Tiga Warga Konawe Kepulauan Dipolisikan Perusahaan Tambang

Konten Media Partner
30 Juli 2019 8:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Jatam, Melky Nahar (kiri) dan Koordinator Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRBW), Mando Maskuri, Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Jatam, Melky Nahar (kiri) dan Koordinator Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRBW), Mando Maskuri, Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Tiga warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni Amin (55 tahun), Laba'a (78 tahun) dan Wa Ana (37 tahun) dipolisikan oleh perusahaan tambang, PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan surat panggilan klarifikasi dari Sub Direktorat (Subdit) IV, Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Polda Sultra, nomor B/587/VII/2019 Ditreskrimsus 14 Juli 2019, ketiganya dipanggil untuk diperiksa Senin (29/7).
Dalam surat panggilan klarifikasi itu, ketiganya dituding melakukan tindak pidana dalam bidang mineral dan batubara di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT GKP. Ketiga warga itu diyakni oleh pihak perusahaan telah menghalang-halangi aktivitas pertambangan mereka secara bersama-sama.
Ketiganya memenuhi panggilan Polda Sultra didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dan Jaringan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Ketua Jatam, Melky Nahar, menjelaskan, ketiga warga hadir untuk memenuhi panggilan penyidik untuk mengklarifikasi laporan yang dimasukan oleh pihak PT GKP. Menurut Melky, ketiga warga tersebut tak pernah menghalang halangi aktivitas tambang.
ADVERTISEMENT
Melky mengatakan, ketiga warga tersebut hanya mempertahankan lahan mereka. "Jadi sama sekali tidak ada niat menghalangi aktivitas tambang, pertama, karena lahan-lahan mereka tidak masuk diwilayah tambang PT GKP. Kedua, justru ada upaya dari pihak perusahaan untuk membangun hauling atau jalan tambang, itu berhimpitan langsung dengan lahan-lahan dari masyarakat ini," kata Melky Nahar kepada wartawan di Mapolda Sultra, Senin (29/7).
Lalu, lanjut Melky, warga ini kemudian menuntut haknya dengan mempertahankan lahan mereka yang diduga diterobos begitu saja. Ketiga warga ini juga, kata Melky, sejak awal tak pernah memberikan persetujuan jual beli lahan, bahkan menolak keberadaan tambang.
Ketiga warga tersebut bersikukuh mempertahankan lahan mereka, karena merupakan lahan produktif, yang sudah lebih dari 30 tahun lebih diolah. Di lahan itu pula, ada banyak tanaman jambu mete, pala, pisang, yang menghidupi anak istri mereka, termasuk untuk membiayai anak-anak untuk sekolah.
ADVERTISEMENT
"Ketika lahan mereka diserobot, itu sama halnya 'membunuh' masyarakat disana. Parahnya, ketika masyarakat mengalami hal-hal seperti ini, pemerintah daerah, mulai dari aparat desa, camat, bupati, bahkan sampai Gubernur itu, sama sekali tidak berpihak ke masyarakat," ungkapnya.
Ditempat terpisah, Kepala Subdit IV, Tipidter, Ditreskrimsus Polda Sultra, Kompol Bungin, membenarkan laporan PT GKP terhadap tiga warga tersebut. Ketiganya kini sedang dalam proses pemeriksaan.
"Kami melihat dari beberapa aspek, apakah nantinya ini tercukupi unsur pasal yang kami sangkakan atau bagaimana. Sementara ini kan pemeriksaan awal dulu. Apabila menyalahi aturan undang-undang, nanti kami sampaikan lagi perkembangannya bagaimana," jelasnya.
Bungin menjelaskan, ketiga warga tersebut diperiksa soal kepemilikan lahan mereka, hasil pemeriksaan nantinya akan disampaikan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Humas PT GKP, Marlion, juga membenarkan tiga warga Wawonii. Menurut Marlion, laporan itu memang sengaja dilakukan karena ketiganya menghalangi aktivitas pembukaan lahan untuk pembuatan jalan hauling. Mereka, lanjut Marlion, menghadang ekskavator yang akan beroperasi.
"Mereka juga memasang pagar di lahan kami, memasang pipa. Berteriak-teriak mengahadang ekskavator, katanya jangan serobot. Padahal lahan itu merupakan milik kami yang sudah resmi memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), luasnya kurang lebih 800 hektar," jelasnya.
Marlion bilang, selama ini pihak perusahaan memahami keinginan warga. PT GKP, kata dia, juga tetap melakukan pendekatan secara kekeluargaan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Namun, lanjutnya, ketiga warga itu tetap bersikukuh menghalangi aktivitas perusahaan, sehingga terpaksa dilaporkan ke Polisi.
ADVERTISEMENT
---