Konten dari Pengguna

Mendobrak Zona Nyaman, Melangkah Menuju Kemenangan

Khalida Rizki Soraya
Mahasiswa aktif S1 Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta.
2 Desember 2024 13:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khalida Rizki Soraya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber: https://pixabay.com/photos/landscape-bank-tree-hill-blue-sky-4839381/)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber: https://pixabay.com/photos/landscape-bank-tree-hill-blue-sky-4839381/)
ADVERTISEMENT
Kalimat yang merupakan penggalan dari bagian reffrain lagu Zona Nyaman karya Fourtwnty di atas seolah mengajak kita menepi sejenak untuk merenungkan makna yang tersimpan di dalamnya. Di balik kalimat sederhana tersebut, sejatinya tersimpan sebuah pesan yang kembali menyadarkan kita tentang realita kehidupan, terutama ketika kita sedang terjebak dalam rutinitas yang tampak nyaman.
ADVERTISEMENT
Hidup di tengah-tengah dunia yang berputar kian cepat dengan disertai perubahan-perubahannya yang terus memburu, wajar saja rasanya jika manusia justru cenderung menghindari perubahan dan memilih untuk mendekam di zona yang nyaman. Tetapi, benarkah menetap di zona nyaman adalah pilihan yang paling tepat?
Pada dasarnya, saya rasa zona nyaman memang merupakan keperluan yang cukup esensial bagi manusia, sebab, zona nyaman mampu memberikan rasa tenang dan aman yang timbul dari segala sesuatu yang memang sudah dikenal dan dipahami. Dan seperti yang sudah disebutkan di awal, bahwa roda kehidupan yang kini semakin menggebu-gebu dalam memacu kecepatannya, yang memaksa manusia untuk terus berhadapan dengan perubahan, seringkali menimbulkan tekanan-tekanan yang begitu rawan dalam memicu tingkat stres yang tinggi, dan saat terjebak dalam situasi seperti tersebut, zona nyaman memang dapat terbilang menjadi "tameng" yang kokoh dan ampuh dalam membantu mengurangi atau melindungi manusia dari tekanan dan ketidakpastian dalam hidup yang berpotensi untuk "menghancurkannya".
ADVERTISEMENT
Namun, ada satu hal penting yang harus digarisbawahi, yakni fakta bahwa meskipun zona nyaman memang tampak seperti area paling stabil dan tanpa banyak "kejutan", tetapi justru zona nyaman juga mampu menjadi jebakan manis yang begitu mudah menjerat manusia yang terlena dan terbuai dengan kenyamanan yang ditawarkannya, sehingga membuat mereka kehilangan tantangan, dorongan, dan kesempatan untuk belajar atau berkembang.
Maka, dari sini muncul pertanyaan krusial yang harus dijawab oleh manusia, sebagai bentuk tanggung jawab dalam keputusan perjalanan hidup yang dipilihnya, yakni apakah ia akan terus bertahan dalam kenyamanan yang semu, ataukah ia berani melangkah keluar, mendobrak batas-batas tak terlihat yang menghalanginya, dan menghadapi rasa takutnya akan perubahan untuk mencapai versi terbaik dari dirinya.
ADVERTISEMENT
Santiago, si remaja penggembala dari buku Sang Alkemis karya Paulo Coelho, telah merasakan menghadapi pertanyaan yang sama. Menjalani hari-hari sederhananya di Spanyol dengan menjelajahi berbagai desa, kota, hingga padang sabana bersama domba-domba ternaknya, Santiago dapat dikatakan telah meraih kehidupan ideal yang sejalan dengan cita-citanya sejak kecil, yakni menjalani hidup dengan kebebasan untuk menjelajahi dunia.
Hingga suatu ketika, pendirian Santiago atas kehidupan nyamannya di Spanyol mulai tergoyahkan dengan kehadiran sebuah mimpi, berupa gambaran ketika Santiago dituntun oleh seorang anak kecil menuju piramida-piramida di Mesir, yang terus datang kepadanya setiap malam secara berulang. Setelah ditafsirkan melalui ahli tafsir mimpi, mimpi berulang yang dialaminya tersebut diketahui ternyata merupakan pertanda dari alam semesta bahwa Santiago akan mendapatkan harta karun berlimpah di piramida-piramida Mesir yang akan membuatnya kaya raya dalam seketika.
ADVERTISEMENT
Dilema tak berkesudahan lantas menerjang hati Santiago yang gundah gulana ketika dihadapkan dengan pilihan yang sulit, yakni pilihan untuk tetap berada dalam zona nyaman hidupnya yang sederhana sebagai penggembala di Spanyol, atau pilihan untuk memberikan kesempatan bagi dirinya untuk mengejar mimpinya—mencari harta karun yang bersembunyi di piramida-piramida Mesir.
Dari sini, dapat terlihat bahwa Paulo Coelho menjadikan karakter Santiago sebagai representasi dari kebanyakan manusia ketika dihadapkan dengan dilema yang serupa. Ketakutan akan ketidakpastian yang muncul bersamaan dengan perubahan acapkali membuat manusia enggan atau bahkan takut dengan perubahan. Di sini saya dapat mengatakan bahwa Santiago cukup beruntung dipertemukan dengan sosok raja tua yang sangat bijak, bernama Melkisedek, yang mengambil peranan begitu besar dalam memantik gairah dan keberanian Santiago untuk meninggalkan zona nyamannya demi mewujudkan sesuatu yang diimpi-impikannya.
