Konten dari Pengguna

Ramadhan 2025: Kevin, Mualaf yang Diterima Keluarga dalam Keimanan yang Sama

Kevin Ray Djayalaras Putra
Mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto dengan jurusan Ilmu Komuikasi.
7 April 2025 8:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kevin Ray Djayalaras Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Malam itu, di Kota Banjar. Bulan Ramadhan terasa begitu tenang, penuh kedamaian, seolah menyambut perubahan besar dalam hidupku. Aku duduk di sana, di Pondok Pesantren Arriyadloh Assanusiyyah, tempat yang sering aku dengar, tapi baru kali ini aku merasakannya begitu dekat dengan hati. Bulan Ramadhan selalu datang dengan suasana yang penuh berkah, tapi malam ini rasanya berbeda. Aku sudah siap, dan dengan penuh keyakinan, aku mengucapkan dua kalimat syahadat. Kata-kata itu bukan sekadar ucapan, melainkan penutup dari perjalanan panjang pencarianku. Mereka—orang tuaku, Sandra dan Bara—sudah menunggu momen ini begitu lama, dan kini aku akhirnya bisa memberikan jawaban yang mereka impikan.
ADVERTISEMENT
Aku tumbuh dalam keluarga yang sudah lama menganut Islam, namun meskipun begitu, aku diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupku sendiri. Ada banyak pertanyaan dalam pikiranku yang berputar-putar selama bertahun-tahun. Kenapa aku harus memilih ini? Apa makna sesungguhnya dari semua ini? Namun, meskipun banyak keraguan, aku merasa hati ini semakin dekat dengan Islam seiring berjalannya waktu. Orang tuaku tidak pernah memaksaku untuk mengikuti keyakinan mereka. Mereka selalu memberikan ruang untukku berpikir dan menemukan jawabanku sendiri. Aku tahu mereka terus berdoa, berharap agar aku menemukan jalan yang tepat, tetapi mereka tak pernah memaksakan apapun.
Setiap malam, aku bisa merasakan ketulusan doa mereka, meskipun tak pernah mereka ungkapkan dengan kata-kata. Mereka selalu meyakinkan aku, bahwa seperti benih yang disemai, jika disiram dengan kasih sayang dan doa, pasti akan tumbuh. Mereka tak pernah ragu, bahkan ketika aku merasa diriku masih jauh dari keyakinan yang mereka harapkan. Aku tahu, mereka sabar menunggu saat itu tiba.
Dokumentasi Pribadi: Kevin Ray melafalkan dua kalimat syahadat dibimbing oleh Kyai Husein Mahmud (25/03/2025).
Dan malam itu, akhirnya tiba juga. Ketika aku mengucapkan syahadat, rasanya seolah seluruh dunia berhenti sejenak. Ada kedamaian yang datang begitu mendalam, seolah aku menemukan tempat yang benar-benar aku cari selama ini. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa dari mata mereka, mata orang tuaku yang penuh haru dan rasa syukur. Aku tahu, ini adalah momen yang mereka tunggu-tunggu, dan aku merasa diberkahi bisa menjadi bagian dari itu.
ADVERTISEMENT
Malam itu juga, aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa menyelimuti hati. Suasana di sekitar terasa begitu sejuk, dan aku bisa melihat betapa dalam rasa syukur yang ada pada ayahku, Bara. "Alhamdulillah, hari ini Allah SWT melengkapi keluarga kita," katanya dengan suara bergetar. Kata-kata itu sangat menyentuh hati, aku bisa merasakan kelegaan yang luar biasa. Melihat orang tuaku bahagia, itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
Ramadhan tahun ini terasa begitu berbeda. Sebelumnya, aku selalu menganggap bulan puasa hanya soal menahan lapar dan haus, namun kini aku merasakannya dengan makna yang lebih dalam. Sekarang, Ramadhan terasa penuh dengan rasa syukur yang mendalam, bukan hanya soal menahan diri, tetapi juga tentang menemukan kedamaian dalam iman yang sama dengan keluargaku. Kami semua membayangkan bagaimana Hari Raya Idul Fitri nanti akan terasa jauh lebih istimewa, karena kali ini, kami merayakannya sebagai satu kesatuan yang utuh dalam keyakinan.
Dokumentasi Pribadi: Ayah Kevin, Bara (Kedua dari kiri) turut menjadi saksi ketika Kevin melafalkan dua kalimat syahadat (25/03/2025).
ADVERTISEMENT
"Ini adalah hadiah Ramadhan terindah yang pernah kami terima," kata ibuku, Sandra, dengan senyum yang merekah di wajahnya. Aku tahu, itu adalah kalimat yang datang dari lubuk hati yang terdalam. Mereka sudah menunggu saat ini begitu lama, dan sekarang aku merasa seperti memberikan kebahagiaan yang sangat mereka impikan.
Di bawah bimbingan Kyai Husein Mahmud, seorang ulama yang sangat dihormati di pesantren ini, aku mulai memasuki babak baru dalam hidupku. Aku melafalkan kalimat tauhid dengan penuh kekhusyukan, dan suara itu menggema di seluruh penjuru pesantren. Bagi orang tuaku, ini bukan hanya tentang aku yang memulai perjalanan spiritual baru, tetapi juga tentang sebuah babak baru dalam hidup keluarga kami. Di sinilah kebersamaan kami sebagai keluarga semakin erat, dan aku merasa semakin dekat dengan mereka, bukan hanya dalam ikatan darah, tetapi juga dalam ikatan iman yang satu.
ADVERTISEMENT
Kisahku ini bukan hanya tentang aku yang menemukan hidayah, tetapi juga tentang doa yang tak pernah putus, kesabaran orang tua yang tanpa batas, dan betapa indahnya sebuah penantian yang akhirnya terbayar dengan kebahagiaan. Di Kota Banjar, di tengah berkah Ramadhan, keluargaku menemukan keutuhan yang sejati, tak hanya dalam ikatan darah, tetapi juga dalam ikatan iman yang kuat dan penuh makna.