Konten dari Pengguna

Perkembangan Industri Film Indonesia

Kezia Citra D
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
19 Oktober 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kezia Citra D tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gambar (Sumber : Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gambar (Sumber : Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film merupakan produk seni budaya yang digunakan untuk menyampaikan pesan ke audiens. Film seringkali identik dengan sifat komersial atau menguntungkan bagi pembuatnya. Terdapat proses bisnis dibalik industri film yang besar yang tidak banyak orang tau. Pada tahun 1900-an, film Amerika dan Eropa mulai memasuki wilayah Indonesia tepatnya di Jawa. Menginjak pertengahan tahun 1920-an, 13 bioskop pertama muncul di Kota Jakarta, salah satunya adalah Bioskop Metropole yang berdiri pada 1932. Bioskop tersebut menjadi salah satu produk Belanda, karena namanya diambil dari ejaan Belanda ‘Bioscoop Metropole’. Karena Pemerintah Belanda khawatir akan kedatangan film-film impor lainnya, maka Komisi Film Hindia Belanda (Dutch Indies Film Commision) mulai menerapkan sistem sensor pada tahun 1926.
ADVERTISEMENT
Film pertama yang muncul di Indonesia berjudul “Loetoeng Kasaroeng” pada 1926 tepatnya di Bandung. Film ini diproduksi oleh orang-orang Belanda, yaitu G.Kruger dan L.Heuveldrop. Film ini memiliki latar belakang tempat di Indonesia. Pada 1930-an, Pemerintah Belanda mulai bekerjasama dengan orang Indonesia dalam memproduksi sebuah film. Minat masyarakat mengenai film mulai meningkat pada saat itu, sehingga Indonesia mulai membuat film propaganda antara Indonesia dengan Pemerintah Belanda. Perusahaan produksi film Pemerintah Belanda bernama Algemeen Nederlandsch-Indisch Film (ANIF) yang berubah nama menjadi Perusahaan Film Nasional (PEN) pada tahun 1950. Tidak hanya Pemerintahan Belanda, industri perfilman Indonesia juga pernah dikuasai oleh Pemerintahan Jepang. Pada saat Pemerintahan Jepang, industri film Indonesia dipenuhi oleh propaganda dan Indonesia dilarang untuk melakukan impor film dari negara lain. Masuk ke era kemerdekaan pada orde lama (1945-1965), Kementrian Penerangan bertanggung jawab atas perfilman di Indonesia. Walaupun pada saat itu film nasional belum hidup.
ADVERTISEMENT
Pada 1950, “Darah dan Doa” menjadi film Indonesia pertama dengan pemeran orang pribumi. Film ini disutradarai oleh Usman Ismail, beliau diangkat menjadi Bapak Perfilman Indonesia. Maka tanggal 30 Maret 1950, ditetapkan sebagai Hari Film Nasional. Seiring berkembangnya teknologi di Indonesia, tepatnya pada tahun 1990, muncul film horor dengan judul “Mati Suri”. Pada saat itu industri perfilman Indonesia digempur oleh film horor sejak 1980. Sampai saat ini, industri film Indonesia masih didominasi oleh genre film horor. Para pembuat film horor tidak ada habisnya karena culture Indonesia yang sangat banyak, selain kebudayaan terdapat agama yang memiliki kepercayaannya masing-masing. Sehingga kedua hal tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal mistis. Salah satu film horor terlaris di Indonesia adalah “Vina : Sebelum 7 Hari” dengan jumlah penonton di bioskop sebanyak 5.815.492 orang. Film ini diangkat berdasarkan kisah nyata kematian Vina yang hingga saat ini belum terungkap.
ADVERTISEMENT
Maraknya film horor di Indonesia ini membawa dampak positif dan negatif. Melalui film horor ini budaya-budaya di Indonesia semakin dikenal oleh orang asing dan negara lain. Tetapi dibalik itu semua, budaya Indonesia dipandang menyeramkan, khususnya di wilayah Jawa. Karena sebagian besar film horor Indonesia berlatar belakang di Jawa. Oleh karena itu, referensi film orang Indonesia menjadi terbatas karena film horor sudah melekat di dalamnya. Menurut data yang ditemukan, terdapat dua genre lain yang memiliki potensi besar di Indonesia, yaitu komedi dan drama. Mengapa komedi, karena orang Indonesia memiliki selera humor tersendiri yang berbeda dari orang asing.
Penulis :
Kezia Citra Denanta_Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Daftar Pustaka :
R. A. Vita. N. P. Astuti. Ph. D. (2022). Buku Ajar Filmologi Kajian Film. UNY Press.
ADVERTISEMENT