Cerpen: Kirana de Everhart

Khoerunisa Mudiyanti
Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Indonesia.
Konten dari Pengguna
26 Februari 2024 9:01 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khoerunisa Mudiyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Malam yang sunyi diterpa dersik angin yang menusuk raga. Angin itu menembus sela-sela jendela kamar yang terbuka. Tak ada suara satu jangkrik pun yang menjelajahi gendang telinga. Tidak terdengar lagi suara-suara makhluk yang sedang beraktivitas. Pantas saja, ini sudah memasuki dini hari.
ADVERTISEMENT
Tetapi ada satu insan yang masih terjaga—termangu di dalam kamarnya di sebuah apartemen. Ia seperti tak takut dengan hantu yang mungkin saja bergentayangan di sekitarnya.
Sepasang mata legam menatap keluar jendela kamar. Terlihat dewi malam yang tetap memancarkan keindahannya dalam kesendiriannya. Tanpa ditemani sesosok bintang pun. Hal itu menambah kesan sunyi malam itu. Namun sosok lelaki dengan tatapan kosong itu tak merasa sendirian.
Ia melihat dari ujung ekor matanya ada sebuah cahaya indah seukuran telur ayam yang menemaninya. Cahaya itu bagaikan sama-sama duduk menemaninya, menatap langit malam bersamanya. Ia tidak tahu makhluk apa itu.
"Sebenarnya kamu ini apa? Siapa? Makhluk apa kamu?" Akhirnya kata-kata itu pun keluar dari mulut sang lelaki itu. Setelah lama terpendam dalam kebingungannya. Sebab cahaya itu telah mengikutinya sekitar satu bulan belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Setelah bertanya demikian, lagi-lagi Ia dibuat kecewa. Ia tidak mendapatkan jawaban apapun. Cahaya itu buru-buru terbang melesat ke atas. Seperti seseorang yang sedang ketahuan dalam persembunyiannya. Lelaki itu pun menghelakan nafas. Ia memutuskan untuk segera tidur.
Ilustrasi wanita bangsawan. Sumber: pixabay.com
Keesokan harinya, lelaki itu menjalani kehidupan kesendiriannya dengan biasa saja. Seperti hari-hari sebelumnya. Ia bangun tidur, mandi, sarapan, lalu pergi ke kantor. Dengan seragam khas pekerja kantoran, dengan name tag yang bertuliskan nama "Ardian Bimantara", Ia bergegas ke kantornya sendirian.
Memang tidak ada yang menarik dari hidupnya. Ia pun lelah dengan kehidupannya ini.
"Hah.. Bosan sekali hidup ini. Benar kata orang, masa-masa bujangan kalau dinikmati sendiri tidak ada rasanya." gumam lelaki yang biasa dipanggil Ardi itu sambil menyetir di tengah kemacetan Jakarta—membuatnya semakin frustasi di pagi hari.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui banyak pekerjaan di kantor, Ardi kembali pulang ke rumahnya. Ia membuka pintu apartemennya dengan berjalan gontai. Kedua matanya sudah tidak dapat terbuka sempurna. Saking lelahnya hari ini.
"Aku ingin tidur sajalah. Tubuhku rasanya nyeri semua." Ardi bergumam sambil terus berjalan dari pintu masuk rumahnya menuju ke kamar tidurnya.
Namun sebelum sampai di kamar tidurnya, dengan mata yang masih setengah terbuka, Ardi melihat sesuatu yang aneh. "Mengapa ada seorang wanita di sini? Wait.. Apa itu.. seorang wanita? Di rumahku? Siapa itu?"
Dengan perasaan yang mendadak was-was, mata Ardi yang tadinya hanya terbuka setengah itu pun mendadak melotot sempurna. Setelah sadar ada sesuatu yang aneh. Tetapi Ia justru semakin kebingungan dengan hal yang lebih aneh lagi yang Ia lihat sekarang.
ADVERTISEMENT
Sosok yang sebelumnya terlihat begitu nyata saat Ia belum membuka mata sepenuhnya, tiba-tiba saja menjadi sebuah bayangan. Bayangan hologram yang nampak ada namun tidak ada. Bayangan tersebut seperti samar-samar menghilang namun tetap ada.
Bayangan tersebut masih menampakkan seorang wanita. Wanita itu seperti sedang merapikan apartemen Ardi. Ia mengelap-ngelap patung-patung pajangan di atas sebuah meja kecil. Lalu menaruhnya dengan apik agar tersusun rapi.
Ardi menjadi tahu mengapa rumahnya sering tiba-tiba rapi sepulangnya bekerja. Padahal Ia ingat betul kalau Ia sering menaruh benda sembarangan.
Diperhatikannya sosok itu oleh Ardi dari atas hingga bawah, dari bawah hingga atas, begitu terus. Seorang wanita dihadapannya itu mengenakan gaun berwarna cream dengan perpaduan corak-corak berwarna coklat. Seperti gaun bangsawan yang mewah.
