Rumah Adat Tongkonan sebagai Simbol Pemersatu Keluarga Suku Toraja

Keyza Nuralifa Kalyana Puteri
Saya seorang mahasiswa semester 4 dengan prodi S1 Teknik Biomedis Institut Teknologi Telkom Purwokerto
Konten dari Pengguna
16 Maret 2023 5:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Keyza Nuralifa Kalyana Puteri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rumah adat tongkonan suku Toraja (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah adat tongkonan suku Toraja (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Rumah adat Toraja memiliki bentuk unik dan kental dengan budaya khas Toraja sehingga menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Selain itu, Rumah adat Toraja yang disebut rumah Tongkonan juga memiliki simbol-simbol dan filosofi tertentu bagi masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Kata “tongkon” berasal dari bahasa Toraja yang memiliki arti “duduk” atau duduk bersama. Selain sebagai tempat tinggal, Tongkonan adalah pusat kehidupan sosial budaya suku Toraja. Rumah ini menjadi tempat berlangsungnya ritual dan upacara yang melibatkan keluarga besar.
Penasaran dengan keunikan rumah adat tongkonan? Yuk simak fakta-fakta menarik dibawah ini.

Rumah Tongkonan Memiliki Atap Seperti Perahu

Atap Rumah Tongkonan menyerupai perahu (dokumen pribadi)
Atap pada rumah ini berbentuk seperti perahu dan kedua ujungnya berbentuk seperti busur. Menurut legenda Toraja, mereka datang dari utara melalui laut dan terperangkap dalam badai yang dahsyat.
Lalu, perahu mereka rusak parah sehingga tidak bisa berlaut. Sehingga mereka menggunakan perahu sebagai bentuk atap rumah mereka dan selalu menghadap ke utara.
Atap banua tongkonan berbentuk melengkung seperti perahu dengan kedua ujung atap menjulang.
ADVERTISEMENT
Sekilas bentuknya mirip dengan rumah adat bolon dari Sumatra Utara.
Bahan atapnya adalah tumpukan bilah bambu yang bagian atasnya dilapisi rumbia, alang-alang, ijuk, atau seng. Bahkan ada juga tongkonan tua yang atapnya terbuat dari batu.

Tanduk Kerbau

Tiang utama rumah Tongkonan merupakan rangkaian tanduk Kerbau (dokumen pribadi)
Pada tiang utama di bagian depan terdapat rangkaian tanduk kerbau. Tanduk-tanduk kepala kerbau disusun berjajar dari atas ke bawah.
Tanduk kerbau tersebut berasal dari pengorbanan saat upacara penguburan anggota keluarga.
Jumlah tanduk kerbau melambangkan kemampuan ekonomi sang pemilik rumah. Hal itu juga menunjukkan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut.
Semakin banyak tanduk yang terpasang, semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan.

Berpasangan dengan Alang Sura'

Tongkonan merupakan rangkaian bangunan yang terdiri atas banua sura' atau rumah yang diukir atau rumah utama dan alang sura' atau lumbung yang diukir.
ADVERTISEMENT
Keduanya dianggap sebagai pasangan suami-istri. Kadang-kadang dilengkapi dengan lumbung yang tidak berukir (lemba) dan rumah panggung dengan ruangan yang lebih luas.
Banua dan alang berperan sebagai pengganti orang tua. Banua melambangkan seorang ibu yang melindungi anak-anaknya.
Sementara itu, alang melambangkan peran ayah yang menjadi tulang punggung keluarga. Letak deretan banua dan alang saling berhadapan.
Alang berfungsi untuk menyimpan padi yang masih ada tangkainya. Tiang-tiangnya terbuat dari kayu palem (bangah) yang licin. Dengan demikian, tikus tidak dapat masuk ke dalamnya.
Pada bagian depan atas bangunan terdapat ukiran ayam dan matahari yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Di antara banua dan alang terdapat halaman memanjang yang disebut ulu ba'ba. Halaman ini biasanya dimanfaatkan untuk tempat bekerja, menjemur padi, tempat bermain anak-anak, serta menjadi ruang pengikat dan penyatu dalam kompleks.
ADVERTISEMENT
Selain itu, halaman tersebut juga menjadi tempat melangsungkan kegiatan ritual dalam upacara kematian atau pemakaman jenazah.

Menghadap ke Utara

Rumah Tongkonan selalu menghadap Ke Utara (dokumen pribadi)
Banua tongkonan selalu dibangun menghadap utara yang dihubungkan dengan arah sang pencipta, yaitu Puang Matua. Arah selatan dihubungkan dengan nenek moyang dan dunia kemudian atau puya.
Arah timur dihubungkan dengan kedewaan (deata). Sementara itu, arah barat dikenal sebagai nenek moyang yang didewakan.
Banua tongkonan dan alang biasanya dibangun secara bertahap.
Pembangunannya memiliki selisih waktu yang cukup lama. Jumlahnya menunjukkan tingkat sosial-ekonomi dari keluarga pemiliknya. Letak banua tongkonan tertua berada di ujung barat atau arah matahari tenggelam.
Diikuti banua tongkonan berikutnya secara berturut-turut ke arah timur atau arah matahari terbit.