Konten dari Pengguna

Glass Generation: Istilah Baru Generasi Alpha

Khuladista Nafla Favela
Mahasiswa S1 Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember
9 Juni 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khuladista Nafla Favela tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gen Alfa. Foto: iStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gen Alfa. Foto: iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Alpha merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 2011-2025. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang paling akrab dengan teknologi digital dan diklaim sebagai generasi yang paling cerdas dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi alpha lahir dari orang tua generasi Y dan Z atau Generasi Milenial. Generasi Z dan Alpha memiliki kedekatan kuat dengan teknologi yang sama, namun generasi alpha ini cenderung memiliki intensitas teknologi yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, generasi alpha sangat ditakuti oleh generasi sebelumnya, karena mereka dinilai lebih pintar dan lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi saat ini.
ADVERTISEMENT
Istilah generasi alpha pertama kali dikemukakan oleh Mark Mccrindle. Mark Mccrindle memprediksi bahwa generasi alpha akan selalu berhubungan dengan gadget, kurang bersosialisasi, serta bersikap individualis. Mereka lahir dan berkembang dalam kondisi teknologi yang sudah maju atau bisa dikatakan sempurna. Kesenangan mereka dengan gadget membuat mereka hampir mustahil untuk dijauhkan dari gadget. Oleh karena itu, generasi ini juga disebut sebagai Glass Generation.

Apa itu Glass Generation?

Ilustrasi Glass Generation sebagai generasi muda yang terlahir di era digitalisasi. Foto: iStock
Glass Generation merupakan generasi pertama yang terlahir sepenuhnya di era digitalisasi. Istilah Glass Generation mengacu pada generasi muda yang hampir setiap hari menatap layar handphone atau tablet selama berjam-jam. Generasi ini seakan-akan tidak bisa hidup tanpa teknologi. Mulai dari bangun tidur, makan, bahkan mengisi waktu luang, hampir semua kegiatan mereka ditemani oleh gadget atau tablet.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei pada 1000 orang di Inggris yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam kata sandi digital (SecurEnvoy), menunjukkan bahwa remaja masa kini mengalami nomophobia, yaitu perasaan cemas dan takut tanpa adanya gadget mereka. Pada saat baterai gadget tersebut habis, mereka seketika akan panik, mereka juga cenderung menyalakan gadget sepanjang hari, selalu menggunakan dan membawa barang kecil itu secara terus-menerus dimana saja bahkan ketika ke kamar mandi.
Karena generasi alpha juga lahir dari generasi yang masih melek teknologi, banyak orang tua dari generasi alpha yang menyukai hal-hal yang instan dan praktis. Misalnya, pada saat anak menangis atau merengek meminta sesuatu, mereka akan dialihkan atau ditenangkan dengan memberikan gadget atau tablet. Meskipun hampir tidak mungkin untuk menghindarkan layar gadget atau tablet dari generasi alpha, namun pemberian batasan masih sangat diperlukan. Hal ini berkaitan dengan efek buruk yang ditimbulkan oleh gadget itu sendiri seperti kurangnya aktivitas fisik yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak, sikap egois yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya, suka menyendiri, ketergantungan pada gadget atau tablet itu sendiri, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pedoman baru tentang waktu konsumsi layar yang disarankan bagi balita, yaitu sebagai berikut:

Lalu, bagaimana dengan peran orang tua?

Ilustrasi peran orang tua dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap anak. Foto: iStock
Di zaman serba digital ini, orang tua memegang peran yang sangat penting. Seorang anak dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, dimana sikap dan perilakunya merupakan gambaran dari pola asuh orang tua dan kondisi lingkungan sekitarnya. Orang tua berperan dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap anak agar tetap melihat acara atau video yang mendidik dan sesuai umurnya. Selain itu, orang tua juga berperan dalam mengenalkan ilmu-ilmu agama, pendidikan moral, mengajari anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, mematuhi norma-norma yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, serta menunjukkan permainan edukatif dengan mengkombinasikan teknologi digital dengan aktivitas fisik. Dengan begitu, seorang anak tidak hanya cerdas dalam penguasaan teknologi saja, melainkan juga cerdas secara moral, spiritual, dan emosionalnya.
ADVERTISEMENT
Kemajuan teknologi yang pesat kedepannya juga pasti akan mempengaruhi kehidupan mereka, mulai dari gaya belajar, materi yang dipelajari di sekolah, sampai dengan pergaulan mereka sehari-hari. Berikut salah satu contoh dari generasi alpha sebagai generasi cerdas yang hidup di era digital ini. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan platform TikTok. Beberapa waktu yang lalu, video seorang balita yang pandai menyanyikan lagu anatomi tubuh manusia viral di sosial media. Video tersebut diunggah oleh akun @smilesandbonds di akun TikTok-nya. Balita tersebut bernama Nala yang masih berusia 3 tahun tetapi sudah sangat pandai menghafal berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti nama-nama molekul, senyawa, unsur kimia, hingga anatomi tubuh manusia. Berdasarkan penjelasan orang tuanya, Nala memang diberikan screen time untuk mendukung proses belajarnya atau sebagai sarana edukasi serta hiburan saja. Namun, tetap dengan durasi yang terbatas dan dalam pengawasan orang tua. Video tersebut membuat para warganet takjub dan heran, bagaimana bisa seorang anak dengan usia yang masih sangat muda itu bisa menghafal hal-hal yang cukup sulit bahkan bagi orang dewasa biasa.
Ilustrasi generasi alpha sebagai generasi cerdas. Foto: TikTok

Tuntutan di Masa Depan

Hidup berdampingan dengan teknologi dapat membawa dampak baik maupun buruk. Charles Darwin mengatakan, “Bukan spesies terkuat yang akan bertahan, dan bukan spesies terpintar yang akan bertahan. Tetapi mereka yang paling mudah beradaptasi terhadap perubahan.” Semakin berkembangnya zaman, maka tantangan yang akan dihadapi juga akan semakin besar.
ADVERTISEMENT
Sebagai generasi yang lahir dengan berbagai kemudahan di segala bidang, tentu beban generasi alpha juga semakin berat. Walaupun dianggap sebagai generasi yang paling cepat dan mudah beradaptasi, terdapat berbagai tuntutan yang semakin bertambah yang harus dipenuhi oleh mereka. Beberapa tantangan yang akan dihadapi antara lain persaingan dengan robot atau Artificial Intelligence, standar pendidikan yang semakin tinggi, serta persaingan dalam dunia kerja yang semakin ketat.
Dengan adanya tuntutan tersebut, Glass Generation melakukan berbagai cara agar dapat memenuhinya. Tidak heran, jika ada anak yang rela belajar berjam-jam di depan layar komputer atau tabletnya demi mendapatkan nilai sempurna. Di sisi lain, ambisi yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan rasa takut yang berlebih, stress, bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Oleh karena itu, di zaman yang semakin maju ini, tidak hanya beban Glass Generation saja yang bertambah, tetapi beban orang tua mereka (Generasi Milenial) juga bertambah. Dimana para orang tua dituntut harus mampu mendidik dan membesarkan anaknya dengan baik ditengah ancaman dampak buruk yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi.
ADVERTISEMENT