Melihat Cara Pembuatan 'Ikan Tamban Salai', Kuliner Laut Khas Kepri

Konten Media Partner
13 September 2019 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses salai (pengasapan) ikan tamban. Foto: Agus
zoom-in-whitePerbesar
Proses salai (pengasapan) ikan tamban. Foto: Agus
ADVERTISEMENT
Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), memiliki perairan laut yang begitu luas. Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil lautnya yang berlimpah. Ikan-ikan di sana pun sangat mudah ditangkap untuk dijadikan kebutuhan rumah tangga mau pun usaha lainnya.
ADVERTISEMENT
Masih banyak masyarakat di Lingga yang berprofesi sebagai nelayan. Tak heran hasil tangkapannya pun selalu diolah menjadi berbagai kuliner khas Kepri yang sudah turun-temurun, salah satunya Ikan Tamban Salai, makanan khas orang-orang Melayu.
Ikan Tamban Salai merupakan ikan tamban yang disalai atau diasapi. Kuliner tradisional ini memiliki aroma dan rasa yang begitu meresap dan berkesan di lidah. Kelezatan makanan yang sudah ada sejak zaman kejayaan timah itu membuat Ikan Tamban Salai dikenal hingga negeri jiran, Singapura.
Tamban Salai yang siap dimasak. Foto: Agas
Ketika kepripedia tiba di sebuah rumah panggung, terlihat asap sudah mengepung dapur kayu seorang wanita paruh baya. Di atas bara perapian sabut kelapa yang memerah berjejer rapi ikan-ikan tamban. Ada juga yang tergantung di atas, seperti sengaja dipamerkan.
ADVERTISEMENT
Dengan penutup kepala hijau, Zainun duduk sambil membolak-balikkan Ikan Tamban Salai yang ia asapi. Perempuan yang kerap disapa Mak Cik Zainun itu sangat mahir. Ia tampak tak lagi menghiraukan asap yang ada.
Bagi orang yang tidak biasa dikelilingi asap, melihat proses pembuatan Ikan Tamban Salai dapat membuat mata pedih hingga menangis.
Zainun sedang menyalai ikan. Foto : Agus
Zainun adalah salah seorang penjual Ikan Tamban Salai, salah satu kuliner tradisional yang ada di Pulau Mepar, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Pekerjaan ini telah ia tekuni sejak kecil, bahkan telah ada sebelum ia lahir dan menjadi warisan dari nenek moyangnya.
Ratusan bahkan ribuan ikan tamban disalai setiap harinya, makanan ini juga menjadi kesukaan masyarakat sekitar. Namun sayang, kuliner khas itu terancam tak lagi diteruskan di keluarga Zainun. Kini hanya ia sendiri yang masih menjalankan usaha turun-menurun itu.
ADVERTISEMENT
“Tinggal saya yang berjualan. Ada anak saya. Tapi, tidak terlalu menekuni. Paling hanya membantu seperlunya saja,” ujarnya.
Bara api tempat mengasap ikan tamban. Foto: Agas
Proses menyalai ikan tamban dimulai sejak pukul 10 pagi. Ikan tamban segar yang dimasak Zainun berasal dari hasil tangkapan menantunya yang kebetulan adalah seorang nelayan.
Setiap harinya, ia dapat membersihkan ribuan ekor. Sepintas, pembuatan Ikan Tamban Salai terlihat sangat mudah. Namun, jika tidak memiliki keterampilan dan kesabaran yang tinggi, Ikan Tamban Salai yang nikmat tak akan pernah didapatkan. Dibutuhkan tingkat kematangan yang pas saat memasak ikan yang hanya selebar dua jari orang dewasa itu.
Ikan tamban yang disalainya ditusuk pada bagian mata ke sebilah bambu kecil dan panjang yang mencapai sekitar satu meter. Kemudian Zainun menyusun ikan-ikan tersebut di atas bara api yang dibakar dari sabut kelapa. Satu tusuknya berisi 20 ekor ikan dan hanya dibanderol Rp 10.000 per tusuk.
ADVERTISEMENT
“Ikannya hanya diasapkan. Tidak dibakar,” terang Zainun.
Asap yang panas dari sabut kelapa mengubah warna ikan menjadi kuning kecokelatan. Membutuhkan waktu berjam-jam untuk menunggu ikan kering dan matang. Warna kuning kecokelatan itulah yang menjadi pesona dan daya pikat Ikan Tamban Salai Zainun di Pulau Mepar, Kabupaten Lingga.
Zainun pembuat Tamban Salai. Foto: Agas
Setiap harinya Ikan Tamban Salai Zainun habis terjual, pelanggannya selalu datang kembali tanpa rasa bosan. Mereka menenteng satu hingga lima tusuk ikan salai untuk dibawa pulang ke rumah dan dijadikan santapan bersama sepiring nasi hangat.
“Tiap hari ada saja yang pesan. Habis terus ini semua yang disalai. Dari pagi tu sampai petang dah habislah semua,” kata Zainun.
Ikan Tamban Salai bukan hanya bisa dinikmati bersama nasi begitu saja. Beberapa masyarakat pun suka mengolahnya menjadi masakan yang tak kalah enak, seperti Ikan Tamban Salai Asam Pedas.
ADVERTISEMENT
“Banyak yang makan dengan sambal belacan (terasi). Ada juga yang dibuat asam pedas. Kalau asam pedas, kulitnya dibuang dulu. Baru masukkan dalam bumbu asam pedas yang sudah dimasak,” katanya.
Di balik keistimewaan dan kelezatannya, Ikan Tamban Salai hanya mampu bertahan 2x24 jam alias dua hari saja. Berbeda jika dimasukkan dalam lemari es, ikan tersebut mampu bertahan hingga berhari-hari lamanya. Namun, rasanya sudah tak senikmat saat baru diangkat dari pengasapan.
Bagaimana? Penasaran bagaimana rasa Ikan Tamban Salai ala Zainun yang ada di Pulau Mepar Kabupaten Lingga, kan? Ayo siapkan waktu berlibur ke Lingga dan jangan lupa mampir ke dapur Mak Cik Zainun ini.
Selain di Mepar, Ikan Tamban Salai ini juga ada di Desa Lanjut, Pulau Singkep, tepatnya di Pesisir pulau Singkep.
Tamban yang semakin mengering. Foto : Agas
ADVERTISEMENT
Penulis: Mily
Editor: Wak JK