ADVERTISEMENT
Tubuhnya tinggi dan kurus. Rambutnya berwarna coklat terang yang menandakan bahwa perempuan ini seorang warga asing. Bukan orang Indonesia.
Seketika Ardi tersadar. Ada yang tidak beres di apartemennya ini. "Hei, siapa kamu? Sedang apa kamu di rumahku?" Pertanyaan itu pun lantas terlontar dari mulutnya.
Bayangan perempuan itu mendadak diam. Tangannya tak lagi merapikan meja kecil di sana. Seperti seseorang yang sedang terkejut. Seperti seseorang yang tidak dapat berkutik.
Dengan perlahan-lahan, sosok itu memutar tubuhnya menghadap ke arah Ardi. Ardi tercengang melihat penampakkan di hadapannya itu. Wanita itu tampak asing baginya.
Tapi.. gila. Ia sungguh dibuat kelu dengan paras cantik wanita itu. Usianya seperti sekitar 20 tahunan. Dengan ras khas Eropanya, wajah wanita itu terlihat anggun, ayu, rupawan.
ADVERTISEMENT
Sepasang bola mata coklat itu menatap Ardi. Senyuman manis itu diberikan kepada Ardi. Anggukan sapaan itu ditujukan kepada Ardi.
Sedangkan Ardi, Ia hanya bisa mengucek-ngucek matany. Untuk memastikan apa benar ada bidadari di hadapannya sekarang.
"Ka-ka.. siapa kamu?" tanya Ardi.
"Halo Ardi, sa-saya.. saya.."
"Hah? Bagaimana kamu tahu namaku? Tunggu—tidak, kau bisa bicara?" sambung Ardi dengan terus berusaha menenangkan dirinya dari keterkejutannya.
"Maaf Ardi.. Aku bukan orang jahat. Aku hanya ingin menemanimu."
"Menemaniku?" Sekejap, Ardi nampak sadar akan sesuatu, "tunggu.. jangan-jangan kamu adalah sosok jelmaan dari cahaya yang selalu kulihat dari ujung ekor mataku?"
Perempuan itu hanya bisa menunduk dan mengangguk.
"Kenapa harus sembunyi-sembunyi gitu sih? Padahal kamu cantik. Kamu orang Netherlands kah?" Di luar dugaan, Ardi malah merespon seperti itu. Padahal wanita itu sudah terlihat ketakutan. Seperti maling yang tertangkap basah.
ADVERTISEMENT
Sosok itu hanya mengangguk membenarkan pertanyaan terakhir Ardi. Lalu Ia berkata sambil terbata-bata, "hmm.. aku pikir kamu akan takut kepadaku. Karena aku berbeda dunia denganmu." pungkas sang perempuan.
Mendengar itu, Ardi sempat terdiam. Lalu.. "Ohiya. Kamu ini apa?! Hantu?! Kok bisa ada di apartemenku?!"
Ah. Dasar Ardi. Responnya telat dan sangat labil.
"Aku baik Ardi. Niatku mengikutimu karena hanya ingin menemani. Dan karena aku tahu kalau kamu itu orang baik, makannya aku mau ikutin kamu." jelas perempuan itu.
"Duh sebentar, kamu terus saja menyebut namaku. Aku menjadi risih. Sebab aku tidak kenal dan tidak tahu namamu." Lagi dan lagi Ardi keluar dari topik.
"Namaku.. Kirana de Everhart." Perempuan itu menyebutkan namanya dengan logat bahasa asing. Membuat Ardi tidak bisa mendengar jelas.
ADVERTISEMENT
"Apa? Kirana.. de.. dekart?"
"Nae. Kirana de.. Ever.. hartch."
"Oh, Kirana de Everharet"
"Nae. Hartch, bukan haret."
"Ha..ret? Ah sudahlah. Kirana saja." pungkas Ardi yang kesulitan saat melafalkan nama panjang Kirana.
"Lalu kenapa kamu mengikutiku?" tanya Ardi kembali.
"Karena kamu pernah melihatku." jawab Kirana yang membuat Ardi kebingungan.
"Hah? kapan?"
"Waktu kamu sedang di sebuah pasar di daerah Kota Bandung. Saat itu kamu sedang membantu seorang ibu-ibu pengemis dengan memberinya uang. Setelah membantu ibu-ibu itu, kamu melirik ke arahku dan tersenyum."
"Kamu baper sama aku gitu?"
"Ya. Bisa dibilang begitu."
Setelah perkenalan singkat itu, akhirnya Ardi lama-kelamaan mulai terbiasa dengan kehadiran Kirana di apartemennya. Bahkan Ardi sering mengajak ngobrol Kirana saat sedang butuh teman curhat.
ADVERTISEMENT
Hubungan mereka pun perlahan membaik dan semakin baik. Mereka sering bersenda gurau bersama. Bersedih bersama. Bercerita bersama. Melakukan apapun bersama-sama.
