Media Sosial Merupakan Sesuatu yang Rumit

Patrick Ivan
Halo! Saya Patrick Ivan. saat ini, saya sedang menjalani profesi sebagai mahasiswa Jurnalistik dari Universitas Padjajaran dan juga menekuni hobby baru saya, yakni menulis. banyak hal yang saya ingin tuangkan kedalam tulisan saya. Enjoy!
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2021 17:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Patrick Ivan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi modern sebagai jalan keluar (source: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi modern sebagai jalan keluar (source: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Memahami ekosistem dunia ini merupakan hal paling rumit yang pernah saya pelajari selama hidup di muka bumi ini. Kompleksitas pemahaman akan kehidupan modern menutup kemungkinan untuk manusia dapat bersosialisasi. Ketidakstabilan telah mencerahkan kehidupan modern untuk beradaptasi dan berkembang ke arah yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Singkatnya kehidupan penuh dengan teka-teki dari setiap individu maupun kelompok insan. Setiap dari kita memiliki hal untuk menentukan makna kehidupan, definisi kehidupan itu universal. Memang realita itu membingungkan, penuh dengan hal yang klise dan rumit. Namun, saya meyakini bahwa kita harus memegang teguh prinsip mengenai kehidupan, apalagi modernitas dunia secara perlahan mendukung eksploitasi kehidupan manusia.
Penggambaran dunia modern begitu relatif dalam intensitas tingginya pengetahuan manusia. Kemunculan teori yang menjelaskan kehidupan di masa lalu telah memusatkan pada alam semesta. Segala teka-teki atas kehidupan akan muncul setelah sejarah menjelaskan kepada manusia, termasuk kehidupan modern. Bilamana, kehidupan modern akan menghapus kebenaran itu sendiri.
Kita pun percaya bahwa ada alasan tertentu dibalik segala perubahan yang terjadi pada kehidupan. Setiap dari kita membayangkan perubahan yang dilakukan oleh masyarakat modern, sama seperti awal mula kehadiran dunia ini. Mungkinkah perubahan itu akan membawa ke arah yang lebih baik lagi? Atau mungkinkah segala sesuatu yang berbau modern itu baik? Sepertinya ini masih menjadi misteri belaka.
ADVERTISEMENT
Modernisasi membangun pondasi kebenaran yang berdasarkan virtual. Segala hukum yang tercipta dari kehidupan modern berawal dari dunia maya sehingga secara perlahan dunia fisik pun harus mengikuti perubahan dari dunia maya.

