Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Manuskrip Hikayat Perang Sabil: Azimat yang Ditakuti Belanda
15 Desember 2020 6:48 WIB
Tulisan dari Khusnul Khotimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hikayat Perang Sabil atau Hikayat Prang Sabi (dalam bahasa Aceh) merupakan salah satu karya sastra berbentuk hikayat yang mengisahkan tentang jihad fi’sabilillah. Lebih tepatnya mengacu pada perang besar antara kaum muslim Aceh melawan Belanda yang terjadi pada tahun 1873 dan biasa disebut dengan Perang Sabil.
ADVERTISEMENT
Naskah ini ditulis oleh Teungku Chik Pante Kulu yang berisi puisi perang tentang seruan-seruan untuk berjihad melawan penjajah. Naskah ini merupakan karya pertama yang memiliki judul “Hikayat Perang Sabil”.
Hikayat ini ditulis oleh Teungku Chik Pante Kulu atas dasar permintaan kakandanya yang diperkirakan sebagai Teungku Chik Tiro, yang merupakan panglima perang sabilillah pada tahun 1881. Teungku Chik Pante Kulu dinilai telah memanfaatkan karya sastra berbentuk hikayat untuk menggerakkan semangat perlawanan rakyat pada masa perang kolonial di Aceh.
Deskripsi Manuskrip Digital “Hikayat Perang Sabil”
Manuskrip Hikayat Perang Sabil ini saya temukan pada situs website khastara.perpusnas.go.id yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional Indonesia untuk melestarikan berbagai naskah kuno serta buku-buku langka yang telah dialih-mediakan (digitalisasi). Situs web ini memudahkan orang-orang yang ingin mengetahui tentang naskah-naskah kuno tanpa harus datang langsung ke gedung Perpustakaan Nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan deskripsi yang terdapat pada situs web khastara.go.id, jenis bahan dari hikayat ini termasuk ke dalam naskah kuno dengan tebal 70 halaman. Naskah ini didigitalisasi pada 21 November 2007 yang subjeknya ialah Hikayat dengan catalog ID 95227.
Naskah ini ditulis dengan aksara Arab Jawi dan menggunakan bahasa Aceh. Tidak ada deskripsi tepat mengenai bahan dari naskah ini, tetapi naskah ini ditulis di atas kertas tebal dan seluruh tulisannya dibuat dengan tinta hitam.
Hikayat Perang Sabil Sebagai Azimat yang Ditakuti oleh Belanda
Sebuah hikayat merupakan cerita yang memberikan pelajaran bagi pembaca maupun pendengarnya. Hal ini dapat dibuktikan dari Hikayat Perang Sabil yang memberikan banyak sekali pelajaran ataupun nasihat berupa seruan untuk memerangi penjajah dalam konteks jihad fi’ sabilillah.
ADVERTISEMENT
Keunikan dari Hikayat Perang Sabil ini, yaitu merupakan karya sastra puisi terbesar yang memiliki pengaruh pada semangat perlawanan rakyat Aceh kepada penjajah. Hikayat ini biasa diperdengarkan atau dideklamasikan di masjid-masjid atau di menasah. Hikayat ini ditakuti oleh bangsa Belanda pada saat itu, karena isinya dinilai sebagai ajakan untuk memberontak kepada Belanda.
Isi dari hikayat ini dinilai akan melipatgandakan keberanian dari para pejuang Aceh untuk bertempur melawan Belanda. Banyak sekali rakyat Aceh yang tergugah semangatnya untuk memerangi Belanda setelah diperdengarkan isi dari hikayat ini. Hal ini membuat Belanda ketakutan sehingga seringkali menyita naskah-naskah dari hikayat ini yang dimiliki oleh para pejuang Aceh pada saat itu.
Jika melihat kembali pada sejarahnya, Aceh merupakan salah satu negeri atau wilayah yang sulit untuk ditaklukkan oleh Belanda dan juga ditakuti oleh Portugis. Dengan taktik perang gerilya yang dimiliki oleh Aceh membuatnya unggul, sehingga sulit untuk ditaklukkan oleh para penjajah.
ADVERTISEMENT
Terjadi banyak sekali pemberontakan dan perlawanan di Aceh pada saat itu yang membuat tentara kolonial Belanda tidak tenang. Sejarah mencatat bahwa perang kolonial di Aceh adalah yang paling lama serta memakan banyak korban jiwa.
Banyaknya perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Aceh ini ternyata merupakan pengaruh dari Hikayat Perang Sabil. Banyak pejuang Aceh yang gugur ditemukan dengan mengantongi bagian-bagian dari naskah hikayat ini.
Hal ini membuktikan bahwa naskah hikayat yang dituliskan oleh Teungku Chik Pante Kulu ini memiliki pengaruh besar terhadap perjuangan rakyat Aceh dalam mengusir penjajah. Berikut beberapa bait isi dari naskah Hikayat Perang Sabil:.
Setalah lama masa dahulu,
Zaman Rasul Penghulu Nabi,
Perang Sabi tiada berlaku,
ADVERTISEMENT
Kini baru datang lagi.
Tuhan kita pengasih penjajang,
Tjinta berganda kepada hamba,
Buka djalan lurus memandjang,
Menudju sorga taman bahagia.
Wahai teungku radja djauhari,
Mengapa gelisah tenteram tiada,
Djika tidak memerangi musuh Illahi,
Menjesal nanti tiada berguna.
Oh saudaraku kaum bangsawan,
Firman Tuhan tegas njata,
Harus pertjaja ajat Qur’an,
Segala adjaran didalamnja ada.
Itu firman Kalam Allah,
Mengapa gundah wahai bentara,
Makna maksud maklum sudah,
Mengurai pandjang berguna tiada.
Siapa enggan memerangi Belanda,
Siksa neraka dibalas Tuhan
Demikian kataku adik dana bang,
Djangan bimbang senantiasa.
Beberapa bait dari naskah hikayat perang sabil di atas, sangat menjelaskan bahwa isinya mengarah pada ajakan untuk berjihad dan berperang dengan Belanda. Ajakan tersebut berpedoman pada firman Allah Swt. yang tertera dalam Al-Qur’an serta hadis Rasulullah saw.
ADVERTISEMENT
Bahkan, pada dua baris yang berbunyi “Siapa enggan memerangi Belanda, Siksa neraka dibalas Tuhan” jelas sekali bahwa penulisnya menunjukkan langsung siapa yang harus diperangi, yaitu bangsa Belanda. Barangsiapa yang tidak ikut berperang melawan Belanda, maka akan mendapat siksa dari Allah Swt.
Oleh karena itu, hikayat ini juga dinilai sebagai jimat kaum muslim Aceh mengingat isinya yang juga memuat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw. Bait-bait dari hikayat ini seringkali dinyanyikan setiap malam Jumat di berbagai menasah atau masjid-masjid pada zaman perang setelah para pejuang muslim selesai bertadarus.