Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Kuliner Legendaris Kota Khatulistiwa : Jangan Sampai Terlupakan!
20 Januari 2025 17:54 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Khana Adindra Dzatun Nursofa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kuliner legendaris yang selama ini kita kenal sudah mengalami transformasi. Cita rasa yang klasik berpadu dengan cara memasak yang semakin modern.
ADVERTISEMENT
Sebut saja kue bingke khas Pontianak. Dulunya kuliner ini dimasak menggunakan cara tradisional, yakni memanggang diatas arang atau kayu bakar.
Sekarang metode itu sudah jarang digunakan. Metode yang sekarang digunakan ialah memanggang menggunakan oven, memasak di atas kompor dengan teflon atau cetakan, dan alat elektronik lainnya.
Hal itu juga yang dilakukan oleh bingke kapuas. Sekarang, bingke kapuas menggunakan oven sebagai alat pemanggangnya, karena dapat memproduksi dalam skala yang besar.
Usaha ini memiliki 2 cabang, cabang pertama berada di daerah Babarsari dan cabang kedua di Mlati. “Iya Mba untuk cabang kita memang ada 2, tapi yang di cabang Babarsari itu sudah tutup pas covid lalu, jadi sekarang cuma sisa satu di sini aja”, tutur Satria – karyawan Bingke Kapuas.
ADVERTISEMENT
Walaupun sempat diterpa pandemi dan satu cabang tutup, usaha ini tetap bertahan dan berkembang. Banyak pelanggan setia yang datang untuk menikmati kelezatan bingke yang khas, dan mereka pun selalu mencari kenikmatan dalam menu yang ditawarkan.
“Biasanya saya banyak nemuin di tepian jalan raya ketika bulan ramadhan tiba, tapi ketika di hari biasa hanya dapat ditemukan di toko khususnya. Bingke itu banyak varianya mulai dari adonan rasa ubi jalar, telor, original, pandan dan masih banyak yang lain, tapi yang paling banyak disukai adalah rasa telor karena rasa dan teksturnya lemak dan lembut,” ucap Gilang – customer Bingke Kapuas.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang lebih modern, hal berbeda justru dilakukan oleh bingke permata. Usaha ini masih berjualan dengan mempertahankan metode tradisional memasak di atas arang.
ADVERTISEMENT
Usaha rintisan mahasiswa tahun 2008 ini tetap eksis berjualan sampai sekarang, dengan tetap konsisten menggunakan resep turun-temurun yang menjadikan rasanya tetap sama dengan yang ada didaerah asalnya.
“Sebenarnya bisnis ini bermula dari teman saya satu asrama, saat itu ia berinisiatif memulai jualan karena agar meringankan biaya yang dikeluarkan orang tuanya. Awalnya ia cuma membuat beberapa loyang saja untuk tester ke warga sekitar dan teman-temannya, setelah melalui revisi-revisi dan menyesuaikan dengan lidah orang Jogja, akhirnya 2008 itu resmi buka. Setelah itu karena dia juga sudah lulus, kemudian saya yang melanjutkan sampai sekarang dan Alhamdulillahnya usaha ini sudah jadi milik saya sekarang,” ujar Syarif – owner Bingke Permata.
“Sebenarnya bingke ini mau dimasak pakai arang ataupun oven bakal tidak jauh berbeda rasanya, asalkan bahan yang digunakan itu tidak asal-asalan. Sekarang juga sudah banyak yang memodifikasi olahan ini, seperti penambahan aneka toping; kalau di daerag asalnya hidangan ini biasanya disajikan polosan saja, yang membedakan hanya rasa pada adonannya,” imbuh Syarif – owner Bingke Permata.
ADVERTISEMENT
Keunikan rasa dan tekstur yang ditawarkan mampu membuat siapapun yang pertama kali mencicipinya akan merasa ingin makan lagi, lagi, dan lagi. Agaknya makan 1 porsi saja masih kurang, ditambah sekarang sajian ini sudah banyak berinovasi seperti halnya dalam penggunaan toping, baik coklat, keju, chocochips dan lain sebagainya. “Kalau first impression dari saya, awal ngiranya ya kayak makanan bika ambon gitu dan saya kira bakal seret gitu kalo dimakan, ternyata sama sekali enggak seret terus tekstur luarnya kayak crispy gitu kan, nah dalemnya creamy dan lembut banget,” ucap Rita – customer Bingke Permata.
Adapun pembuatan bingke yang menggunakan teknik tradisional juga menjadi kunci dari kekhasan rasa. Proses pembuatan bingke ini memerlukan ketelitian dan kesabaran agar menghasilkan kue yang sempurna.
ADVERTISEMENT
Perbedaan dalam cara memasak ini menciptakan variasi rasa yang menarik. Bingke Kapuas dengan penggunaan oven cenderung memiliki tekstur yang sedikit lebih padat dan berwarna lebih keemasan, sementara Bingke Permata yang dimasak dengan arang memiliki tekstur yang lebih lembut dengan aroma yang lebih smoky. Kedua jenis bingke ini menawarkan pengalaman kuliner yang berbeda, tetapi tetap memanjakan lidah dengan cita rasa yang menggugah.
Tahap pembuatan juga tidak bisa sembarangan, proses pembuatan bingke harus dilakukan dengan teliti agar menghasilkan rasa dan tekstur yang pas.
Meskipun persaingan kuliner semakin ketat dengan hadirnya berbagai inovasi dan metode memasak yang baru, popularitas bingke sebagai makanan khas Pontianak ini tetap terjaga. Tradisi kuliner ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga simbol kekayaan yang dimiliki oleh kota ini.
ADVERTISEMENT
Bingke kini bukan hanya sekadar makanan ringan saja, melainkan juga menjadi bagian dari identitas hidangan khas Kota Khatulistiwa. Makanan ini juga membuktikan bagaimana kuliner lokal bisa bertahan dan berkembang di tengah pesatnya arus modernisasi. Sebagai kuliner legendaris, bingke tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang yang ingin menikmati jajanan asli Pontianak, baik yang dimasak dengan cara tradisional maupun yang lebih modern.
Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju ini, tak ada yang lebih penting daripada menjaga tradisi yang telah mengakar kuat dalam budaya kita. Kuliner khas daerah bukan hanya soal rasa, tapi juga soal mengenang dan merayakan akar budaya yang menjadi fondasi sebuah daerah. Maka, tak ada alasan bagi kita untuk membiarkan makanan-makanan legendaris ini terlupakan begitu saja. Sebagai bagian dari warisan kuliner yang penuh makna, bingke akan terus hadir dengan segala variasinya, menjadi pilihan utama bagi siapa pun yang ingin menikmati cita rasa yang otentik dan penuh kenangan.
ADVERTISEMENT