Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Komunikasi Politik dan Peran Media Massa
7 Januari 2023 13:18 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Khoirul Anam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era globalisasi yang segala sesuatunya sangat terkoneksi satu sama lain, manusia melakukan komunikasi sudah mulai bergeser tidak lagi dengan mulut ke mulut, tetapi sudah melalui jarinya, era digital sudah mengubah cara komunikasi manusia termasuk komunikasi politik yang dilakukan oleh para politisi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berbicara komunikasi politik artinya berbicara dua konsep ilmu yaitu konsep ilmu komunikasi dan konsep ilmu politik, lalu bagaimana kita mendefinisikan komunikasi politik berdasarkan ilmu politik atau ilmu komunikasi, ada yang menjelaskan bahwa komunikasi politik merupakan arus dua arah yaitu; arus ke bawah, yaitu dari penguasa politik atau pemerintah ke rakyat, dan ke atas, yaitu dari rakyat kepada penguasa politik atau pemerintah.
Arah kedua sering kita sebut sebagai agregasi kepentingan, jelas bahwa sasaran yang dituju merupakan penguasa atau pemerintah, maksud dari fungsi agregasi ini sudah terlihat bahwa adanya arus komunikasi politik yang bersumber dari masyarakat atau rakyat, sesuai dengan fungsi dari agregasi itu sendiri yaitu untuk menghimpun kepentingan-kepentingan rakyat kepada pemangku kebijakan yaitu penguasa atau pemerintah untuk dijadikan sebuah kebijakan.
ADVERTISEMENT
Apabila fungsi angregasi bertujuan menghimpun kepentingan-kepentingan rakyat untuk kemudian dijadikan sebagai kebijakan maka sasarannya adalah penguasa politik. Sementara arus pertama juga menunjukkan bahwa dengan partisipasi, rakyat turut serta menentukan tuntutan mereka, bahkan partisipasi politik dapat dianggap sebagai prasyarat bagi pertumbuhan demokrasi yang sehat.
Inilah alasan adanya pendapat bahwa partisipasi politik menghasilkan masukan yang diperlukan oleh penguasa politik dalam proses pengambilan keputusan, masukan ini memberikan petunjuk bagi pemerintah tentang aspirasi yang berkembang di masyarakat sehingga dapat diharapkan bahwa keputusan politik yang dihasilkan oleh penguasa atau pemerintah memenuhi sebagian besar kepentingan yang disuarakan oleh rakyat.
Proses komunikasi politik dalam hal ini dapat kita pahami sebagai proses yang sengaja dilakukan untuk mempengaruhi atau mempertahankan gagasan yang dibawa, dengan demikian proses komunikasi politik banyak berkaitan dengan proses persuasi kepada khalayak yang disalurkan melalui berbagai media yang saat ini marak digunakan dengan harapan membentuk opini publik.
ADVERTISEMENT
Istilah opini publik kalau merujuk pada bukunya Lynda Kaid yang bejudul Handbook Penelitian Komunikasi Politik yang menyatakan bahwa tidak ada yang absolut diterima secara umum tentang opini publik.
Opini publik dari berbagai sinonim untuk konsep itu digunakan dalam arti kontrol sosial. Opini publik dipahami sebagai bentuk konsensus sosial luas yang harus diikuti oleh penguasa politik atau bahkan setiap kelompok masyarakat tertentu. Seperti yang dinyatakan oleh Aristoteles bahwa dia yang kehilangan dukungan rakyat sudah bukan raja lagi, ungkapan itu pada saat itu banyak di ungkapkan salah satunya David Hume menyatakan di atas opinilah, pemerintah didirikan dan ungkapan itu ditujukan kepada pemerintahan yang paling despotic dan militer.
Opini publik salah satu bentuk efek dari pesan politik dalam proses komunikasi yang bersumber dari penguasa atau pemerintah misalnya, akan menjelma menjadi pesan politik dari publik kepada penguasa melalui media massa, dengan demikian penguasa yang awalnya berperan sebagai sumber pesan politik akan berubah menjadi penerima pesan atau informasi, sedangkan publik akan berubah menjadi sumber pesan dan informasi tentang opini publik yang tercipta, dan komunikasi yang bersifat timbal balik dan dua arah ini diperankan oleh media massa sebagai penyalur.
ADVERTISEMENT
Peran Media Massa
Berbicara komunikasi politik tidak akan terlepas dari peran media massa karena kekuatan media massa dalam membentuk dan mengarahkan opini publik telah melahirkan beberapa teori yang sangat populer, seperti teori peluru (bullet theory), teori jarum suntik (hypodermic needly theory), dan teori sabuk transmisi (transmission belt theory). Teori-teori tersebut menganggap bahwa khalayak tidak berdaya, pesan apapun pasti kena dan akan tertanam dalam benak khalayak.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dalam upaya membangun citra dan opini publik yang positif. Banyak komunikator politik, dan para politisi selalu memandang bahwa pesan politik apapun yang disampaikan kepada khalayak apalagi menggunakan media massa, pasti akan menimbulkan efek positif.
Itulah sebabnya, kegiatan kampanye politik atau sosialisasi politik dilakukan melalui pidato pada rapat umum atau melalui media massa, atas dasar teori-teori di atas kemudian banyak komunikator politik atau politisi yang menganggap bahwa efek dari opini publik dapat diramalkan dan juga bisa diciptakan atau direkayasa melalui perencanaan awal, inilah pola lama yang menempatkan khalayak sesungguhnya pada posisi pasif, tidak berdaya, dan seperti botol kosong.
ADVERTISEMENT
Di masa yang akan datang dapat kita yakini bahwa media massa di Indonesia akan leluasa menggiring dan membentuk opini publik masyarakat, khususnya materi-materi bermuatan politik. Hal ini sah-sah saja karena salah satu peran media massa adalah memengaruhi opini masyarakat, hanya saja jika menyangkut konten politik jangan sampai isi, informasi berupa propaganda politik yang bermunculan, dalam hal ini masyarakat hanya saja dihadapkan dengan janji-janji politik dan impian-impian fatamorgana saja.
Bila hal ini terjadi maka dampak yang timbul adalah pembodohan politik bangsa, dan kemunduran bagi demokrasi Indonesia, semoga ke depan media massa mampu memainkan perannya secara objektif sehingga kekuatan pemodal bukanlah penentu utama melainkan kekuatan moral dan intelektual yang harus dikedepankan.