya.