Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pemuja Paket Data dan Kebutuhan yang Lebih Mendesak
20 Agustus 2022 15:21 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Khairul anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Lebih baik tidak makan daripada tidak punya kuota,” kata seseorang.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, paket data atau kuota internet telah menjadi kebutuhan primer bagi kebanyakan orang. Kuota internet bak seperti sebuah benda yang hukumnya wajib dimiliki kapan dan dimanapun orang berada. Artinya, tanpa kuota internet, orang-orang akan resah, tak berdaya, dan merasa hidup tak berguna.
Andai ada pertanyaan, lebih penting mana? Beli kuota internet atau beli makan? Orang-orang, khususnya generasi muda yang dalam hidupnya selalu bergantung dengan internet, tentu akan menjawab dengan enteng bahwa kuota internet lebih penting daripada makan. Tidak hanya lebih penting daripada makan, kuota internet dinilai sebagian orang juga amat vital dari segala apa pun.
Beberapa hari lalu saya sempat membaca status Facebook guru saya yang intinya mengkritik orang-orang yang lebih memilih menggunakan uangnya untuk beli kuota internet daripada untuk keperluan lainnya, yang itu juga tidak kalah esensialnya. Keperluan-keperluan lain yang dimaksud salah satunya adalah kepentingan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Kuota internet, menurut guru saya itu, menjadi kebutuhan nomor satu. Sedangkan hal-hal lain yang juga tidak kalah pentingnya menjadi nomor sekian. Misalnya, pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sekolah sore. Banyak orang tua yang menunda-nunda pembayaran uang SPP sekolah sore, tapi di sisi lain mereka bisa beli kuota internet. Padahal harga kuota internet dengan uang SPP sekolah sore per bulannya tidak jauh berbeda. Bahkan, harga kuota internet bisa lebih mahal tergantung besaran berapa GB-nya.
Katakanlah, besaran uang SPP sekolah sore adalah Rp 25 ribu per bulan. Lalu nominal yang sama juga berlaku untuk harga kuota internet Indosat sebesar 4 GB, misalnya. Bagi orang yang sudah telanjur kecanduan smartphone, eh kuota internet maksudnya, akan lebih mendahulukan membeli kuota internet, alih-alih mendahulukan membayar uang sekolah sore. Bayar SPP sekolah sore masih bisa ditunda pekan depan, bahkan bulan depan, tapi beli kuota internet tak bisa ditunda meski itu hanya satu hari.
ADVERTISEMENT
Kasus orang-orang yang menunda pembayaran uang SPP sekolah sore, padahal di sisi lain, bisa membeli kuota internet dengan mudahnya, menandakan satu hal bahwa kebutuhan akan kuota internet lebih vital daripada kebutuhan lainnya.
Salah seorang teman saya juga pernah mengatakan bahwa anak muda zaman sekarang akan merasa lebih galau kalau tak punya kuota internet. Kegalauan itu semakin parah tatkala para anak muda tak punya uang untuk membeli kuota internet. Maka, dengan segala cara, para pemuda itu berusaha untuk tetap eksis bermedia sosial meski tak punya kuota, yakni dengan meminta tethering internet kepada temannya, atau mencari WIFI gratis.
Di zaman yang serba digital ini orang-orang sudah mempercayakan kuota internet sebagai sesuatu yang bisa membuatnya bahagia sekalipun ia merasa kelaparan. Hati dan pikirannya sudah terikat dengan sesuatu yang tak berwujud secara fisik tersebut. Meskipun kuota internet tak berwujud dalam bentuk fisik, kehadirannya sangat bisa dirasakan.
