Jokowi, Periode Kepemimpinannya, dan Air Mata Rakyat

KH Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah
Konten dari Pengguna
28 Februari 2022 6:44 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH Anwar Abbas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Presiden Joko Widodo. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Presiden Joko Widodo. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
(Respon terhadap gagasan memperpanjang periode kepemimpinan Presiden Jokowi)
Dunia ini tidak akan pernah selesai oleh kita sendiri. Bahkan kalau seandainya kita sudah tidak ada pun, dunia ini akan tetap ada dan akan terus berjalan dan berputar. Jadi tidak ada yang harus dicemaskan dan dirisaukan, bukankah kita sudah diingatkan oleh para pendahulu kita lewat sebuah peribahasa yang sangat terkenal di negeri ini yang berbunyi mati satu tumbuh seribu. Tapi ini pulalah yang sering kita lupakan, padahal guru-guru kita telah menjejali kita dengan peribahasa tersebut sejak dari sekolah dasar. Sebagai contoh, di masa orde lama orang melihat bagaimana hebatnya Soekarno sebagai presiden, sehingga ada orang yang berpandangan, bagaimanakah jadinya Indonesia tanpa dia, tentu negeri ini akan kacau balau.
ADVERTISEMENT
Tapi kemudian apa yang terjadi, PKI melakukan tindak tidak terpuji dengan membunuh para jenderal sehingga tampillah Soeharto menjadi pemimpin. Padahal Soeharto di kalangan elite waktu itu boleh dikatakan anak bawang alias belum ada apa-apanya. Tapi apa yang terjadi? Beliau berhasil dan sukses menurunkan inflasi yang waktu itu sudah sangat tinggi, sehingga beliau bisa membuat ekonomi masyarakat semakin baik dan membaik. Bahkan beliau pernah diberi penghargaan oleh dunia internasional karena berhasil membuat negerinya berswasembada dalam bidang pangan.
Melihat begitu berhasilnya Pak Harto membangun ekonomi lewat kebijakan trickle down effect dan menciptakan stabilitas politik lewat kebijakan security approachnya, sehingga ketika itu muncul lagi orang yang cemas, di mana mereka khawatir akan nasib bangsa ini kalau bangsa ini tidak dipimpin oleh Soeharto, sehingga sekumpulan para politisi dan petinggi di negeri ini waktu itu datang membujuk dan merayu Pak Harto agar beliau tetap mau maju dalam sidang umum MPR berikutnya dengan mengatakan bahwa rakyat masih sangat membutuhkan bapak, padahal Pak Harto waktu itu sudah benar-benar ingin mundur dan sudah ingin beristirahat. Tapi karena rayuan maut serta mulut manis dari mereka-mereka tersebut akhirnya Pak Harto menyatakan diri bersedia untuk maju lagi sehingga beliau kembali terpilih menjadi presiden untuk kesekian kalinya.
ADVERTISEMENT
Tapi kemudian apa yang terjadi? Kelompok masyarakat yang sudah bosan dan kecewa serta menginginkan adanya perubahan turun ke jalan, mula-mula jumlahnya sedikit, tetapi akhirnya berubah menjadi seperti bola salju yaitu semakin membesar dan membesar. Awal-awalnya mereka turun berdemonstrasi mengkritik pemerintah karena melihat tingginya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau yang lebih dikenal dengan KKN yang dilakukan oleh para aparat pemerintah dan kroni-kroninya, tapi akhirnya karena gerakan dan kelompok yang mendesakkan perubahan tersebut semakin membesar dan menguat sehingga kita lihat di monas dan di depan istana penuh dengan orang bagaikan lautan manusia, kemudian mereka bergerak ke gedung MPR-DPR, di mana akhirnya para mahasiswa dan rakyat secara bersama-sama berhasil merebut dan menduduki gedung tersebut, sehingga mereka tidak lagi hanya meminta bagaimana pemerintah supaya bisa memberantas praktik KKN, tapi menuntut dengan keras supaya presiden turun dan mundur dari jabatan dan kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat situasi seperti itu para tokoh yang tadinya membujuk dan memuji-muji Pak Harto tersebut, secara bersama-sama pada balik kanan dan meminta Pak Harto untuk turun dan mundur. Sebenarnya secara teoritis kalau Pak Harto di kala itu tetap ngotot dan memaksakan keinginannya untuk mempertahankan kekuasaannya tentu masih bisa dengan cara memberangus kekuatan-kekuatan yang melawan dirinya tersebut dengan mengerahkan polisi dan tentara yang ketika itu secara penuh masih berada di bawah kendali beliau. Tetapi Pak Harto tidak melakukan hal tersebut karena beliau tidak mau akan ada darah yang berserakan di mana-mana karena banyak rakyatnya yang terluka dan mati oleh hantaman peluru-peluru panas yang ditembakkan kepada para pendemo, serta menangkapi tokoh-tokoh yang berada di belakang gerakan yang akan menjatuhkannya tersebut. Tapi apa yang dilakukan Soeharto? Beliau lebih memilih mundur dan menyerahkan kekuasaannya kepada Pak Habibie sebagai Wakil Presiden, karena memang demikianlah ketentuan konstitusinya.
