Konten Media Partner

Tiga Kain Tenun Khas Sulawesi Tenggara ini Masih Gunakan Bahan Alami

26 April 2019 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Soeorang wanita sedang menyelesaikan kain tenunnya, Kamis (26/04). Foto: Mufti/kendarinesiad
zoom-in-whitePerbesar
Soeorang wanita sedang menyelesaikan kain tenunnya, Kamis (26/04). Foto: Mufti/kendarinesiad
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki kekayaan seni dan budaya yang begitu beragam, mulai dari batik hingga tenunan khas masing-masing daerah kian diminati banyak masyarakat, mulai dari wisatawan lokal hingga mancanegara.
ADVERTISEMENT
Lewat tangan-tangan terampil para pelaku seni, tenunan khas daerah begitu mempesona dengan ragam corak yang menggambarkan budaya masing-masing daerah.
Kain tenun kini sudah menjadi ciri khas dari daerah masing-masing, dengan berbagai corak dan warna.
Dalam pagelaran 'Halo Sultra' tahun 2019 ragam tenun khas daerah turut dipamerkan, kendarinesia berhasil menghimpun 3 jenin tenun khas derah yang pembuatan dan pewarnaannya masih menggunakan bahan alami.
Buton merupakan salah satu penghasil tenun yang masih mempertahankan keaslian warna yang berasal dari bahan alam.
Tiap warna memiliki bahan yang berbeda, seperti warna kuning bahannya dari akar nangka, kuning muda dari akar mangga, coklat dari kayu mahoni dan masih banyak lagi.
Waktu pewarnaan pun membutuhkan proses yang panjang. Mulai dari proses pencarian bahan di hutan, memasak bahan hingga mengeluarkan warna, mendinginkan bahan, memasukkan benang katun, merendam hingga 24 jam dan meniriskan ditempat teduh hingga betul-betul kering.
Maryam, salah satu pengrajin tenun asal Buton sedang menyelesaikan tenunannya di pagelaran senin Halo Sultra, Foto: Mufti/kendarinesiaid
Setelah itu, benang dipintal, kemudian dikincir, lalu mengatur warna benang. Setelah melewati proses panjang dengan durasi waktu satu minggu. Barulah proses tenunan dimulai.
ADVERTISEMENT
Proses pengerjaannya pun, bisa mencapai satu hinga dua minggu tergantung tingkat kesulitan.
"Tingkat kesulitannya itu, dari bahannya karena kita cari susah," jelas Maryam, salah satu pengrajin tenun saat ditemui kendarinesia di stand dekranas Kabupaten Buton, Kamis (25/04).
Namun, untuk mengantisipasi hal tersebut, pengrajin asal Buton ini mulai menanam bahan-bahan pewarnaan benang agar tidak kesulitan lagi mencari di hutan.
"Makanya harganya mahal, bukan seperti benang yang dijual di toko. Kan kalau ambil di toko itu gampang, mau ambil warna biru ada, warna hijau ada, tapi kalau kita ini kan mewarna sendiri, butuh proses," ujarnya.
Kain tenun ini dibanderol dengan harga Rp1.000.000
Selain Kabupaten Buton, Kabupaten Wakatobi juga masih menggunakan pewarna alam dalam pembuatan kain tenun. Cara pembuatan nya pun relatif tidak jauh berbeda.
Kain tenun khas Wakatobi, Foto: Mufti/kendarinesiaid
Kain tenun tersebut dibanderol dengan harga Rp1.200.000 hingga Rp1.500.000 tergantung tingkat kesulitan.
ADVERTISEMENT
Ketiga Kabupaten ini, memiliki kesamaan motif yakni kotak dan garis-garis. Motif kotak merupakan kain yang diperuntukkan kepada laki-laki, sedangka motif garis diperuntukkan untuk perempuan, baik itu horizontal maupun vertikal.
Kain tenun khas Pulau Muna, Foto: Mufti/kendarinesiaid
Seiring berjalannya waktu, motif kain pun kian berkembang. Sayangnya, masyarakat dari dari daerah masing-masing sudah tidak mengetahui makna dari motif tersebut.
---
Mufti