ADVERTISEMENT
Saya menyamakan kuota internet ini mirip seperti rokok, yang bisa bikin kecanduan. Baik rokok dan kuota internet adalah dua hal pokok bagi sebagian orang. Sehari atau bahkan satu jam saja tak bersentuhan dengan salah satunya, bisa sebabkan perasaan gelisah. Kebetulan saya punya teman yang dia perokok berat. Dalam sehari, dia mengaku bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Artinya, ada sekitar 20-25 batang rokok yang ia tuntaskan setiap harinya. Teman saya itu mengaku, dalam satu jamnya pasti ada rokok yang dia isap.
Teman saya itu mungkin hanya satu dari sekian banyak orang di dunia ini yang tergila-gila dengan rokok. Bahkan, kebutuhan akan rokok ini mengalahkan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Lebih parahnya lagi banyak orang tua di Indonesia yang lebih mementingkan membeli rokok daripada membeli makanan yang bergizi untuk anak-anaknya. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 memperlihatkan fakta bahwa, pengeluaran tertinggi nomor 2 para keluarga di Indonesia yakni untuk belanja rokok yang mencapai 10 sampai 12 persen.
ADVERTISEMENT
Kini, di era digital, ketagihan terhadap rokok itu telah digantikan dengan kecanduan terhadap kuota internet, meski hobi dalam merokok bagi sebagian orang masih terus berlangsung hingga sekarang. Kuota internet dan rokok sama-sama memberikan efek bahagia dan keranjingan.
Berbekal kuota internet, orang-orang dapat berselancar di dunia maya tanpa kenal lelah. Berdasarkan hasil survei internet Indonesia tahun 2021-2022 dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), orang Indonesia banyak yang menggunakan internet. Berdasarkan survei terbaru itu, pengguna internet di Indonesia berjumlah 210.026.769 orang dari total jumlah penduduk Indonesia tahun 2021 272.682.600 jiwa.
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas orang Indonesia bukan lah orang yang gagap teknologi. Minimal pernah menggunakan internet, meski hanya sekali atau dua kali. Juga tak heran, jika melihat data tersebut, kebutuhan akan kuota internet menjadi amat penting.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri tidak menafikan hal tersebut. Kuota internet bagi saya sangat penting. Jika wifi di rumah saya error cukup lama, maka kuota internet menjadi alternatif agar tetap bisa internetan. Dengan bantuan internet, mulai dari hal yang paling kecil hingga yang cukup rumit semua dapat dikendalikan dan dikerjakan.
Ruang-ruang manusia saat ini tidak dinafikan lagi memang banyak dikendalikan oleh internet. Semua serba online. Mulai dari memesan makanan hingga mendaftarkan pasien berobat ke rumah sakit, bisa diakses lewat dunia maya. Kemudahan dan kepraktisan itulah yang menjadi salah satu faktor kenapa orang mendewakan kuota internet.
Kendati demikian, meski kuota internet menjadi sesuatu yang amat vital, tapi jika ada keperluan yang lebih hakiki, daripada sekadar beli kuota internet, maka lebih baik dahulukan kebutuhan tersebut (biaya berobat, misalnya).
ADVERTISEMENT
Saya kasih gambaran begini, ada seorang ibu rumah tangga yang hidup hanya bersama anaknya yang kecil. Ibu itu punya handphone layar sentuh yang berharga paling murah, tapi di sisi lain, ia sedang tak ada kuota internet, dan di sisi lainnya sang anak sangat kelaparan karena seharian tidak makan, sedangkan sang ibu hanya punya uang saat itu juga Rp 20 ribu.
Keputusan terbaik yang bisa diambil oleh ibu tersebut adalah membelikan anaknya makan dengan uang Rp 20 ribu tersebut. Tak masalah tak punya kuota internet, asalkan sang anak tidak sakit. Itu jauh lebih manfaat daripada memaksakan diri membeli kuota internet, untuk dapat eksis di media sosial, dapat chatting-an dengan temannya, atau membaca berita online, tapi sang anak malah jatuh sakit tak berdaya.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, janganlah terlalu memuja kuota internet, ketika orang terdekat kita, bahkan kita sendiri, kelaparan hingga telat bayar uang sekolah.