Konten dari Pengguna

Makna Simbolik Dalam Ritual Siraman Pada Pernikahan Adat Jawa

Khusnul Khotimah
Mahasiswa Universitas Pamulang
9 Desember 2024 15:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khusnul Khotimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Source Ai : Siraman Pada Pernikahan Adat Jawa
zoom-in-whitePerbesar
Source Ai : Siraman Pada Pernikahan Adat Jawa
Pernikahan adat Jawa dikenal sebagai salah satu tradisi yang sarat akan simbolisme, nilai-nilai filosofi, dan ajaran moral. Salah satu prosesi yang sangat penting dalam pernikahan adat Jawa adalah siraman. Ritual ini bukan hanya sekadar tradisi membersihkan tubuh secara fisik, tetapi juga memiliki makna simbolik yang dalam, sebagai bentuk penyucian diri baik secara lahir maupun batin sebelum memasuki babak baru dalam kehidupan pernikahan.
ADVERTISEMENT
Pengertian Ritual Siraman
Ritual siraman dilakukan oleh calon pengantin beberapa hari sebelum acara pernikahan utama. Dalam tradisi ini, calon pengantin dimandikan oleh orang tua, keluarga dekat, atau tokoh adat yang dianggap memiliki kehidupan yang baik dan penuh berkah. Air yang digunakan dalam siraman biasanya diambil dari tujuh sumber mata air atau sumur, yang melambangkan kesucian dan keberkahan. Air ini dicampur dengan bunga-bunga seperti melati, mawar, dan kenanga, yang melambangkan keharuman nama dan kehidupan.
Makna Simbolik Ritual Siraman
1. Penyucian Diri
Secara simbolis, siraman melambangkan penyucian diri dari segala dosa, pikiran buruk, dan energi negatif. Penyucian ini diyakini akan membawa calon pengantin pada keadaan suci dan bersih, baik secara fisik maupun spiritual, sehingga siap menghadapi pernikahan sebagai fase kehidupan yang baru.
ADVERTISEMENT
2. Doa dan Harapan
Air dari tujuh sumber yang digunakan dalam siraman melambangkan keberkahan yang diharapkan menyertai calon pengantin. Setiap percikan air disertai doa dari orang-orang yang memandikan, agar calon pengantin diberikan kehidupan pernikahan yang harmonis, bahagia, dan penuh berkah.
3. Melestarikan Kesucian Tradisi
Ritual ini juga mencerminkan pentingnya melestarikan tradisi dan adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur. Dengan melaksanakan siraman, keluarga calon pengantin menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang telah dijaga secara turun-temurun.
4. Peran Orang Tua
Orang tua yang memandikan calon pengantin pertama kali memiliki peran penting dalam prosesi ini. Tindakan ini melambangkan restu dan cinta orang tua kepada anak mereka. Siraman oleh orang tua menjadi simbol bahwa mereka merelakan anak mereka memasuki fase baru kehidupan dengan penuh kasih dan doa.
ADVERTISEMENT
5. Keseimbangan Hidup
Bunga-bunga yang digunakan dalam air siraman memiliki makna simbolis. Melati melambangkan kesucian, mawar melambangkan cinta, dan kenanga melambangkan keharuman nama. Kombinasi elemen-elemen ini mencerminkan harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis, seimbang, dan penuh makna.
Ritual Siraman dalam Kehidupan Modern
Meski zaman telah berubah, ritual siraman tetap dilakukan oleh banyak keluarga Jawa, baik di pedesaan maupun perkotaan. Namun, dalam beberapa kasus, prosesinya disederhanakan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keluarga. Kendati demikian, esensi dan makna simboliknya tetap dipertahankan.
Selain itu, ritual siraman juga menjadi bagian dari wisata budaya, di mana tradisi ini diperkenalkan kepada generasi muda dan masyarakat luas. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya Jawa tetap relevan dan diterima di tengah arus modernisasi.
ADVERTISEMENT
Ritual siraman dalam pernikahan adat Jawa tidak hanya menjadi simbol penyucian diri, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur seperti cinta, doa, dan penghormatan terhadap tradisi. Melalui prosesi ini, calon pengantin diajak untuk memahami arti kesucian, restu, dan harapan yang akan menyertai perjalanan pernikahan mereka. Dalam setiap percikan air, terkandung doa-doa tulus yang diharapkan dapat membawa keberkahan sepanjang kehidupan rumah tangga mereka.
Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat Jawa tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas dan kebijaksanaan lokal yang relevan hingga saat ini.