Konten dari Pengguna

Kontroversi Perubahan Aturan Batas Usia Kepala Daerah, Baik Atau Buruk?

Khofifah Azzahro
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya
3 Juni 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khofifah Azzahro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Diedit oleh Penulis di Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Diedit oleh Penulis di Canva.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Putusan Mahkamah Agung (MA) saat ini sedang ramai diperbincangkan , hal tersebut terkait dengan pengabulan permohonan uji materiil mengenai batas usia calon kepala daerah pada Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024 mendatang, yang diajukan oleh Partai Garuda.
ADVERTISEMENT
Dimana aturan sebelumnya menyatakan bahwa “Calon Gubernur/Wakil Gubernur minimal berusia 30 tahun dan Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Walikota/Wakil Walikota minimal berusia 25 tahun sejak penetapan pasangan calon”. Namun berkat putusan MA peraturan tersebut kemudian berubah menjadi “ Syarat Calon Gubernur/Wakil Gubernur minimal berusia 30 tahun dan Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Walikota/Wakil Walikota minimal berusia 25 tahun sejak pelantikan pasangan calon”.
Putusan MA tersebut menuai sorotan publik dikarenakan terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penanganan perkaranya. Pertama, perlu diketahui apa urgensi dari pengabulan permohonan uji materiil mengenai batas usia calon kepala daerah ini, pasalnya hingga saat ini belum diketahui keadaan mendesak seperti apa yang mengharuskan pengabulan permohonan uji materiil tersebut. Pakar hukum tata negara Bivintri Susanti berpendapat bahwa penalaran hukum pada putusan MA dinilai tidak wajar dan bahkan sudah keluar dari tugas konstitusional MA.
ADVERTISEMENT
Oleh karena hal tersebut kemudian muncul opini publik yang mengatakan bahwa terdapat kepentingan politik dibalik pengabulan permohonan uji materiil mengenai batas usia calon kepala daerah tersebut, ditambah dengan publik yang juga melihat pola yang sama atas apa yang terjadi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu. Pasalnya putusan tersebut dikabulkan bebarengan dengan kabar mengenai Kaesang Pangarep yang merupakan putra bungsu dari Presiden Jokowi digadang-gadang akan maju pada Pilkada 2024 mendatang.
Apabila berkaca pada kontestasi pilpres kemarin maka keadaan ini mengingatkan kita kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara terkait batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang juga bebarengan setelah munculnya kabar mengenai Gibran Rakabuming yang merupakan putra sulung dari Presiden Jokowi yang digadang-gadang maju menjadi Cawapres.
ADVERTISEMENT
Diketahui bahwa pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur akan dibuka pada 27-29 Agustus mendatang, sedangkan Kaesang diketahui lahir pada 25 Desember 1994, sehingga pada saat pendaftaran nanti usianya belum genap 30 tahun. Sehingga peraturan sebelumnya mengenai batas usia calon kepala daerah dinilai akan mengganjal Kaesang untuk maju pada kontestasi Pilkada mendatang.
Opini publikpun terbagi menjadi dua, ada yang beropini bahwa pengabulan permohonan uji materiil mengenai batas usia calon kepala daerah tersebut karena terdapat kepentingan politik didalamnya, seperti guna melancarkan pembangunan dinasti politik Jokowi karena kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan seperti yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya.
Namun sebagian juga menilai bahwa demokrasi mulai ramah dengan anak muda, dimana peraturan baru ini dinilai merupakan pelungan baru bagi anak muda untuk berkecimpung langsung kedalam dunia politik. Opini tersebut juga di dukung oleh Sandiaga Uno yang berpendapat bahwa pengelolaan daerah saat ini sangat terdistruksi oleh pemilih, kemudian mayoritas pemilih juga merupakan generasi milenial dan generasi Z yang akrab dengan teknologi.
ADVERTISEMENT