Konten dari Pengguna

Mengenal Self-Criticism: Penilaian yang Bisa Menjadi Racun bagi Dirimu Sendiri

Kiki Aprida Qoirunisa
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 Desember 2021 16:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kiki Aprida Qoirunisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
”Aku tidak bisa melakukan apa pun dengan benar”, “Aku selalu gagal”, “Aku sangat bodoh”, “Aku tidak akan pernah menjadi lebih baik”. Apakah pernyataan tersebut tampak tidak asing? Pernahkah kamu mengatakan hal tersebut kepada dirimu sendiri? Jika demikian, kamu adalah seseorang yang cenderung melakukan self-criticism.
ADVERTISEMENT

Apa itu Self-Criticism?

Menurut kamus American Psychological Association (APA), self-criticism adalah evaluasi perilaku dengan pengakuan atas kelemahan, kesalahan, dan kekurangan. Self-criticism ini ternyata erat lho kaitannya dengan menilai diri kita secara negatif yang diiringi perasaan gagal untuk memenuhi harapan sendiri ataupun orang lain.
https://pixabay.com/
Apa yang memicu seseorang melakukan self-criticism?

Penyebab Seseorang Melakukan Self-Criticism

Timbulnya self-criticism biasanya berawal dari hubungan seseorang dengan orang tuanya. Pola asuh orang tua yang otoriter membawa dampak negatif dan menumbuhkan rasa harga diri yang rendah pada anak-anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter sangat mengontrol dan memicu sang anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih kritis terhadap dirinya sendiri.
Orang tua yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap prestasi anak-anak mereka mendesak mereka untuk mendapatkan nilai yang bagus. Ketika sang anak gagal mencapai ekspektasi tersebut, orang tua menganggap apa yang dilakukan sang anak tidak cukup baik. Akibatnya, sang anak menjadi takut membuat kesalahan dan dituntut untuk menjadi ‘sempurna’.
ADVERTISEMENT
Apa kamu termasuk orang yang perfeksionis? Tahukah kamu kalau perfeksionisme juga bisa menjadi pemicu seseorang melakukan self-criticism, lho.
Seseorang yang perfeksionis selalu berusaha untuk menjadi sempurna dan menghindari berbagai kekurangan dan kesalahan. Orang dengan perfeksionisme tinggi cenderung memiliki suasana hati yang lebih negatif dan kepercayaan diri yang lebih rendah ketika menghadapi suatu kesalahan. Inilah yang menjadi penyebab seorang perfeksionis melakukan self-criticism terhadap dirinya.
Nah, sekarang kamu sudah tahu nih apa itu self-criticism dan penyebabnya. Selanjutnya, kamu akan lebih tahu lagi mengenai dampak yang ditimbulkan kalau sering melakukan self-criticism.

Dampak Negatif yang Ditimbulkan dari Self-Criticism

Seperti yang ada pada penjelasan sebelumnya bahwa seseorang yang sangat kritis terhadap dirinya sendiri senantiasa menilai dirinya negatif apabila mengalami kegagalan. Penilaian tersebut meliputi perasaan seseorang yang merasa dirinya tidak berharga dan perasaan bersalah ketika tidak memenuhi harapan atau standarnya. Penilaian negatif ini menjadi toxic yang dapat menimbulkan gejala depresi. Selain itu, beberapa penelitian juga telah menyelidiki bahwa self-criticism dapat menimbulkan berbagai permasalahan psikologis lainnya, seperti gangguan kecemasan (anxiety disorder) dan gangguan makan (eating disorder).
ADVERTISEMENT
Menurut penelitian Cox, Enns, & Clara (2004), self-criticism yang berlebihan menunjukkan korelasi yang kuat dengan tingkat keparahan gejala depresi dan sangat erat kaitannya dengan perilaku bunuh diri (suicide). Orang tua yang sangat otoriter sehingga memicu sang anak melakukan self-criticism juga mengakibatkan sang anak lebih rentan mengalami gejala depresi. Wah, bahaya ya.
Selanjutnya, beberapa studi kasus juga menunjukkan bahwa self-criticism dapat menyebabkan seseorang mengasingkan diri dari lingkungannya. Seseorang yang sangat kritis terhadap dirinya lebih memprioritaskan pencapaian mereka daripada melakukan hubungan sosial dengan orang lain.
https://pixabay.com/
Sudah tahu kan dampak negatif dari self-criticism? Lalu, bagaimana sih caranya agar kita berhenti melakukan self-criticism?
Memang tidak mudah untuk mengubah cara berpikir seseorang apabila mereka terus-menerus menerapkan perilaku self-criticism. Jika dibiarkan, akan berdampak buruk pada kondisi psikologis orang tersebut. Oleh karena itu, seseorang perlu mencari bantuan kepada psikolog atau psikiater apabila perilaku self-criticism sudah berdampak pada kondisi psikisnya.
ADVERTISEMENT
Tim psikolog dari The Therapy Centre (suatu lembaga konsultasi psikologi) menjelaskan bahwa terapi fokus emosi (Emotion Focused Therapy) dapat membantu klien mengembangkan kesadaran emosional mereka. Psikolog nantinya akan mengombinasikan terapi tersebut dengan terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy) untuk membantu klien melawan depresi dan berbagai masalah psikologis lainnya.
Dr. Kristin Neff, seorang profesor psikologi pendidikan di Universitas Texas di Austin, menyarankan untuk menerapkan self-kindness sebagai perilaku untuk melawan self-criticism. Self-kindness mengacu pada kecenderungan peduli dan memahami diri sendiri. Kita sebagai manusia pasti tidak terlepas dari suatu kesalahan atau kegagalan. Sikap yang perlu diterapkan jika kita mengalami kegagalan adalah menerima kegagalan tersebut dan menjadikannya bagian dari sebuah perjuangan tanpa mengkritik diri.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, self-criticism dapat menjadi toxic apabila kita sering kali mengaitkannya dengan penilaian negatif. Oleh karena itu, kita perlu melawan self-criticism ini dengan menghadirkan pemikiran-pemikiran positif, seperti menerapkan kebaikan, ketenangan, dan kenyamanan. Yuk, perlahan-lahan berhenti melakukan self-criticism dan mulai mengapresiasi bahwa kamu berharga dan dirimu memiliki banyak keunggulan!

Referensi:

American Psychological Association (APA). self-criticism. Retrieved from https://dictionary.apa.org/self-criticism
Castilho, P., Gouveia, J.P., Amaral, V., & Duarte J. (2014). Recall of Threat and Submissiveness in Childhood and Psychopathology: The Mediator Effect of Self-Criticism. Clinical Psychology and Psychotherapy, 73-81.
The Therapy Centre. Self-Criticism & What You Can Do About It. Retrieved from https://thetherapycentre.ca/self-criticism-what-you-can-do-about-it/
Cox, B.J., Enns M.W., & Clara I.P. (2004). Psychological dimensions associated with suicidal ideation and attemps in the National Comorbidity Survey. Suicide and Life-Threatening Behaviour, 34(3) 209-219.
ADVERTISEMENT
Cox, B.J., Fleet, C., & Stein, M.B. (2004). Self-criticism and social phobia in the US national comorbidity survey. Journal of Affective Disorders, 82(2) 227-234.
Frost, R.O. et al. (1995). Reactions to mistakes among subjects high and low in perfectionistic concern over mistakes. Cognitive Therapy and Research, 19(2) 195-205 .
Dunkley & Grilo. (2007). Self-criticism, low self-esteem, depressive symptoms, and over-evaluation of shape and weight in binge eating disorder patients. Behaviour Research and Therapy, 45:139-149.
Hong, R.Y. et al. (2016). Developmental Trajectories of Maladaptive Perfectionism in Middle Childhood. Journal of Personality, 85(3) 409-422.
Manfredi, C. et al. (2016). Parental criticism, self-criticism and their relation to depressive mood: An exploratory study among a non-clinical population. Research in Psychotherapy: Psychopathology, Process and Outcome, 19:41-48.
ADVERTISEMENT
Neff, K. Let Go of Self Criticism and Discover Self-Compassion. Retrieved from https://self-compassion.org/let-go-of-self-criticism-and-discover-self-compassion/