Komunikasi yang Baik Merupakan Kunci Perdamaian

Khoirul Anam
Peneliti PUSAD UMSurabaya
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 15:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khoirul Anam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berada di dalam Negara hukum tentunya hukum yang sudah diatur dalam Undang-Undang harus tetap dilaksanakan suka atau tidak suka, karena yang namanya Undang-Undang dalam bentuk kesepakatan masyarakat itu demi mencapai keadilan yang menyeluruh tanpa ada pilih kasih.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia perbedaan Agama menjadi sebuah dinamika tersendiri, di tengah kondisi yang terbuka membutuhkan kerja sama antar umat beragama, baik secara regional, nasional, maupun internasional untuk menghadapi timbulnya konflik yang akan terjadi.
Keadaan yang demikian tidak mungkin dibatasi oleh sekelompok agama saja, tetapi membutuhkan penanganan terpadu antar komponen, baik moral, spiritual maupun material dari semua umat beragama.
Agar proses ke arah kerja sama dapat terwujud maka dibutuhkan situasi yang mendukung, yaitu keadaan yang memungkinkan penciptaan nilai-nilai yang mampu diterima semua pihak karena merasa sama-sama membutuhkan.
Walau demikian sangat disayangkan bahwa cita-cita keselamatan dan kedamaian tidak selalu menjadi kenyataan yang merata, justru bisa terjadi sebaliknya yaitu permusuhan dan bentrokan antar umat beragama.
ADVERTISEMENT
Sejak zaman dahulu problematika yang terjadi karena masalah keyakinan beragama sehingga permasalahan tersebut membutuhkan perhatian yang sangat serius oleh pemerintah untuk memberikan kebijakan yang tidak merugikan kelompok agama yang lain termasuk pendirian rumah ibadah yang juga sering kita jumpai.
Kondisi sosial dalam masyarakat jika kita tinjau dari perspektif teori konflik Ralf Dahrendorf terbagi menjadi tiga kelompok yakni:
Pertama, kelompok semu yaitu kelompok dominan structural sosial yang mempunyai kepentingan yang sama.
Kedua, kelompok kepentingan yakni, kelompok subordinat kelompok minoritas dan yang ketiga adalah kelompok konflik.
Dahrendorf mengemukakan bahwa realita dalam masyarakat terdapat dua wajah (konflik dan konsensus). Baginya, konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem.
Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat dalam konflik. Dahrendrof memusatkan perhatiannya kepada struktur sosial yang lebih besar, yang intinya adalah berbagai posisi dalam masyarakat memiliki jumlah otoritas yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Teori konflik Dahrendorf mengkaji tentang konflik antar kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tertentu yaitu antara pihak di posisi dominan yang berusaha mempertahankan kekuasaan mereka, sedangkan yang berada pada posisi subordinat berusaha melakukan perubahan.
Begitu pula ketika terjadi konflik antara kaum mayoritas dan kaum minoritas, contoh kasus ketika di mana dalam sebuah kasus kaum mayoritas agama mempertahankan eksistensinya dengan mendirikan rumah ibadah diberbagai titik perkotaan dan perdesaan. Tidak kalah juga dengan kaum minoritas agama di lokasi itu, mereka tidak mau kehilangan eksistensinya karena tempat ritualnya kalah eksis dengan kaum mayoritas, dari kepentingan tersebut, kadang kala berakibat kepada gesekan-gesekan yang berpotensi adanya konflik.
Upaya komunikasi yang baik dalam penyelesaian konflik merupakan kepribadian dari negara demokrasi. Karena komunikasi yang baik di dalam negara demokrasi seperti kita diyakini mampu menciptakan kesepakatan yang fair dan sama-sama saling ada keterbukaan.
ADVERTISEMENT