Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Kiprah National Onderwijs Institut Taman Siswa dalam Pendidikan Pribumi
26 Oktober 2022 17:03 WIB
Tulisan dari Khopipah Fauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Pada masa kini, pendidikan dapat diakses oleh semua orang baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Hal ini merupakan sebab akibat dari kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat sehingga ilmu pengetahuan dapat diakses kapan saja dan di mana saja dengan mudah. Bahkan untuk mendapatkan sebuah pengetahuan, seseorang tidak semata-mata harus datang ke sebuah akademi baik formal maupun non-formal. Mungkin hal ini merupakan hal yang biasa-biasa saja bagi kita. Namun, apakah pendidikan dan pengetahuan juga sama mudahnya didapatkan pada masa lalu? Tentu tidak sama bukan? Oleh karena itu, beralih pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda masih menguasai bumi Nusantara. Pada masa ini hanya golongan orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses pendidikan.
ADVERTISEMENT
Menjelang awal abad ke-20 terjadi banyak perubahan pada masyarakat Indonesia terutama disebabkan oleh terbukanya negeri ini terhadap perekonomian uang. Hal ini menimbulkan perubahan pandangan-pandangan penduduk bumiputera terutama dalam hal pendidikan. Perubahan pandangan inilah yang nantinya memunculkan organisasi-organisasi yang turut serta meramaikan masa pergerakan nasional.
Sejarah Pendirian Taman Siswa
Pada tanggal 3 Juli 1922, seorang tokoh bernama Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah organisasi pendidikan. Organisasi ini diberi nama National Onderwijs Institut Taman Siswa. Pembentukan Taman Siswa sendiri dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan dalam pendidikan antara golongan pribumi miskin dan golongan priyayi yang tertuang dalam tulisan Robert van Niel dalam bukunya Munculnya Elit Modern Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari “Tiga Serangkai” bersama dengan Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara memainkan peranan penting dalam Comite Boemi Poetro 1913 dengan menulis sebuah karangan berjudul “Als ik keen Nederlander was”. Karangan ini merupakan bentuk dari kritikan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang menurutnya tidak tahu malu karena merayakan 100 tahun kemerdekaan dari Prancis dengan menggunakan uang dari tanah jajahan yaitu Hindia-Belanda. Hal inilah yang membuat beliau ditangkap dan dibuang ke Belanda bersama dengan rekan sejawatnya. Dalam masa pembuangannya, ia memakai kesempatan ini untuk mempelajari masalah pendidikan sehingga berhasil merumuskan pernyataan asas pengajaran nasional.
Pernyataan Asas Taman Siswa tahun 1922
Pernyatataan asas Taman Siswa berisikan 7 pasal yang secara singkat diuraikan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal 1 dan 2 mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang yang mengatur dirinya sendiri. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha mendidik murid-murid agar berperasaan, berpikiran, dan bekerja merdeka supaya tercipta ketertiban dalam hidup bersama. Dalam pasal 1, mewajibkan guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi tetap memberikan kesempatan kepada muridnya untuk berjalan sendiri yang kemudian dinamakan dengan semboyan Tut Wuri Handayani. Membangkitkan pikiran muridnya dengan sebutan Ing Madyo Mbangun Karso bila berada di tengah-tengah serta Ing Ngarso Sung Tulodo yang artinya memberi contoh bila di depan mereka.
Pasal 3 menyinggung kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Pasal 4 mengandung dasar kerakyatan yang artinya pengajaran harus didapatkan semua orang tanpa terkecuali. Pasal 5 yaitu untuk mengejar kemerdekaan hidup. Kemudian dilanjut dengan pasal 6 yaitu dalam mengejar kemerdekaan memiliki syarat yaitu dengan usaha dan kemampuan sendiri. Pasal yang terakhir yaitu keikhlasan guru-guru dalam mendekati anak didiknya.
