Konten Media Partner

Musim Menduyok Tiba, Nelayan di Kepulauan Anambas Ramai Tangkap Gurita

6 November 2021 16:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu nelayan di Anambas menunjukkan hasil tangkapannya. Foto: Milyawati/kepripedia.com.
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu nelayan di Anambas menunjukkan hasil tangkapannya. Foto: Milyawati/kepripedia.com.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah daerah maritim yang berada di utara Indonesia, yakni Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau telah dianugerahi dengan potensi yang cukup melimpah. Mulai dari kelautan dan perikanan, hingga potensi pariwisata yang sudah mendapatkan pengakuan dunia.
ADVERTISEMENT
Hasil tangkapan laut misalnya, merupakan sumber pencaharian masyarakat setempat. Sebabnya dari luas wilayah Kepulauan Anambas 46.664,14 KM2, sebesar 46.074 KM2 adalah lautan dan daratan sebesar 592,14 Km2. Terdiri dari 255 pulau, termasuk 5 pulau terluar, 26 pulau perpenghuni dan 229 pulau tidak berpenghuni. Potensi hasil laut sangat besar di sana.

Masuk Musim Nelayan Menangkap Duyok

Salah satu hasil laut yang kini tengah banyak dicari oleh nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas yakni gurita (Octopus spp.) Hewan yang hidup hampir di seluruh laut dunia. Mulai dari laut tropis di kutub utara hingga selatan.
Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama yang bermukim di kawasan pesisir pantai. Masyarakat di Anambas dan Natuna sudah banyak memanfaatkan invertebrata ini sebagai makanan. Di luar negeri, seperti Jepang, Spanyol, Italia, Filipina dan di pesisir pantai timur India, penduduknya mengkonsumsi gurita.
ADVERTISEMENT
Salah satu marga yang paling terkenal di antara kelas Cephalopoda ini, biasanya muncul pada bulan Oktober hingga Desember di Kepulauan Anambas. Jika sudah musimnya, nelayan ikan di Anambas berpindah menjadi nelayan gurita.
Hewan berlengan 8 ini begitu banyak bermunculan di perairan dangkal, sekitaran pulau. Ternyata, Dengan teknik pengolahan yang baik, gurita dapat menjadi makanan laut yang bernilai sangat mahal.
kepripedia berkesempatan bertemu dengan salah satu nelayan di Desa Nyamuk, Kecamatan Siantan Timur. Ia bernama Nazar yang merupakan nelayan ikan, yang ikut beralih mencari gurita.
Salah satu nelayan di Anambas menunjukkan hasil tangkapannya. Foto: Milyawati/kepripedia.com
Nazar mencari gurita sejak ia kecil. Namun, mulai tahun 2018 ia mulai giat menangkap gurita dengan jumlah besar. Baginya, gurita memiliki nilai ekonomis yang tinggi pada musim sekarang. Harganya semakin lama semakin naik sesuai permintaan.
ADVERTISEMENT
Hampir semua nelayan maupun masyarakat yang mahir, ikut berburu gurita. Disebabkan cuaca yang kurang bersahabat untuk turun ke laut mencari ikan. Biasanya gurita muncul sebelum musim angin utara tiba.
Nazar mengatakan masyarakat setempat di Kepulauan Anambas, menyebut gurita dengan istilah ‘Duyok’. Kegiatannya disebut ‘menduyok’. Nazar tidak tahu jelas kenapa dinamai seperti itu dari orang tua-tua dulu di sana.
Dalam Sehari ia bisa membawa pulang 25 Kg gurita. Terkadang hanya 3 atau 4 kilo saja. Mulai dari jam 5 subuh hingga 6 petang.
“Harganya tu makin lama makin naik. Dari harga empat puluh ribu, bisa menjadi lima puluh ribu perkilo. Kalau sehari dapat dua puluh lima kilo. Ya, lumayankan,” ujarnya.