Angka di Atas Segalanya

Manusia memiliki akal dan pengetahuan untuk mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Pengetahuan dijadikan sebagai blue print dalam merancang kisah mereka di dunia modern. Berbicara soal pengetahuan, segala yang ada di dunia ini juga berasal dari bahan dasar yang berasal dari alam, kita berbicara soal air, api, tanah, dan udara. Pondasi juga membutuhkan bahan baku yang tepat untuk mewujudkan segala hal yang kita inginkan.
Setiap dari kita memiliki akal universal yang dijadikan sebagai penuntun dalam kehidupan. Akal ini berasal dari dalam diri kita masing-masing. Kita menggunakan akal untuk menuntun mencari solusi dari setiap kejadian di kehidupan kita, bahkan untuk mewujudkan segala sesuatu. Persamaannya, manusia menggunakan akal dengan menuturkannya dalam perhitungan.
ADVERTISEMENT
Perhitungan memberikan jawaban atas segala teka-teki kehidupan, contohnya adalah Thales. Thales, seorang filsuf dari Miletus, pernah menghitung tinggi sebuah piramida dengan mengukur bayangannya pada saat yang tepat ketika panjang bayangannya sendiri sama dengan tinggi badannya. Ia juga pernah meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari pada 585 SM.
Berdasarkan pengalaman Thales, saya yakin bahwa perhitungan dapat menjawab segala kemustahilan yang terjadi di kehidupan. Tidak semuanya perhitungan berdasarkan angka dan simbol matematika, tetapi dapat dikaitkan dengan sebab akibat dalam pengambilan keputusan di kehidupan kita. Secara general , kita selalu memperhitungkan langkah yang kita ambil dalam kebiasaan sehari-hari.
Realitas perubahan yang terjadi sepertinya sudah diramalkan oleh nenek moyang kita. Parmenides, seorang filsuf dari Mazhab Elea, menyadari bahwa alam selalu berubah, sama seperti ekosistem kehidupan. Parmenides menyaksikan perubahan tersebut dengan indra-indranya, sama seperti kita menyaksikan kehadiran internet dan media massa sebagai modernisasi kehidupan. Visi para filsuf sudah menuntun perubahan yang kita rasakan saat ini.
ADVERTISEMENT
Kehidupan modern selalu bergantung pada perhitungan demi melancarkan segala sesuatu yang diinginkan. Angka sebagai tolak ukur kehidupan modern dengan kehadiran media sosial sebagai simbol kemajuan. Bilamana makna kehidupan itu sudah berubah, maka tujuan kehidupan itu akan berubah seiring berjalannya waktu.
Efektivitas yang dirasakan melalui bermasyarakat dan bertetangga perlahan mulai terlupakan semenjak kehadiran media sosial. Esensi dari kebersamaan itu sudah tergantikan dengan merekam semua momen tertentu lalu diunggah di laman media sosial pribadi. Tidak hanya itu saja, media sosial dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai pribadi seseorang sehingga dalam pergaulan pun jumlah pengikutnya di media sosial dijadikan sebagai persyaratan untuk memasuki komunitas tertentu.
Zaman modern mendukung kemunduran dengan menghadirkan segala tipu daya manusia di media sosial. Kita bisa melihat seseorang melakukan aksi yang merugikan sesamanya dengan melakukan penipuan yang mengatasnamakan prank, lalu terdapat seseorang yang mencari sensasi atau panjat sosial dengan menjual harga dirinya di media sosial.
ADVERTISEMENT
Pada hakikatnya manusia menyembah manusia dengan derajat yang lebih tinggi. Kita sendiri yang mengukur derajat seseorang dari angka. Manusia modern melakukan aksi kebaikan demi popularitas di media sosial dan mendapatkan penghormatan dari dunia maya. Kita bisa lihat bahwa mereka sedang mengenakan topeng di depan kamera dan di dalam media sosial sehingga saya pun tidak kaget jika sifat asli mereka terbongkar.

Anda adalah Korban

Ringkasnya, kehidupan modern yang kita rasakan seperti menonton sulap. Kita pun tahu sebenarnya telah diperdaya oleh sang pesulap. Tetapi, kita terus bertanya-tanya cara mengubah seekor kelinci menjadi seutas kain sutra. Beda dengan realita sesungguhnya, kita pun tahu bahwa dunia modern telah menyajikan beberapa hal yang negatif di media sosial. Tetapi, kita terus mempertanyakan alasan dari seseorang tersebut melakukannya.
ADVERTISEMENT
Modern merupakan hal yang kompleks. Kita termasuk bagian dari dunia modern. Kita adalah kelinci yang ditarik dari topi pesulap tersebut. Perbedaannya, sang kelinci itu tidak menyadari bahwa dirinya turut ambil bagian dalam suatu tipuan sulap, sedangkan manusia modern menyadari bahwa diri kita turut ambil bagian dalam suatu tipuan mereka.
Saya membayangkan bahwa setiap manusia lahir di setiap ujung bulu kelinci yang lembut, sedang mempertanyakan kebenaran dan keadilan di dunia modern. Semakin bertambah umur menuju kedewasaan, rasa penasaran itu semakin pudar dan mereka pun sibuk menyusup semakin dalam ke bulu tersebut. Artinya, orang dewasa lebih memilih hidup di zona nyaman sehingga tidak mau untuk mengambil risiko dalam kehidupan modern.
Bagi mereka, sebuah kritikan dianggap sesat, salah, bahkan ditertawakan. Ini menandakan pandangan Parmenides benar bahwa akalnya tidak mau menerima bahwa “sesuatu” dapat dengan tiba-tiba mengubah dirinya menjadi “sesuatu yang sama sekali berbeda”.
ADVERTISEMENT
Membutuhkan keberanian untuk maju dan mengatakannya, sebab itu berarti menyangkal seluruh perubahan yang dapat dilihat sendiri oleh setiap orang. Maka, nilai kebenaran dan moral di dunia modern yang dinantikan akan bersemi dan tumbuh kokoh akan layu pada akhirnya.