Asian Hate di Amerika Serikat Selama Pandemi COVID-19

Azka Khaleeda Wibawa
An Undergraduate Students of International Relations UPN Veteran Jakarta.
Konten dari Pengguna
12 Juni 2022 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azka Khaleeda Wibawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China telah menjadi suatu peristiwa yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya. Meski keberadaan virus ini menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, ada satu kejadian yang dirasa kurang etis dan termasuk ke dalam diskriminasi terhadap suatu identitas. Masyarakat Asia (terutama China) dipandang sebagai orang-orang yang bersalah karena dianggap sebagai sumber masalah adanya pandemi COVID-19, orang Asia dianggap membawa virus ini dan kemudian menyebarkannya ke masyarakat luas.
Aksi #StopAsianHate oleh Ben Grey. Sumber: How ‘Stop Asian Hate’ Has Become a Collective Rallying Cry for Change (wsj.com)
Di Amerika Serikat sendiri, yang pada saat itu masih dibawah kepemimpinan Donald Trump, terdapat beberapa kasus yang baik secara langsung maupun tidak langsung mendiskriminasikan orang Asia, bahkan Trump sendiri yang notabene nya adalah seorang presiden, melakukan hal tersebut di depan banyak orang yang kemudian memicu kebencian terhadap Asia. Trump menyebut COVID-19 sebagai “China virus”dan juga “kung flu” seakan-akan orang China secara sengaja menyebar virus tersebut. Kasus yang dialami oleh orang Asia di Amerika Serikat beragam macamnya, baik itu kekerasan verbal maupun fisik. Bahkan ada satu kasus dimana terjadi penembakan yang dilakukan seorang laki-laki berumur 21 tahun yang menewaskan delapan orang, enam diantara nya adalah orang Asia di sebuah panti pijat di Atlanta. Hal ini kemudian memicu adanya gerakan #StopAsianHate yang didukung oleh banyak masyarakat dan kemudian menjadi viral di sosial media. Gerakan #StopAsianHate ini merupakan salah satu bentuk politik identitas. Tapi, apa itu politik identitas? Politik identitas menurut Agnes Heller adalah konsep dan gerakan politik yang focus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang utama (Habibi, M. 2018). Lebih mudahnya, politik identitas adalah sebuah kelompok yang kemudian menjadi alat politik demi mencapai tujuan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan serta keinginan kelompok tersebut. Dalam praktiknya, politik identitas dapat berdampak positif maupun negatif. Untuk kaum minoritas yang menginginkan keadilan, politik identitas dapat digunakan, meski belum tentu seratus persen berhasil. Sedangkan negatifnya adalah ada kemungkinan politik identitas ini digunakan untuk hal yang tidak seharusnya digunakan.
ADVERTISEMENT
Pada kasus Asian hate, perbedaan yang ada adalah ras. Maraknya kasus yang mendiskriminasi orang Asia dan bahkan membahayakan mereka menjadi salah satu pemicu mengapa begitu banyak masyarakat yang menyerukan stop Asian hate, bahkan tidak sedikit dari mereka langsung turun ke jalan untuk mendemonstrasikan kekhawatirannya. Adanya rasa kesamaan nasib dan juga kesamaan ras menjadi salah satu alasan terbesar untuk mereka bergabung dalam gerakan ini, tetapi tidak jarang juga dari mereka (yang meskipun bukan orang Asia) sadar bahwa Asian hate yang terjadi merupakan suatu bentuk ketidakadilan.
Dengan mudahnya akses sosial media pada saat ini, tagar stop Asian hate menjadi trending topic di berbagai negara. Gerakan ini dilakukan dengan tujuan supaya pemerintah dapat dengan segera mengambil tindakan untuk melindungi warga Asia di wilayah Amerika Serikat dan juga digunakan untuk menunjukkan rasa tidak terima atas perlakuan Trump yang saat itu melakukan hate speech. Perjuangan gerakan ini akhirnya terlihat setelah Joe Biden naik menjadi presiden, meneruskan Donald Trump pada tahun 2021. Pada seminggu pertama Biden menempati kedudukannya, beliau membuat kebijakan tentang pelarangan penggunaan bahasa-bahasa semacam “China virus” untuk menggambarkan COVID-19. Setelahnya, pada 20 Mei 2021, Biden menandatangani Undang-Undang Kejahatan Kebencian COVID-19 demi mengatasi peningkatan serangan Asian hate. Dari keputusan yang Biden ambil, sedikit banyak menggambarkan betapa serius ketidakadilan yang terjadi dan seberapa efektifnya politik dentitas dalam hal ini mengubah kebijakan suatu negara.
ADVERTISEMENT