Konten dari Pengguna

Gaya Hidup Sedentari, Patut Diwaspadai

Khummairo' Etika Sari Aisyah
Mahasiswi/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/Universitas Negeri Surabaya
19 Juli 2023 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khummairo' Etika Sari Aisyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Contoh Gaya Hidup Sedentary. Sumber Gambar: Dokumen Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Contoh Gaya Hidup Sedentary. Sumber Gambar: Dokumen Penulis
ADVERTISEMENT
Gaya hidup sedentari merupakan suatu kebiasaan seseorang yang minim beraktivitas dan hanya mengeluarkan < 1,5 METs. Sedentari mengacu kepada kegiatan yang minim aktivitas fisik, seperti duduk dan berbaring yang dominan dilakukan dalam keseharian di luar aktivitas tidur.
ADVERTISEMENT
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan, aktivitas fisik orang Indonesia <50 % atau (33,5 %). Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari data Riskesdas tahun 2013 sebesar 26,1 %. Di era digitalisasi, fenomena sedentari kian melonjak. Masyarakat dimanjakan dengan kecanggihan teknologi sebagai pengganti aktivitas fisik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa hal itu menguntungkan manusian untuk mempermudah pekerjaannya. Namun, apabila berlebihan dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan tubuh.
Aktivitas yang mulanya dilakukan secara manual, seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, belanja, memasak, dan menaiki tangga, kini beralih dilakukan dengan memanfaatkan teknologi, seperti penggunaan sapu elektrik, mesin cuci baju, belanja online, lift, dan pesan makanan online.
Fenomena semacam itu, merambah pula ke remaja. Para remaja menjadi gemar belanja di ecommerce daripa
ADVERTISEMENT
da di toko offline. Gemar pesan makanan online daripada memasak. Gemar naik kendaraan pribadi daripada kendaraan umum ataupun jalan kaki, meskipun jarak lokasi yang dituju <1 km.
Perilaku Sedentari dapat berdampak serius bagi kesehatan bila tidak segera dihentikan. Salah satu studi di Yogyakarta menunjukkan, orang yang menonton televisi selama 2 jam perhari berisiko mengalami obesitas 2 kali, dan orang yang menonton televisi selama 4 jam berisiko mengalami peningkatan obesitas 4,5 kali. Diperkuat kembali dengan World Population Review, 2019, yang menyatakan Indonesia menduduki peringkat keempat dengan jumlah masyarkat obesitas terbanyak se-ASEAN. Tidak hanya obesitas, sedentari juga memicu penyakit kronis, seperti hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, kardiovaskular, asma, arthritis, kanker, dan kesehatan mental bahkan berisiko kematian dini (OECD, 2019[25]; WHO, 2020[24]).
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, diperlukan perubahan sebagai bentuk pencegahan dari dampak perilaku sedentari. Upaya pencegahan sedentari dapat dilakukan dengan (1) Meningkatkan aktivitas fisik. Sebagaimana dianjurkan oleh WHO yakni, meluangkan waktu 150 menit setiap pekan untuk berolahraga, seperti lari, jogging, bersepeda, dan sebagainya. (2) Memangkas kegiatan ‘sedentari’ dengan cara sederhana, seperti berdiri di dalam transportasi umum, berjalan sejenak ketika istirahat makan siang, memasang pengingat untuk bergerak setiap 30 menit ketika sedang bekerja, banyak mengerjakan pekerjaan domestik di rumah, dan memilih naik tangga daripada lift. (3) Menyelaraskan tubuh dengan nutrisi 4 sehat 5 sempurna. Kurangi konsumsi makanan cepat saji yang mengandung lemak jahat.
Perilaku sedentari memang mudah dilakukan dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Hal itu harus dihentikan dan dicegah dengan sering berolahraga serta menjaga pola makan. Dengan begitu, dampak dari perlikau sedentari dapat berkurang sehingga masyarakat Indonesia memiliki kesehatan tubuh yang prima.
ADVERTISEMENT