Konten dari Pengguna

YPTYHB: Kisah Ayah, Anak dan Cinta Segitiga dalam Balutan Budaya Jawa

Khalil Ahmad
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret
22 Oktober 2023 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khalil Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dan Kutipan (sumber: Crow Bird Outdoors/Canva Free Images)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dan Kutipan (sumber: Crow Bird Outdoors/Canva Free Images)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Judul Film: Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti
Produksi: Falcon Pictures
ADVERTISEMENT
Sutradara: Herwin Novianto
Produser: Frederica
Penulis: Gunawan Raharja dan Herwin Novianto
Durasi: 85 Menit
Tanggal Rilis: 18 Agustus 2023 (KlikFilm)
Bak kata pepatah “Patah tumbuh, hilang berganti” bahwa sesuatu yang hilang, niscaya akan ada penggantinya, Hal serupalah yang menjadi ihwal Herwin Novianto dalam merangkai film yang berjudul Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti. Judul tersebut diilhami oleh puisi Chairil Anwar “Sang Bintang Jalang” dunia puisi Indonesia yang sesudahnya dipadukan dengan musikalisasi puisi nan ciamik oleh Banda Neira.
Cerita tentang kultur jawa yang dikombinasikan dengan cinta segitiga kiranya menjadi sesuatu yang segar bagi dunia sinema Indonesia. Dengan berlatar tempat di Kota Surakarta menjadi nilai tambah bagi kesan drama tradisional pada film ini. Hal tersebut juga didukung dengan peran para aktor senior seperti Indro Warkop, Clara Bernadeth dan Donny Damara. Apalagi, ini menjadi pengalaman perdana bagi Indro Warkop yang biasanya berkecimpung dalam film bergenre komedi. Namun, kini harus berlakon dalam film bertajuk drama.
ADVERTISEMENT
Kembalinya Ayah Yang Terlupakan
Ilustrasi (sumber: Liane Metzler/Unsplash)
Film ini diawali oleh kisah Yasmin (Clara Bernadeth) yang usai menuntaskan studinya di Singapura, lalu memiliki keinginan untuk mengembangkan penginapan tradisional milik pakdhenya, Darto (Donny Damara) di daerah Laweyan, Surakarta. Alur cerita berjalan lambat dan singkatnya, Hardiman (Indro Warkop), sosok ayah yang selama ini menghilang sekian lama, tampil kembali di hadapan Yasmin. Hardiman terkena penyakit lupa ingatan (demensia) dan Yasmin, anak tunggalnya, adalah satu-satunya anggota keluarga yang tersisa untuk merawatnya.
Munculnya Hardiman tak lantas membuat Yasmin bahagia, ia masih memiliki goresan luka di hatinya sebab anggapan bahwa ayahnya pergi meninggalkan Yasmin dan ibunya secara tiba-tiba saat Yasmin masih belia. Perihal itulah yang menjadi sebuah kegundahan bagi Yasmin. Keterpisahan fisik dengan Hardiman selama bertahun-tahun telah membuatnya merasa jauh secara emosional dengannya.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa hari setelah kedatangan Hardiman, Yasmin justru menunjukkan perasaan kesal dan dilema. Darto yang sadar akan hal tersebut, lantas berupaya menjembatani komunikasi antara Yasmin dengan Hardiman. Tetapi, saat momen seperti itulah, kita bisa menyadari secuil tanda bahwa Hardiman selalu menunjukkan respons yang tidak biasa saat berinteraksi dengan Darto, agaknya seperti ada sesuatu yang tersembunyi dalam benak Darto.
Pewayangan Menjadi Kunci
Ilustrasi Wayang (Sumber: pikisuperstar/Freepik)
Film besutan Herwin ini kemudian membawa penonton kepada hubungan antara realitas yang dihadapi mereka bertiga dengan dunia pewayangan. Kita disajikan dengan gambaran Hardiman yang saat mudanya merupakan penari populer dalam Wayang Orang Langen Budoyo. Meskipun mengalami kepikunan, ternyata ia masih mampu mempertahankan identitas karakter Gatotkaca, pahlawan utama dalam cerita Mahabarata yang pernah ia perankan.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, sosok Yasmin seolah-olah menjalani peran karakter Pregiwa yang sering diperankan oleh ibunya yang telah tiada. Di sisi lain, Darto adalah seorang spesialis dalam peran karakter minor dalam pertunjukan wayang orang. Dia adalah tokoh yang sering diabaikan, dianggap tak berharga, dan terpinggirkan. Babak demi babak, interaksi antara ketiganya pun semakin kuat. Darto tetap menjadi sosok yang terpinggirkan, terutama ketika bersua dengan Hardiman. Tetapi, seiring waktu interaksi, hubungan antara Yasmin dan Hardiman mulai membaik.
Pernyataan Herwin seakan diwujudkan dalam bagian ini, seiring dengan kalimat pembuka judul yang menyatakan bahwa yang patah akan tumbuh lagi. Melalui interaksi yang semakin kuat, kasih sayang dan hubungan lama yang terputus dapat pulih kembali. Seperti itulah Yasmin memupuk kembali empati kepada sosok ayahnya. Hingga akhirnya, jalan cerita film ini berubah secara dramatis di akhirnya, dengan mengungkapkan hubungan yang sebenarnya antara Yasmin, Hardiman, dan Darto.
ADVERTISEMENT
Visual Sederhana, Namun Tetap Memukau
Ilustrasi Sederhana (Sumber: Mufid Majnun/Unsplash)
Secara garis besar, film ini tetap sederhana dalam hal aspek visualnya. Hanya ada beberapa sudut pandang gambar yang mengisyaratkan clue-clue kecil, flashback yang terbatas, elemen-elemen yang kental tradisionalnya, begitu juga dengan busana yang dikenakan. Di beberapa adegan, kehadiran elemen musik dalam film ini terasa mengganggu karena mendominasi dialog yang seharusnya lebih menonjol, dan terkadang tidak selaras dengan tingkat emosi yang dialami dan dirasakan oleh penonton. Padahal, musik dalam genre drama biasanya menjadi daya tarik yang sangat efektif bagi emosional penonton.
Pertunjukkan transisi yang disajikan oleh Herwin bisa dikatakan cukup berhasil yang berlangsung dengan tempo yang pelan, namun menyajikan puncak yang mendalam di akhir. Herwin Novianto dapat dianggap berhasil memberikan kepada kita sebuah film dengan kesimpulan yang kuat. Semua elemen yang dia bawa, diksi pewayangan, alur cerita yang terstruktur, dan pengungkapan dramatis di plot akhir cerita mampu terkorelasi dengan baik. Namun, bagi penonton kasual, pola cerita Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti dapat menjadi suatu hal yang monoton. Rasanya cerita yang disajikan begitu simplisistik bagi penonton.
ADVERTISEMENT
Selain itu, suasana yang hangat dan tradisional, clue-clue kecil serta alur yang lambat membuat kesan film ini begitu sederhana. Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti berupaya menyampaikan pesan-pesan hangat antara hubungan anak perempuan dengan seorang ayah. Meskipun film ini tidak spektakuler, namun karya Herwin Novianto patut diapresiasi karena cukup berani mengambil sudut pandang budaya tradisional dalam karyanya.
Rating: 4,1/5