Konten dari Pengguna

Koopssus TNI, Lalu Apa?

Khairul Fahmi
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
30 Juli 2019 17:15 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khairul Fahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI telah diresmikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI telah diresmikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Komando Operasi Khusus (Koopssus) Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah menampakkan bentuknya. Setelah payung hukumnya jelas beberapa waktu lalu, hari ini Panglima Hadi Tjahjanto secara resmi menyatakan organisasi Badan Pelaksana Pusat di lingkungan Mabes TNI itu berdiri.
ADVERTISEMENT
Posturnya jelas, jumlah kekuatannya jelas, kemampuannya jelas, anggarannya juga sudah jelas. Brigjen Rochadi, Direktur A BAIS TNI, ditunjuk menjadi Komandan dan diminta segera melakukan konsolidasi organisasi.
Pada peraturan presiden (Perpres) 42/2019 yang diterbitkan pertengahan Juli lalu, disebutkan bahwa Koopssus TNI ini dibentuk dalam rangka penyelenggaraan operasi khusus dan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan operasi khusus yang membutuhkan kecepatan serta keberhasilan tinggi. Tujuannya jelas, untuk menyelamatkan kepentingan nasional di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Sementara itu dalam keterangannya, Panglima TNI menjelaskan bahwa nantinya tugas Koopssus TNI akan lebih banyak bergerak dalam penanggulangan terorisme. Tugas fungsinya adalah penangkal, penindak, dan pemulih. Maka 80 persen aktivitas yang digelar adalah surveillance atau observasi jarak dekat dan 20 persen sisanya baru urusan penindakan.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, jika satuan ini maksudnya digunakan untuk mendukung upaya penanggulangan terorisme, dalam situasi seperti apa kekuatannya akan digelar dan digerakkan?
Aturan main menyebutkan bahwa partisipasi TNI dalam penegakan keamanan dalam neger bersifat perbantuan alias diundang. Penjuru untuk urusan ini adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Maka, jika diminta ya berangkat, tapi bagaimana jika tidak diminta?
Tadi saya sebutkan bahwa Perpres menyebut Koopssus ini dibentuk dalam rangka mendukung tugas pokok TNI. Tugas yang mana? Tentunya tugas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Operasi Militer Selain Perang Pasal 7 (2) huruf b mulai angka 1 hingga angka 14.
Masalahnya, tugas itu jelas-jelas bersentuhan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 13 yang menyebutkan bahwa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan rincian disebut pada pasal selanjutnya, adalah tugas pokok Polri.
ADVERTISEMENT
Walaupun sebenarnya tugas TNI tersebut--sebagaimana diatur dalam pasal 7 (3)--dilaksanakan berdasar kebijakan dan keputusan politik negara, namun menurut saya persentuhan tugas tersebut memerlukan pengaturan yang jelas dan rigid.
Sejauh ini, urusan undangan alias perbantuan pada Polri masih mengandalkan kearifan Kapolri, bisikan tetangga, dan arahan dari pejabat senior. Payung hukumnya juga abu-abu. Tak ada ukuran, indikator, parameter, atau apapun sebutannya, yang bisa menunjukkan kapan dan dalam situasi seperti apa TNI bisa diperbantukan atau dimintai bantuan.
Nota kesepahaman antara Panglima TNI dan Kapolri juga tak cukup jelas merinci urusan ini. Itu pun masih harus kita beri catatan: jika nota kesepahaman dapat disebut sebagai payung hukum, maka menurut saya, agenda berikutnya adalah pemerintah segera merumuskan soal tugas perbantuan TNI ini dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Sekurang-kurangnya berupa peraturan pemerintah, syukur jika bisa segera dalam bentuk Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
Namun, perumusannya harus dilakukan cermat dan hati-hati. Ingat, salah satu alasan pemisahan Polri dari TNI adalah untuk memastikan criminal justice system bisa berjalan sebagaimana mestinya, memiliki demarkasi yang jelas dengan angkatan bersenjata dan menjamin tegaknya prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.
Tanpa itu semua, saya khawatir Koopssus TNI ini kemudian sekadar ibarat anjing herder dengan tali kekang. Gagah, bertaring tajam, gonggongannya seram, pakan, dan perawatannya mahal namun cuma terkungkung di halaman rumah.
Atau justru sebaliknya --dan ini yang jadi kekhawatiran-- gelaran Koopssus malah menjadi potensi benturan baru antara TNI dan Polri dalam urusan keamanan dan pengamanan. Gerak cepat pembentukan Koopssus TNI, menunjukkan ada ambisi kuat untuk segera operasional.
Kita juga paham, sulit membayangkan patriotisme dan heroisme militer hadir tanpa antusiasme tinggi dan kepeloporan. Saya khawatir jika tak segera diatur, itu akan membawa kita pada situasi yang buruk.
ADVERTISEMENT
Saya sering mengingatkan, taruhlah rezim saat ini adalah yang terbaik dan berani menjamin bahwa segala sesuatunya akan berjalan positif. Masalahnya, siapa bisa menjamin di masa depan akan tetap seperti itu? Padahal sebaik-baiknya rezim, usianya hanya 2x5 tahun. Reformasi ini dibangun dengan air mata, keringat, dan darah rakyat, janganlah dikhianati.
Selamat datang dan bekerja, Koopssus TNI. Semoga negeri ini senantiasa aman, damai, sentosa!