Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Ruang Pupus Pembelaan Wakil Tuhan
26 September 2022 21:20 WIB
Tulisan dari Khulaifi Hamdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gelegar gemuruh palu itu begitu kuat dalam memutus bersalah atau tidak. Putusannya diikrarkan atas nama keadilan. Kerajaan itu bernama Mahkamah. Saking kokoh dan kuatnya ia juga disebut Agung. Lengkap sudah, ia adalah kerajaan Mahkamah yang begitu agung sehingga seluruh rakyat mengenalnya sebagai Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Suatu negara atau kerajaan dipimpin oleh sekumpulan orang pintar dan bijak disebut dengan Aristokrat. Sedangkan para pemimpin kerajaan Mahkamah Agung dikenal dengan Hakim.
Umumnya untuk mencapai keadilan para panglima pun juga raja-raja saat perang memakai zirah dan dipersenjatai mulai dari panah, tombak hingga pedang pada saat berperang. Kerajaan Mahkamah Agung tidak membutuhkan itu. Ia memberikan toga kepada para hakim kerajaan, dan memberikan palu keadilan. Palu itulah yang saat dipukul suaranya menggelegar. Saking dahsyatnya pukulan palu tersebut, ia memberikan dampak kepada seluruh rakyatnya. Sekali palu menghujam maka berubahlah nasib dari rakyatnya. Dalam sehari ia dapat memukul palu lebih dari seratus kali, seratus kali pula nasib rakyat berubah.
Teori-teori dalam hukum alam menjelaskan bahwa kekuasaan raja didasarkan atas Teokrasi yakni ia adalah perwakilan tuhan. Maka para rakyat harus menjaga marwahnya. Namun perjalanan sejarah begitu Panjang banyak raja yang awalnya bijak akhirnya ia menjadi tiran, para aristokrasi pun seperti itu, ia ternyata berubah menjadi oligarki. Apakah tuhan hanya memihak raja dan tidak pada rakyat, apakah rakyat diciptakan untuk menyembah raja atau tuhan. Ternyata suara rakyat juga adalah suara tuhan. Raja menjadi pemimpin untuk mendengar apa yang rakyat butuhkan, dan raja diturunkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pantaskah ia dibela jika ternyata palunya malah menyakiti bukan mengadili? Para rakyat memberontak, wakil tuhan yang begitu mereka jaga marwahnya justru malah melukai. Para rakyat tahu bahwa tuhan maha pengasih lagi maha penyayang, namun mengapa nasib untuk diketuk adil justru sang wakil tuhan malah membuatnya hanya menjadi sekadar angan?
Amat senja kerajaan Mahkmah Agung. Semburat jingga cakrawala memang indah, namun senja di kerajaan tak dinikmati rakyatnya. Senja kala itu malah menhadirkan sendu dan juga rindu. Rakyat tak lagi membela, apalagi menjaga. Tak ada lagi ruang di hati rakyat untuk membela bahkan menghargai mereka.
Pupus sudah kepercayaan rakyat. Rakyat membulatkan tekad melakukan pemberontakan. Telah siap mosi tidak percayanya, telah siap juga mereka menyita bahkan membakar istana kerajaan. Secercah harapan ternyata masih ada. Lembayung senja kala itu menenangkan hati ditambah angin sejuk padang pasir saat sore hari. Kumpulan pendekar datang atas nama keadilan. Mereka tidak hanya datang untuk rakyat pun juga kerajaan, sekali liga mereka datang atas nama keadilan. Mereka datang untuk mengawasi bagaimana orang-orang kerajaan menggunakan palunya, Mereka pula datang untuk mengembalikan kepercayaan rakyat sehingga mendudukkan kembali hakikat hakim sebagai wakil tuhan.
ADVERTISEMENT
Kumpulan pendekar itu menamakan dirinya Komisi karena mereka adalah kumpulan para pendekar yang datang untuk mengawasi para hakim menggunakan palu untuk untuk keadilan. Mereka para pendekar yang oleh rakyat kerajaan mahkamah diberi gelar Yudisial.
Para pendekar ini melatih pemuda-pemuda yang ada di kerajaan untuk menjadi pendekar yudisial seperti mereka. Pemuda ini dinamakan sebagai pasukan Etik Komisi Yudisial.
Live Update