ADVERTISEMENT
Kiprah Taman Siswa dalam Pendidikan Pribumi pada Masa Pergerakan Nasional
Mededeelingen der regeering omtrent enkele onderwerpen van algemeen belang menyebutkan bahwa Taman Siswa memiliki 40 cabang, 3 di antaranya di Sumatera Timur dan 4 di Karesidenan Kalimantan Selatan dan Timur dengan murid berjumlah 5.140 orang. Sejak tahun 1925, sekolah ini meluluskan muridnya dan kebanyakan dari mereka telah lulus ujian pegawai negeri rendah dan ujian masuk MULO. Kemudian dari lulusan MULO, mereka juga lulus dalam ujian masuk AMS. Hal ini dapat diartikan bahwa Taman Siswa sebagai organisasi pendidikan telah sukses dalam membimbing dan mendidik anak muridnya dengan menggunakan asas-asas di atas.
Sekolah Taman Siswa di Bandung sekitar tahun 1927 dipimpin oleh Sosrokartono, kakak dari R.A. Kartini. Selain itu, tenaga pendidiknya berasal dari tokoh-tokoh yang terkenal seperti Ir. Soekarno dan Mr. Sunario. Meskipun menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Namun, Sunario memberikan pelajaran mengenai ilmu tata negara dan sejarah yang menitikberatkan kepada corak Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada tahun-tahun awal, Taman Siswa membiasakan anak didiknya dengan suasana rumah serta lingkungannya. Dasar bahasa ditanamkan secara kuat dengan menggunakan nyanyian dan permainan. Pendidikan diberikan agar anak-anak dapat berkembang merdeka dan untuk menyiapkan rasa kebebasan serta tanggung jawab terhadap dirinya dan bangsanya. Menanamkan rasa nasionalisme dan patriotism dalam diri mereka agar setia terhadap bangsa dan negaranya. Untuk murid-murid yang lebih tua diberikan kebebasan yang luas namun masih dalam batasan tertentu dan harus melaksanakan tugasnya masing-masing serta tanggung jawab yang diemban. Untuk murid perempuan diberikan pengarahan dan penjelasan bahwa tugas mereka tidak sama dengan murid laki-laki di masa depan nanti. Sebagai calon ibu mereka diberikan pengajaran untuk mengasah keterampilan dan bakat-bakat masing-masing.
ADVERTISEMENT
Organisasi yang didirikan di Yogyakarta ini menekankan pada prinsip nasionalisme dan kemerdekaan sehingga bersifat non-kooperatif terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Berbeda dengan Budi Utomo, Taman Siswa dengan tujuannya yaitu mengembangkan edukasi dan kultural dapat merealisasikan kedua aspek tersebut dengan baik. Dengan berdirinya sekolah-sekolah di lingkungan Taman Siswa sebagai bukti dari edukasi nasional dan pengembangan kebudayaan bagian dari bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Melalui pendidikan berjenjang yang terdapat di Taman Siswa akan menghasilkan golongan terpelajar yang nantinya akan berperan penting dalam pergerakan nasional. Selain itu, pelaksanaan demokrasi dan kepemimpinan dalam Taman Siswa yang berarti bahwa organisasi ini mengutamakan kepentingan rakyat dengan pemimpin yang mempunyai sifat manunggal dengan rakyat sebagai kunci keberhasilan dalam sebuah pergerakan.
ADVERTISEMENT
Untuk menghadapi kenyataan tersebut, Pemerintah Kolonial Belanda berusaha mencegah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Sekolah Liar atau Wilde Scholen Ordonantie pada tahun 1930. Setelah undang-undang ini diberlakukan, Pemerintah Kolonial Belanda membatasi setiap ruang dan gerak yang dilakukan oleh Taman Siswa. Sehingga Ki Hajar Dewantara mengambil tindakan untuk melonggarkan politik dalam pengajaran dan pendidikannya. Penutupan yang dilakukan terhadap Taman Siswa tidak membuat pergerakan dan perjuangan mereka terhenti begitu saja, para guru dan murid-murid Taman Siswa melanjutkan pendidikan mereka secara sembunyi-sembunyi.