Konten dari Pengguna

Ramadan, Konsumsi Masyarakat, dan Ekonomi Kerakyatan

Khairul anwar
Penikmat Teh Hangat di Pagi Hari. Pernah Belajar di UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan
9 April 2022 17:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khairul anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/photo/woman-in-wearing-a-headscarf-holding-a-ceramic-cup-7249720/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/photo/woman-in-wearing-a-headscarf-holding-a-ceramic-cup-7249720/
ADVERTISEMENT
Saat ini umat muslim di seluruh dunia sedang menjalankan ibadah di bulan yang penuh berkah ini. Sebagaimana kita tahu bahwa bulan Ramadan memiliki kelebihan dibanding bulan-bulan lain, seperti pahala berlipat ganda bagi yang beramal saleh hingga sisi unik bulan Ramadan itu sendiri, mulai dari tradisi tomprekan (cara bangunkan orang sahur) hingga geliat ekonomi rakyat.
ADVERTISEMENT
Ya, bulan Ramadan tidak hanya soal ibadah saja, tapi di bulan ini juga tentang ekonomi kerakyatan. Berkahnya bukan saja menjadi milik umat Islam yang menjalankan aktivitas ibadah puasa, sholat tarawih, membaca Al-quran dan lain-lain, tapi memberi berkah juga bagi perekonomian rakyat. Inilah salah satu ciri khas yang ada di bulan Ramadan.
Ekonomi kerakyatan sendiri adalah sistem ekonomi tradisional yang dilakukan masyarakat lokal untuk mempertahankan hidupnya. Masyarakat lokal di sini maksudnya adalah masyarakat dengan aktivitas ekonomi sederhana seperti pedagang kecil dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Para pedagang kecil dan pelaku UMKM akan merasakan dampak positif dari hadirnya bulan suci Ramadan. Sebab, secara umum, tingkat konsumsi masyarakat muslim di bulan Ramadan cenderung meningkat dibandingkan bulan-bulan lain.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan tentunya akan menyebabkan produksi juga meningkat pula. Yang menjadi pertanyaan kemudian mengapa tingkat konsumsi masyarakat malah meningkat? Padahal semestinya di bulan penuh rahmat ini, masyarakat muslim mengurangi kuantitas konsumsi, karena mereka hanya makan besar (nasi) sebanyak dua kali sehari (saat berbuka dan sahur). Berbeda halnya dengan hari-hari biasa yang makan sampai tiga kali sehari.
Meskipun kebanyakan orang makan besar hanya dua kali sehari selama Ramadan, tapi tingkat konsumsi mereka meningkat karena, selain makan nasi, orang-orang juga melahap jenis-jenis makanan yang lain. Orang-orang seolah terjebak ingin balas dendam karena seharian mereka harus merasakan rasa lapar dan haus. Maka tak heran, waktu sore hari jelang berbuka puasa, orang-orang akan mencari ‘sesajen’ untuk disantap ketika adzan maghrib berkumandang.
ADVERTISEMENT
Tidak semua orang memang, tapi kebanyakan dari mereka merasa perlu makan cemilan jenis-jenis tertentu sebagai pembatal puasa. Misalnya saja makanan jenis kue-kue kering, kurma, buah-buahan, hingga gorengan. Dan tak ketinggalan, kolak – yang selalu menjadi primadona tatkala Ramadan tiba. Nah, setelah makan cemilan, orang-orang akan melanjutkannya dengan makan besar, dalam hal ini adalah nasi dengan segala lauk pauknya.