ADVERTISEMENT
Selama masa pertemuannya dengan Santiago, Melkisedek banyak mengajarkan makna dan nilai-nilai penting kehidupan yang selama ini mungkin telah terlewatkan atau terabaikan oleh remaja penggembala tersebut, ia juga memberikan “perbekalan ilmu” yang berharga kepada Santiago yang menjadi penyelamatnya kala ia “tersesat” dan “hilang arah” selama perjalanan panjang menjemput mimpinya.
Sehingga, dari perbincangan mendalam bersama Melkisedek, Santiago menyadari bahwa kenyamanan yang ia nikmati dari kehidupannya pada saat itu hanyalah bentuk yang semu, jika dibandingkan dengan panggilan jiwa yang sebenarnya untuk meraih sesuatu yang lebih besar. Maka, berangkat dari keberanian dan tekad yang telah terkumpul, Santiago memulai langkah demi langkah yang pada akhirnya akan menuntunnya pada perjalanan panjang dan penuh lika-liku menuju mimpi besarnya di piramida-piramida Mesir.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan menjemput mimpinya, Santiago mengalami banyak peristiwa-peristiwa yang begitu kental akan makna kehidupan. Seperti misalnya peristiwa yang mempertemukannya dengan seorang pedagang kristal, yang akan mengajarkannya tentang keberanian dalam mengambil risiko demi mencapai impian, kemudian pertemuannya di Oasis Al-Fayoum dengan seorang wanita bernama Fatima yang membuat Santiago mengerti makna dari cinta sejati juga pengorbanan demi cinta, dan pertemuannya dengan sang alkemis yang begitu membuatnya memahami bahwa perjalanan menuju pencapaian impian bukanlah hanya sekadar tentang tujuan akhir saja, tetapi juga tentang pentingnya menghargai dan menikmati setiap langkah dan proses, baik besar maupun kecil, dalam mencapai tujuan yang sedang dijalani.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perjalanan yang ditempuh Santiago dalam meraih impiannya bukanlah sekadar perjalanan fisik saja, melainkan juga menjadi perjalanan spiritual atau mentalitas, yang banyak mengubah cara pandang Santiago terhadap dunia. Melalui orang-orang yang dijumpainya selama menyusuri padang gurun di Mesir, hingga orang-orang yang menetap bersamanya di Oasis Al-Fayoum, Santiago banyak mendapatkan pembelajaran dan perbekalan dalam hidup yang membantunya semakin mengenal dirinya sendiri dan juga penguasa alam semesta.
ADVERTISEMENT
Perjalanan mendobrak pintu zona nyaman yang ditempuh Santiago mengingatkan saya pada karakter Rintaro Natsuki dari buku berjudul The Cat Who Saved Books karya Sosuke Natsukawa. Rintaro digambarkan sebagai remaja yang mengisolasi dirinya dari lingkup kehidupan sosial dan hanya mau hidup di zona nyamannya sendiri.
Layaknya Santiago, Rintaro juga dihadapkan dengan pilihan yang mengharuskannya untuk berani mengambil langkah keluar dari zona nyamannya. Rintaro pada awalnya memiliki karakter tertutup, pendiam, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia lain di dalam hidupnya, tetapi melalui petualangan menyelamatkan buku-buku dari “kaum musuh” melalui labirin-labirin misteri, yang mempertemukannya dengan seorang teman bernama Sayo, dan kucing ajaib bernama Tiger, Rintaro berhasil berubah menjadi pribadi hangat yang menikmati interaksi sosial dan keberadaan insan lain di hidupnya.
ADVERTISEMENT
Dari petualangannya di labirin-labirin misteri bersama ketiga teman barunya tersebut, Rintaro kembali menemukan kenyamanan yang didapatkannya dari ikatan pertemanan dengan manusia lain, yang kemudian membuatnya perlahan-lahan mulai belajar untuk menerima dan menyambut kasih sayang yang selama ini telah diabaikannya selama bertahun-tahun.
Dari kedua kisah, baik dari perjalanan Santiago dalam menemukan harta karun yang turut membuatnya memahami makna kehidupan dan penghayatan jiwa maupun petualangan di luar zona nyaman Rintaro yang mengubahnya menjadi sosok baru yang jauh lebih baik, ada sebuah pembelajaran yang dapat dipetik, yakni bahwa zona nyaman memang dapat memberikan ketenangan dan ketentraman selama kita berada di dalamnya.
Tetapi, pertumbuhan dan pencapaian sejati hanya dapat terjadi ketika kita berani melangkah keluar dari zona tersebut dan menghadapi ketidakpastian dengan berbekal kepercayaan bahwa kekuatan dan restu alam semesta akan selalu menyertai dan mendukung keberanian kita—sebagaimana Melkisedek mengajarkan kepada Santiago bahwa begitu kita bersungguh-sungguh dan bertekad untuk meraih sesuatu, niscaya seluruh alam semesta akan turut berkontribusi atau berkonspirasi untuk membantu kita dalam mewujudkannya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa memiliki zona nyaman bukanlah sebuah kesalahan, tetapi yang salah adalah ketika kita membiarkan kenyamanan tersebut menjadi belenggu yang membatasi dan menghalangi potensi atau jalan kita dalam petualangan panjang menuju keajaiban.