Konten dari Pengguna

Prabowo Subianto, Kesenjangan Sosial Ekonomi, dan Affirmative Action

KH Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah
14 Oktober 2024 8:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH Anwar Abbas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prabowo Subianto dalam Rapimnas Partai Gerindra 2024, Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Bogor, 30 Agustus 2024. Foto: Instagram/@prabowo
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto dalam Rapimnas Partai Gerindra 2024, Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Bogor, 30 Agustus 2024. Foto: Instagram/@prabowo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto akan dilantik sebagai presiden. Prabowo dilantik saat daya beli masyarakat melemah dan proporsi kelas menengah di negeri ini turun secara signifikan dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah di antaranya dengan meningkatkan peran dunia perbankan lewat pengucuran kredit/pembiayaan bagi mendorong tumbuhnya investasi, tersedianya lapangan kerja dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, diperlukan adanya affirmative action dari pihak pemerintah dan dunia perbankan. Sebab, selama ini jumlah kredit/pembiayaan yang dikucurkan oleh dunia perbankan kepada UMKM pada tahun 2024 baru pada angka 20 persen dari total kredit/pembiayaan.
Padahal jumlah pelaku UMKM sekitar 64,2 juta atau 99,99 persen dari total pelaku usaha yang ada. Sementara usaha besar yang jumlah pelakunya hanya 0,01 persen atau 5.550, mendapat 80 persen dari total kredit/pembiayaan yang ada.
Hal ini tentu sangat tidak kita harapkan, apalagi kita punya mimpi untuk menjadi negara maju. Untuk itu kita berharap kepada pemerintahan Prabowo, agar dapat meningkatkan persentase kredit/pembiayaan kepada UMKM ini secara lebih signifikan lagi misalnya mencapai angka sekurang-kurangnya 50-60 persen dari total kredit/pembiayaan yang disalurkan.
ADVERTISEMENT
Bila ini bisa terjadi, maka pengelompokan pelaku usaha di negeri ini bisa seperti di Singapura--di mana tidak ada lagi kelompok usaha mikronya karena mereka sudah naik kelas ke kelompok usaha kecil dan menengah.
Diharapkan struktur dan bentuk dunia usaha kita akan berubah dari yang tadinya seperti piramid menjadi seperti belah ketupat, di mana usaha kelas atas sekitar 2 persen, menengah 95 persen dan kelas bawah 3 persen.
Dengan demikian diharapkan kesenjangan dan perbedaan sosial ekonomi yang terjadi selama ini, terutama antara penduduk asli dan non penduduk asli akan bisa dipersempit sehingga diharapkan rekatan batin di antara sesama warga bangsa akan semakin baik dan kuat.
Hal demikian tentu saja sangat diperlukan sebab dengan persatuan dan kesatuan, itulah kita akan dapat menggapai cita-cita kita bagi terwujudnya negeri ini menjadi negeri yang maju dan berkeadilan--di mana rakyatnya hidup dengan aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia.
ADVERTISEMENT