Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Bukan Picasso, tapi Mesin: Sahkah Seni Tanpa Seniman?
11 Desember 2023 10:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Keshia Zavinka Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah kita siap membuka hati dan pikiran kita terhadap kemungkinan bahwa seni yang kita kenal selama ini mungkin bergeser karena mesin?
ADVERTISEMENT
Dalam era canggih saat ini, dunia seni menyaksikan kehadiran karya tanpa seniman: seni yang lahir dari Artificial Intelligence, menghadirkan keindahan tanpa campur tangan manusia. Dalam dunia di mana algoritma komputer memiliki kemampuan untuk menghasilkan karya seni dengan beragam gaya dan genre dalam waktu sekejap.
Tanpa sadar, kita terlibat dalam revolusi yang mengundang gelombang perdebatan hebat dalam dunia seni, yang bahkan melibatkan pecinta seni, ahli teknologi, dan bahkan filosof. Pertanyaannya sederhana namun mendalam, "Apakah seni buatan komputer dapat dianggap sebagai bentuk seni yang sah?"
Meskipun kita terpesona oleh kemampuan algoritma, kita perlu memahami esensi sejati seni, mari kita bersama-sama mengeksplorasi kenapa, pada akhirnya, mungkin saja kita menemukan bahwa esensi sejati seni masih tetap menjadi sesuatu yang hanya mampu dipancarkan oleh tangan manusia.
ADVERTISEMENT
Seorang penulis, Daphne Kalotay dalam (Liz Mineo: 2023), berpendapat bahwa AI dapat meniru dengan sangat baik dan cepat belajar serta mungkin dengan mudah menulis karya-karya yang kuat dalam mode yang dikenali, dan eksperimen linguistik jika dipacu, tetapi menurutnya, yang akan terjadi adalah kekurangannya wawasan dan pengalaman sejati.
Sering dianggap bahwa nilai seni bukan hanya terletak pada hasil karya akhirnya, tetapi juga pada prosesnya, kreativitas, niat, inspirasi, gagasan serta pengalaman seniman tersebut yang ada pada setiap goresan, tulisan, melodi, ataupun konsep sebuah karya seni. Lukisan “The Starry Night” karya Van Gogh bukan populer sekadar karena keindahannya, namun karena makna emosionalnya, bagaimana seniman tersebut menuangkan pengalamannya tentang kehidupan dan dunia secara artistik pada sebuah kanvas. Itulah seni.
ADVERTISEMENT
Pencuri Berkedok Seniman
Pada akhirnya, karya AI hanyalah hasil dari kalkulasi dan analisis data. Menurut Esterillia Vanya (2023), AI tidak membuat gambarnya sendiri, melainkan memplagiat seniman yang lain. Set data yang digunakan untuk melatih AI diambil tanpa persetujuan dari seniman secara langsung. Proses pembuatan karya AI ini tentunya menimbulkan isu pelanggaran hak cipta serta etika moral.
Sebagai contoh, pada awal tahun 2023, perusahaan media visual Getty Images, mengambil tindakan hukum terhadap Stable Diffusion, sebuah perangkat buatan AI yang menciptakan karya seni yang diciptakan oleh Stability AI. Mereka membawa kasus ini ke pengadilan London karena merasa hak ciptanya dilanggar.
Menurut Giovani Dio Prasasti (2023), Getty Images mengklaim bahwa Stability AI tidak sah menggunakan dan memproses jutaan gambar dilindungi hak cipta dan informasi terkait dari Getty Images tanpa izin untuk keuntungan komersial mereka, yang merugikan para pembuat konten.
ADVERTISEMENT
Penuh Kalkulasi, Minim Kreativitas
AI, yang bergantung pada program dan data pelatihannya, dalam beberapa kasus menghasilkan karya yang serupa atau bahkan sama dengan karya manusia yang sudah ada.
Meskipun ada yang membandingkannya dengan seniman yang terinspirasi oleh karya lain, ini tidak mengesampingkan bahwa AI tidak mampu menghadirkan interpretasi pribadi, pandangan subjektif, serta kreativitas dalam menyampaikan pesan atau makna karena kurangnya pemahaman tentang konteks sosial, budaya, dan pengalaman hidup manusia.
Karya AI, indah, tapi apakah ini seni? Perlu disadari bahwa meskipun kecanggihan algoritma telah menghadirkan karya yang memukau, esensi sejati seni tidak hanya terletak pada hasil akhirnya. Kreativitas, pengalaman, dan emosi yang terpancar dalam setiap goresan atau karya seni menciptakan koneksi yang dalam antara penikmat dan pencipta.
ADVERTISEMENT
Meskipun AI dapat meniru dengan presisi yang tinggi, kekurangan dalam hal wawasan emosional, keunikan interpretasi, serta kehadiran proses kreatif dan niat yang otentik membuat seni buatan komputer tidak dapat sepenuhnya menyamai makna dan esensi yang dapat dihadirkan oleh tangan manusia dalam setiap karya seninya. Oleh karena itu, walaupun seni buatan komputer menggoda dengan kemampuannya, esensi sejati seni tetap menjadi sesuatu yang hanya mampu dipancarkan oleh tangan manusia.