Sempat Terhenti karena COVID-19

Nazar mengaku senang, untuk tahun ini hewan yang kerap juga dipanggil Octopus tersebut bisa kembali di jual kepada pengepul. Itu disebabkan dari tahun 2019 hingga 2020, tidak ada yang mau menampung karena pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Dua tahun tak ada yang mau menampung. Karena COVID-19 itu. Katanya pintu gerbang ke luar negeri ditutup Pemerintah. Jadi tidak ada yang bisa ekspor ke luar negeri gurita-gurita ini,” tambahnya.
Menduyok sebenarnya sudah dilakukan masyarakat Anambas dari dulu. Hanya saja, baru tahun 2018 ada pengepul yang mau membeli hasil tangkapan nelayan.
Gurita hasil tangkapan nelayan di Anambas. Foto: Milyawati/kepripedia.com.
Sebelumnya masyarakat hanya menangkap untuk dikonsumsi sendiri dengan cara dikeringkan ataupun diasap. Kini ada juga yang menjadikan gurita asap sebagai oleh-oleh, yang harganya berkisar Rp. 100ribu sampai Rp. 200ribu, tergantung ukuran dan beratnya.
“Dulu tu cuma disalai aja untuk makan di rumah. Ambil pun tak banyak. Karenakan tak semua orang suka. Beda dengan sekarang. Ambil banyak untuk dijual. Itu nanti gurita tu katanya di kirim ke Kalimantan baru ke negara Korea dan Jepang.” Jelas Nazar.
ADVERTISEMENT
Nazar biasanya menangkap gurita pada saat air laut surut rendah. Dengan menggunakan perahu kecil yang biasanya disebut jongkong.
Dulu Nazar hanya menggunakan tombak. Mengais di rataan terumbu yang nyaris tanpa air. Namun, kini ia lebih berinovasi yakni menggunakan umpan yang terbuat dari timah.

Cara Membuat Umpan Gurita

Bentuk umpan gurita cukup unik. Hampir mirip seperti lobster. Harganya juga sangat fantastis. Mulai dari harga Rp. 150ribu hingga Rp. 300ribu. Ada yang terbuat dari kayu yang dicampur dengan timah. Ada juga yang terbuat dari cangkang Cypraea Annulus.
Umpan yang biasa Nazar pakai, terbuat dari cangkang Cypraea Annulus. Biasanya masyarakat menyebutnya keong kucing. Itu karena bercak pada cangkangnya seperti kucing atau macan.
Umpan tersebut Nazar buat sendiri.  Bahkan ia juga mengambil upah jika ada yang butuh bantuannya. Harganya tergantung dari besar kecilnya keong tersebut dan pernak-pernik yang dipakai. Semakin besar keong, maka semakin banyak timah yang dipakai sebagai pemberat.
ADVERTISEMENT
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan umpan yakni membuat kerangka dalam keong. Kerangka tersebut dari kawat besar, dibentuk 2 kumis memanjang seperti lobster, tanduk di tengah depan dan 2 kaki di bawah.
Proses pembuatan umpan untuk menangkap gurita. Foto: Milyawati/kepripedia.com
Setelah itu, kail direkatkan di kawat-kawat tadi. Kemudian seluruh kawat dibalur dengan lem serbaguna kayu, besi, dan logam. Isi cangkang keong diisi penuh dengan timah.
Untuk semakin mempercantik warna dan menarik perhatian gurita. Lem yang sudah mengering, dicat menggunakan warna terang seperti warna kuning, merah, putih, biru dan hijau.
“Pada ujung-ujung kumis dan kaki digantungkan ujung sendok. Itu buat semacam kilauan saat dalam air. Jadi, gurita tu datang ke umpan.” jelas Nazar.
Untuk satu umpan bisa mengeluarkan modal kurang lebih Rp. 60ribu hingga Rp. 100ribu. Jika pergi menangkap gurita, setidaknya harus membawa lebih dari satu umpan.
ADVERTISEMENT
“Kadang umpan tu lepas. Kalau tak bawa yang lain. Ya, tak bisa lagi lah nak tangkap. Atau pun bawak tombak. Tangkap pakai tombak. Kalau orang tak kuat modal. Memang tak bisa nak beli umpan tu. Mahal jugakan.” terang Nazar.

Belum Ada Aturan Untuk Tangkapan Gurita

Menurut dari penjelasan salah satu staff Loka KKPN Wilayah Kerja Kabupaten Kepualauan Anambas, Domi mengatakan kegiatan penangkapan gurita sama seperti komoditas lainnya. Tata caranya diatur di Peraturan Menteri Kelautan Perikanan 18 tahun 2021.
"Terkait lokasinya hanya boleh di luar zona inti kawasan konservasi perairan." jelasnya