Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Duel di RI: Mahasiswa vs Polisi
25 Agustus 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Khairul Fahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hampir banyak pertemuan, Mahasiswa vs Polisi melahirkan banyak korban, yang kebanyakannya adalah mahasiswa. Pertempuran tidak berimbang ini sering terjadi di panggung demonstrasi. Polisi yang selalu dilengkapi dengan peralatan berupa helm, tameng, serta pentungan selalu menyerang secara bersama hanya untuk melumpuhkan 1 mahasiswa beralamamater, kepala/lengan diikat pita dan tangan kosong. Pemandangan tidak berimbang ini sering terjadi dan terus berulang seakan pelajaran ilmu beladiri polisi 1 lawan 1 tidak berguna melawan bangsa sendiri, walaupun ujungnya mengatasnamakan oknum, mau sampai kapan hal ini terus terjadi?
ADVERTISEMENT
Gesekan antar keduanya hanya akan menjadi tontonan yang menyenangkan bagi penguasa. Jadi teringat kutipan Almarhum Gusdur, hanya ada 3 polisi baik di Indonesia yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jendral Hoegeng.
Hura-hara di mana-mana ini terjadi ketika sang Raja ikut mengurusi dua anaknya yang harus mendapatkan kerja ketika ia tidak lagi berkuasa, demi melanjutkan keserakahan dan ketamakan membuat sang penguasa mengatur aparatur seenaknya. Tindak tanduknya seakan memilih mana yang lebih menguntungkan itulah yang diperjuangkan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa banyak demo yang berakhir ricuh dan anarkis dengan penanganan pihak polisi yang sebrutal itu. Pertama, kurangnya rasa kepercayaan publik kepada polisi selama ini akibat citra buruk dari beberapa kasus yang mengatasnamakan oknum polisi. Kedua kurangnya humanisme yang dibangun oleh pihak polisi dengan masyarakat dan terkesan materialistik, acap kali semua urusan yang berhadapan dengan penegak keamanan ini akan mulus jika ada fulus. Ketiga, pemikiran pragmatis di lapangan sehingga mengenyampingkan pelanggaran HAM membuat polisi lebih militer dari pada TNI dalam melihat lawan yang ada dihadapannya, padahal seringkali di hadapan mereka adalah masyarakat dan mahasiswa tanpa senjata.
Terlepas dari itu semua, riuh ramai suara sepatu mahasiswa menuju aparat bersenjata akan tetap selalu ada setiap rakyat menjadi tumbal untuk kebijakan yang gagal, walaupun harus luka, ditangkap, dipukul, diseret, dan dihina kebenaran akan terus menggema; dari toa orang yang berorasi, dalam doa orang yang tersakiti, dan dalam bisik-bisik orang yang mencari keadilan.
Demonstrasi bukanlah keinginan banyak orang. Tapi turun ke jalan juga salah satu jalan; ketika audiensi dan narasi hanya menjadi bahan omongan dan bacaan belaka.
ADVERTISEMENT
Oleh: Khairul Fahmi, S.TP