Konten Media Partner

36 PMI Mencari Suaka di Batam: Dideportasi Usai Dipenjara 6 Bulan di Malaysia

16 September 2022 19:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
36 orang pekerja migran indonesia duduk di depan kantor DPRD Batam. Foto: Rega/kepripedia.com
zoom-in-whitePerbesar
36 orang pekerja migran indonesia duduk di depan kantor DPRD Batam. Foto: Rega/kepripedia.com
ADVERTISEMENT
Sebanyak 36 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) dideportasi dari Malaysia ke Indonesia melalui Batam. Mereka diduga melakukan pelanggaran saat berada negeri jiran itu.
ADVERTISEMENT
Mereka dipulangkan dari Pelabuhan Pasir Gudang Malaysia ke Indonesia melalui Pelabuhan Internasional Batam Center, Jumat (16/9).
"Kami baru dipulangkan dari Malaysia. Tiba di Batam tak tahu arah. Uang tidak punya, balik ke kampung mangka kami ke kantor DPRD," ungkap seorang pekerja migran, Riki.
Disebutkan, saat tiba di Batam, mereka sempat mendapatkan solusi untuk datang ke kantor DPRD Batam, dengan harapan dapat kembali ke kampung halaman.
"Rata-rata kami asal luar Kepri ada dari Jawa dan lain-lain," bebernya.
Ia menceritakan, jika pihak berwenang Malaysia menangkap karena kedapatan melanggar penyalahgunaan paspor yang seharusnya melancong, namun digunakan untuk bekerja di negara Malaysia.
"Kami dihukum 6 bulan karena melanggar imigrasi," sebut dia.
Saat berada di Malaysia, Riki bersama kawan-kawan bekerja sebagai buruh bangunan, sementara untuk perempuan bekerja sebagai pelayan restoran, asisten rumah tangga dan penjaga toko.
ADVERTISEMENT
Pekerja migran lainnya, Kumbara (34), menyebut, jika dirinya lebih lama menjalani masa hukuman karena tidak memiliki biaya untuk kembali ke Indonesia.
"Saya menjalani hukuman dua bulan di kantor polisi, di Imigrasi lebih lama, karena harusnya dua bulan, karena pernah ada tawaran dari Imigrasi Malaysia kalau mau cepat pulang suruh beli tiket sendiri, karena nggak ada uang jadi saya ikut program pemulangan," ungkapnya.
Kumbara mengatakan, kenekatannya berangkat ke Malaysia karena tidak ada pilihan lain untuk bisa membiayai keluarganya di Medan meski perbuatannya melanggar hukum.
"Saya tau itu melanggar, tapi mau gimana lagi, di kampung susah cari kerja, kalaupun ada uangnya pas pasan, kalau di Malaysia lumayan," ujar Kumbara.
Selama bekerja dirinya mendapat upah 100 ringgit setiap hari dari hasil kerjanya sebagai buruh bangunan. Pekerjaan itu ia lakoni selama tiga tahun berada di Malaysia.
ADVERTISEMENT
" Dari 100 ringgit kita bisa simpan 40 ringgit, karena sisanya buat makan buat sewa tempat dan kebutuhan lain," kata Kumbara.
Kumbara kini tidak tahu nasibnya ke depan untuk bisa menafkahi keluarganya. Bahkan Kumbara kehilangan komunikasi selama dipenjara karena telepon seluler disita oleh pihak kepolisian negara Malaysia.
"Belum tau lagi, saya hanya ingin pulang dulu. Saya juga belum tau nasib keluarga saya karena kehilangan komunikasi sampai saat ini," tuturnya.
Kini mereka berharap ada perhatian dari pihak terkait untuk dapat melanjutkan perjalanan mereka pulang ke daerah asal.