Namun suatu hari Ardi tiba-tiba mengusir Kirana dari apartemennya. Sebab suatu peristiwa menimpa mereka. Sampai-sampai Ardi bilang tidak mau lagi bertemu dengan Kirana. Ia merasa dikecewakan.
Hal itu terjadi karena suatu hari saat Ardi dan Kirana sedang bersantai di apartemen. Mereka sedang asik menonton tv sambil bersenda gurau. Lalu suasana berubah saat Ardi memulai untuk deep talk bersama Kirana.
"Aku merasa bosan dengan hidupku sekarang. Aku kesepian. Apalagi ketika melihat teman-temanku sudah mempunyai istri dan keluarga. Berasa ngenesss... banget deh." ujar Ardi dengan pandangan nanarnya.
Mendengarnya, Kirana melirik Ardi dengan raut yang sulit diartikan, lalu berkata, "Kan ada aku di sini."
ADVERTISEMENT
"Ya tahu. Maksudku kepenginnya cari istri gitu. Biar bisa punya keluarga kecil."
Kirana hanya bisa menunduk tak membalas. Entah karena bingung atau karena sesuatu yang lain.
"Aku ingin berkeluarga. Aku ingin mempunyai tempat untuk pulang. Tidak hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Tapi tak punya tujuan." lanjut Ardi melihat Kirana yang tidak merespon.
"Selama ada aku, kamu tidak bisa bertemu yang lainnya. Tidak, bukan tidak bisa. Tapi tidak boleh."
"Apa maksudmu?" tanya Ardi menyahuti penuturan Kirana.
"Aku mencintaimu Ardi. Tidak bisakah kamu merasakannya? Padahal aku selalu ada di sampingmu."
"Hah? M-maksudmu? Kita kan berada di dunia yang berbeda. Bagaimana bisa kamu mencintaiku?" balas Ardi tercengang mendengar penuturan Kirana.
"Bukannya tidak bisa. Hanya saja kamu tidak pernah melihatku. Kamu tidak benar-benar menganggapmu ada walau aku selalu di sampingmu."
ADVERTISEMENT
"Aku sudah melewatinya sampai sejauh ini untuk mendapatkanmu Ardi. Mengapa kamu tidak pernah melihatku? Aku bahkan sudah menghalangi gadis-gadis itu agar menjauh darimu." Tutur Kirana dengan sendu dan suaranya yang bergetar akibat menangis.
Dalam kebingungannya, dalam diamnya, dalam termangunya, Ardi mulai menyadari sesuatu. Ardi menjadi geram. Selama ini Ardi bukannya diam saja. Ia sudah berusaha mencari pujaan hatinya. Namun selalu gagal.
Bila diingat-ingat, alasan hubungan Ardi dengan para perempuan yang didekatinya pun agak tidak wajar. Ada yang tiba-tiba menghilang. Ada yang tiba-tiba menjadi orang linglung saat berkencan–ngakunya tidak pernah mengenal Ardi. Ada yang tiba-tiba mengajak putus karena mencium bau badan Ardi. Padahal sebenarnya Ardi selalu wangi. Dan masih banyak lagi kejadian wanita-wanita yang didekati Ardi tiba-tiba menghilang.
ADVERTISEMENT
Kini Ardi tahu apa penyebabnya. Ya, pasti Kiranalah yang melakukan itu semua.
Perdebatan itu berakhir panjang. Ardi yang sudah merasa muak dan amat kecewa dengan Kirana pun tidak bisa lagi memaafkannya. Ardi meminta kepada Kirana untuk menghilang dari hidupnya. Dan benar, Kirana tidak pernah terlihat lagi sampai detik ini.
Setelah kejadian itu, beberapa waktu kemudian, Ardi berhasil menemukan pujaan hatinya. Ia pun dengan mantap mengajak kekasihnya untuk menikah.
Hari ini adalah tepat di hari pernikahan Ardi. Ardi dan istrinya baru saja melakukan ijab kabul. Ardi bersyukur telah sampai pada hari ini. Hari dimana Ia akhirnya mempunyai keluarga baru untuk sehidup semati dengannya.
Di tengah keharuannya, tiba-tiba Ardi teringat sesuatu. Tiba-tiba perasaan rindu menyeruak. Tanpa disengaja, Ia menengokan kepalanya ke arah kiri. Dan pandangannya sekarang tepat jatuh kepada seseorang yang juga sedang menatapnya.
ADVERTISEMENT
Seseorang itu menatap Ardi dengan tatapan teduhnya. Kemudian tersenyum simpul. Ardi pun membalas senyuman itu dengan manis.
Ternyata di hari bahagianya Ardi, sosok yang dirindukannya turut hadir di sana. Ardi mengucap syukur dalam hati. Kemudian melihat perlahan-lahan sosok itu berbayang-bayang, dan perlahan menghilang. Benar-benar menghilang.
"Ku ikhlaskan kamu Kirana. Dunia kita berbeda. Mari kita jalani hidup di dunia kita masing-masing. Dan carilah kebahagianmu sendiri." gumam Ardi dalam hatinya.