Konten dari Pengguna

Manusia dan Penderitaan

Kezia Mayla Kinara
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
22 Mei 2024 14:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kezia Mayla Kinara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kita berpikir, “Mengapa harus ada kejahatan di dunia ini?” atau “Mengapa manusia harus mengalami penderitaan?”. Seringkali manusia seolah-olah menyalahkan keadaan saat diperhadapkan dengan situasi yang menyulitkan. Namun, pernahkah kita benar-benar memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut? Adakah hubungannya dengan agama yang dianut oleh manusia?
ADVERTISEMENT
Dalam teori dualisme, dibahas mengenai pertempuran antara kejahatan dan kebaikan. Dualisme sendiri didefinisikan sebagai konsep bahwa terdapat dua kekuatan atau prinsip yang saling bertentangan, yang berperan dalam mempengaruhi perilaku manusia atau keadaan dunia. Menurut penganut dualisme, hal-hal buruk terjadi pada orang-orang baik karena dunia tidak diatur sendirian oleh Tuhan yang baik, tetapi ada kuasa jahat lain. Dari sudut pandang agama secara menyeluruh, pertanyaan mengenai asal muasal adanya penderitaan di bumi adalah bahwa Tuhan mengizinkan kehendak bebas manusia. Selanjutnya, kefasikan mendorong manusia untuk cenderung menggunakan kehendak bebasnya tersebut untuk memilih kejahatan.
Ilustrasi dualisme kejahatan dan kebaikan (sumber: iStock)
Masifnya dualisme sekitar tahun 1500-100 SM membuat tiga agama monoteis besar yaitu Yahudi, Kristen, dan Muslim menyerap ide dualisme. Misalnya kepercayaan pada kekuatan jahat sebagai iblis atau setan yang dapat bertindak sendiri berperang melawan Tuhan yang baik dan menimbulkan malapetaka tanpa seizin Tuhan. Padahal, kepercayaan tersebut justru berbanding terbalik dengan prinsip monoteis.
ADVERTISEMENT
Namun, manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk percaya pada kontradiksi. Jadi, tidak mengherankan jika masih banyak orang Kristen, Muslim, dan Yahudi saleh yang percaya pada Tuhan dan iblis yang independen. Banyak dari mereka bahkan membayangkan bahwa Allah bahkan membutuhkan bantuan manusia dalam perjuangannya melawan Iblis, yang mengilhami tindakan berjihad dan perang salib.
Dari perspektif kepercayaan lain kita bisa menilik mengapa manusia tidak pernah jauh dari yang namanya “penderitaan". Siddharta Gautama sebagai tokoh utama agama Buddha melihat bahwa setiap umat manusia menderita dan mengejar kekayaan, kekuasaan, pengetahuan dan harta benda, tetapi mereka tidak pernah merasa puas. Pola perilaku dan pikiran seseorang bereaksi dengan nafsu keinginan, dan nafsu keinginan selalu melibatkan ketidakpuasan. Dalam dua kondisi yang berbeda, tentu manusia pernah merasakan bahwa ketika berada pada keterpurukan, kita mencari segala cara untuk keluar dari lubang tersebut. Sementara, ketika berada pada kenikmatan, kita berharap hal tersebut terus meningkat.
Patung Siddharta Gautama (sumber: World History Encyclopedia)
Masih pendekatan yang dapat menjelaskan mengenai keberadaan penderitaan. Akan tetapi, setidaknya ada beberapa hal yang bisa manusia lakukan untuk tidak terpuruk dalam penderitaan dan menjauhi tindak kejahatan dari sudut pandang teologis:
ADVERTISEMENT
1. Iman dan ketaqwaan
Dalam agama, menjaga keimanan dan hubungan pribadi dengan Allah dianggap sebagai pondasi yang kokoh untuk menghadapi penderitaan. Menunaikan dan menjalankan ibadah membantu umat beragama untuk tetap dekat dengan Allah dan mendapat kekuatan dalam menghadapi pencobaan.
2. Komunitas dan dukungan sosial
Dalam banyak agama, pertemuan rutin, kelompok doa, atau kegiatan bersama lain dapat membantu manusia merasa bahwa ia tidak sendiri. Sehingga, menjadi bagian dari komunitas keagamaan mampu memberi dukungan emosional dan spiritual.
3. Pembelajaran dan pemahaman
Mendalami ajaran agama dan memahami makna penderitaan serta kejahatan dari perspektif teologis dapat membantu individu menerima penderitaan sebagai bagian dari kehidupan.
4. Penyerahan diri dan kepercayaan
Dalam tradisi agama, penyerahan diri kepada kehendak dan takdir Tuhan mengajarkan umat manusia untuk meyakini bahwa Allah memiliki rencana dan pekerjaan yang terbaik baginya.
ADVERTISEMENT
Mempertanyakan penderitaan yang kita alami adalah hal yang wajar. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana supaya kita tidak terlalu larut di dalamnya sampai-sampai kita lupa untuk menjalani tugas dan tanggung jawab kita di dunia.
Referensi
Harari, Y. N. (2015). Sapiens: A Brief History of Humankind. New York, NY: HarperCollins.