Orang-orang dengan pendapatan yang cukup sampai yang tinggi pasti akan membeli lauk-pauk yang lebih enak dan mahal daripada saat membeli lauk-pauk di hari-hari biasa. Sajian di meja makan, selama Ramadan, bagi orang-orang dengan kondisi finansial memadai, tentu harus istimewa. Hal ini karena, sekali lagi balas dendam atas apa yang mereka alami selama kurang lebih 13 jam, yakni menahan haus dan lapar serta juga menahan nafsu dari godaan duniawi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat muslim meningkat di bulan Ramadan juga dipengaruhi oleh banyaknya orang-orang menggelar acara buka puasa bersama dan sahur bersama. Mereka mengundang anak-anak yatim atau para kerabat untuk berbuka puasa bersama. Saat buka puasa bersama atau sahur bersama, biasanya disajikan berbagai macam makanan dan minuman. Tidak cuma satu jenis makanan saja.
Konsumsi selama Ramadan tidak sekadar tentang makanan dan minuman, tapi juga soal sandang atau bahan pakaian. Kebutuhan untuk beribadah, seperti sajadah, sarung, peci, tasbih, mukena, dan baju koko, tentu sangat dibutuhkan masyarakat muslim. Orang-orang akan berburu barang-barang tersebut, sehingga menyebabkan produksi akan barang-barang tersebut juga meningkat. Busana muslim dan perlengkapan sholat tak dimungkiri adalah produk yang,paling dicari menjelang atau selama Ramadan.
ADVERTISEMENT
Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi selama bulan Ramadan berimbas pada ekonomi masyarakat. Banyak orang yang kemudian mencoba mengais rezeki di bulan Ramadan dengan menjual berbagai jenis makanan dan minuman tertentu. Kita bisa lihat sendiri di banyak tempat, seperti di jalan utama menuju sebuah desa, di pasar atau di alun-alun, banyak pedagang kecil yang berjualan menjelang waktu berbuka puasa.
Para pedagang umumnya menyediakan makanan/minuman ringan sebagai takjil, seperti gorengan, kue, kolak, bubur, aneka manisan hingga berbagai jenis minuman. Berbagai jenis makanan dan minuman tersebut akan diburu oleh masyarakat sebagai hidangan yang harus ada di meja makan, baik disantap saat berbuka atau setelah sholat tarawih. Tradisi berburu takjil masyarakat Indonesia adalah rezeki bagi para pedagang. Baik itu pedagang yang sudah lama berjualan, atau pedagang musiman yang hanya berjualan saat bulan Ramadan.
ADVERTISEMENT
Selama Ramadan, para pedagang lah yang akan mendapatkan keuntungan dari masyarakat yang karena selera konsumtifnya meningkat pesat. Meskipun berjualan produk yang sama, akan tetapi rezeki tak kan pernah tertukar. Sebab, Allah lah yang mengatur rezeki hambanya. Keberkahan bagi para pedagang akan mengalir selama satu bulan penuh, puncaknya adalah saat menjelang hari raya Idul Fitri, di mana masyarakat muslim akan berlomba-lomba membeli berbagai kebutuhan, baik sandang dan pangan untuk menyambut datangnya hari istimewa bagi agama Islam tersebut.
Apalagi tren konsumsi masyarakat, menjelang hari raya idul fitri, biasanya memang akan terus bergerak meningkat, karena seiring juga dengan adanya tunjangan hari raya (THR) yang diterima hampir seluruh tenaga kerja. Belum lagi dengan aliran zakat/sedekah/donasi sosial lainnya yang dalam durasi singkat akan mengerek daya beli kaum papa.
ADVERTISEMENT
Bulan Ramadan memang patut dijadikan masukan dalam membangun perekonomian rakyat dan bangsa. Sebab dengan dibukanya peluang usaha dalam bulan Ramadan akan mengurangi pengangguran dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang tadinya, tidak berjualan, kini bisa berjualan karena kebutuhan akan barang dan jasa meningkat.
Maka dari itu, mari kita sebagai masyarakat untuk dapat memanfaatkan momen Ramadan sebaik mungkin agar perekonomian rakyat semakin baik dan meningkat. Selain itu tentu ibadah mahdhahnya agar tetap dijalankan, supaya, selain mendapatkan keberkahan duniawi juga mendapatkan pahala berlipat ganda. Wallahulam bisshowab.