Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Pengaruh Pola Pikir Masyarakat dan Kebijakan Negara terhadap Perkembangan Sosial
15 Februari 2025 11:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Khaishya D Mutiarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Dua orang merencanakan perjalanan dengan peta, foto destinasi, dan dokumen perjalanan di meja, mencerminkan persiapan migrasi.
Sumber: Freepik.](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jm1dfy8m3snxt4npr7mranwj.jpg)
ADVERTISEMENT
Pola pikir masyarakat dan kebijakan pemerintah memainkan peranan penting dalam menentukan arah perkembangan sosial sebuah negara. Di Indonesia, beberapa faktor dalam kedua aspek tersebut sering kali menjadi penghambat kemajuan, seperti budaya feodalisme, ketergantungan pada birokrasi yang rumit, serta kurangnya dukungan terhadap inovasi. Dampaknya, banyak individu merasa terhambat dalam upaya untuk berkembang, sehingga sebagian dari mereka mulai mempertimbangkan untuk mencari peluang di luar negeri. Lalu, apakah benar bahwa migrasi adalah solusi terbaik untuk mengatasi semua masalah ini?
ADVERTISEMENT
Pola Pikir Masyarakat yang Menghambat Perkembangan Sosial
Masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk lingkungan sosial yang progresif. Namun, ada beberapa pola pikir yang justru menghambat pertumbuhan:
ADVERTISEMENT
Kebijakan Negara yang Kurang Mendukung Perkembangan Sosial
Selain pola pikir masyarakat, kebijakan negara juga berperan besar dalam menentukan arah perkembangan sosial. Beberapa masalah utama dalam kebijakan Indonesia antara lain:
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), salah satu indikator sosial-ekonomi menunjukkan tantangan yang dihadapi Indonesia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2024, IPM Indonesia mencapai 75,02, mengalami peningkatan sebesar 0,85% dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di angka 74,39. Meskipun terus mengalami perbaikan, angka ini masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang memiliki investasi lebih besar dalam pendidikan dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Lantas, Apakah Migrasi ke Negara Lain Solusi Terbaik?
Dengan berbagai tantangan yang ada, banyak individu mulai mempertimbangkan untuk pindah ke negara lain demi mendapatkan peluang yang lebih baik. Negara-negara seperti Singapura, Australia, dan Jepang sering menjadi tujuan karena memiliki sistem sosial dan ekonomi yang lebih mendukung.
Namun, migrasi bukanlah solusi yang bisa diandalkan sepenuhnya. Tantangan seperti adaptasi budaya, persaingan kerja, serta biaya hidup yang tinggi sering kali menjadi hambatan baru. Selain itu, migrasi dalam jumlah besar dapat menyebabkan brain drain, di mana talenta terbaik Indonesia justru lebih memilih berkembang di luar negeri daripada membangun negaranya sendiri.
Daripada menjadikan migrasi sebagai satu-satunya solusi, lebih baik jika fokus diarahkan pada perbaikan internal. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang lebih mendukung inovasi, investasi dalam pendidikan, serta penyederhanaan birokrasi. Sementara itu, masyarakat juga harus mengubah pola pikir agar lebih terbuka terhadap perubahan dan mendukung perkembangan sosial.
Dengan kombinasi perubahan pola pikir dan reformasi kebijakan, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih maju tanpa harus kehilangan sumber daya manusianya ke negara lain.
ADVERTISEMENT