ADVERTISEMENT
Sehingga tampillah Habibie menjadi Presiden. Pak Habibie berhasil menstabilkan kembali nilai tukar rupiah yang tadinya anjlok luar biasa. Tapi karena laporan pertanggung jawaban beliau ditolak oleh sidang umum MPR maka beliau memutuskan diri untuk tidak maju lagi dalam pemilihan presiden, lalu tampillah Gus Dur sebagai presiden. Siapa yang mengira Gus Dur akan bisa menjadi presiden, tapi rakyat sepakat untuk memilih beliau walaupun akhirnya beliau oleh SU MPR juga dijatuhkan dan diganti oleh Megawati. Kemudian lewat pilpres yang langsung dipilih oleh rakyat Megawati digantikan oleh SBY.
Sebenarnya dukungan kepada SBY sampai periode kedua kepemimpinannya masih sangat kuat karena kepemimpinan beliau dikenal sejuk dan berhasil sehingga beliau dicintai oleh sebagian besar rakyatnya. Tapi bagaimanapun juga beliau harus turun karena tuntutan dan ketentuan konstitusi demikian karena beliau sudah dua periode, padahal kalau beliau masih mau dan mendorong koalisinya untuk mengamandemen konstitusi agar masa kepresidenan bisa tiga periode tentu saja akan bisa, karena suara yang akan mendukung SBY di MPR kalau dilakukan voting tentu diperkirakan akan pasti menang. Tapi SBY tidak melakukan itu, karena beliau tahu dan menghormati konstitusi, lalu terpilihlah Pak Jokowi sebagai presiden.
ADVERTISEMENT
Dan sekarang Pak Jokowi sudah memimpin dua periode yang akan berakhir tahun 2024. Tapi muncul lagi fenomena seperti di masa orde baru, di mana para politisi dan para petinggi di negeri ini sudah mulai pula menyuarakan untuk memperpanjang periode kepemimpinan Pak Jokowi, karena rakyat kata mereka masih memerlukan kepemimpinan beliau. Padahal Pak Jokowi sendiri juga sudah menyatakan dengan tegas menolak rencana tiga periode atau tambah masa jabatan Presiden. Hal itu beliau jelaskan dan tegaskan dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di istana kepresidenan pada hari rabu tanggal 15 September 2021. Untuk itu sebagai rakyat kita semua harus sadar bahwa sejarah itu bisa berulang dan kita tentu saja tidak mau hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi pada bangsa dan orang yang kita cintai.
ADVERTISEMENT
Untuk itu kita merasa perlu mengingatkan dan mengimbau masyarakat luas agar ingat sejarah karena sejarah itu punya hukum besi, di mana dia akan berulang kalau situasi dan kondisi serupa juga terulang, apalagi saat ini masyarakat juga sudah mencium bau busuk tentang praktik KKN yang luar biasa. Bahkan orang seperti Mahfud MD mengatakan bahwa praktik korupsi hari ini jauh lebih dahsyat dari zaman orde baru, karena di zaman orde baru boleh dikatakan korupsi itu hanya ada di lembaga eksekutif, tapi hari ini kata beliau sudah menjalar ke lembaga legislatif dan yudikatif. Saya rasa Mahfud MD hanya menyampaikan apa yang ada dan apa adanya. Semua rakyat juga sudah tahu hal demikian karena di era digital ini rakyat sudah pada melek dan tidak lagi bisa dibohongi karena lewat informasi yang ada yang bisa mereka akses mereka sudah tahu tentang apa yang sedang terjadi di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kepada para politisi yang masih punya moral dan hati nurani janganlah kalian tega menjerumuskan Pak Jokowi kepada hal-hal yang tidak kita inginkan. Biarkanlah beliau mengakhiri masa jabatannya dengan husnul khotimah karena memang sudah habis waktu bagi beliau untuk memimpin negeri ini sesuai dengan ketentuan konstitusi yang ada yaitu dua periode. Kalau seandainya dukungan kepada beliau masih sangat besar itu harus kita syukuri sehingga beliau bisa turun dari jabatannya dengan terhormat dan disambut dengan derai air mata oleh rakyatnya yang menangis karena sedih akan berpisah dengan pemimpin yang dicintainya. Untuk itu hal ini hendaknya benar-benar menjadi perhatian kita bersama sebagai anak negeri yang memang cinta dan sayang kepada bangsa dan negaranya dengan sepenuh hati dan dengan seluruh jiwa raganya. Terima kasih.
ADVERTISEMENT
Anwar Abbas
1. Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan
2. Wakil Ketua Umum MUI dan
3. Ketua PP Muhammadiyah.