Komentar Negatif Terhadap KPop dan Toxic Masculinity Apa Hubungannya?

I Veni
Mahasiswi Sastra Indonesia dari Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
22 Oktober 2022 20:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Veni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi K-Pop by: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi K-Pop by: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seperti yang kita semua ketahui bahwa saat ini jagat musik dunia sedang di dominasi oleh berbagai musik populer dari negeri ginseng, Korea Selatan. Dengan meledaknya popularitas musik Pop Korea atau yang lebih dikenal dengan singkatan K-Pop, membawa ketenaran yang tidak main-main terhadap para penyanyinya, atau yang akrab disapa idol K-Pop.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ketenaran para idol K-pop ini sudah lama dikenal dalam skala global, namun beberapa tahun terakhir ketenaran itu semakin melambung tinggi. Hingga, tidak hanya orang-orang yang mengaku sebagai penggemar, namun orang-orang yang bukan penikmat atau penyuka musik Korea pun turut menyadari akan ketenaran para idol K-pop ini.
Semakin lama tentunya keberadaan penggemar K-pop semakin merajalela di berbagai belahan dunia. Ada yang memulainya dengan menyukai berbagai lagu Korea itu sendiri, ada pula yang berawal dari mengagumi tampang atau paras sang idol K-pop. Ada pula yang menyukai lewat dunia seni peran atau drama Korea.
Namun selayaknya keseimbangan duniawi, segala sesuatu pasti terdiri atas hal baik dan hal buruk. Begitu pun dalam berkembangnya popularitas para idol K-pop, semakin banyak pula yang membenci. Kebencian ini bisa kita jumpai di berbagai sosial media dalam wujud komentar negatif atau ujaran kebencian. Komentar negatif yang tersebar menyatakan berbagai ketidaksukaan mereka baik terhadap idol K-pop, maupun para penggemarnya. Berbagai komentar negatif ini mengarah kepada penghinaan terkait riasan wajah, cara berpakaian, sampai menghina bagian dari pekerjaan sang idol itu sendiri.
Ilustrasi by: pixabay.com
Lalu, di mana letak hubungan antara komentar negatif tersebut dengan toxic masculinity?
ADVERTISEMENT
Sebelum menjawabnya, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu definisi dari toxic masculinity. Budaya patriarki sangatlah berkaitan erat dengan maskulinitas, di mana budaya patriarki ini merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan, dan menjadi pihak yang harus mendominasi peran, dari sinilah maskulinitas menjadi syarat utama dalam budaya patriarki.
Maskulinitas sendiri merupakan istilah yang mengacu pada kejantanan laki-laki. Yang dimaksud kejantanan di sini mengarah kepada standar masyarakat terhadap karakter yang harus dimiliki oleh kaum laki-laki. Maskulinitas ini mendorong laki-laki untuk mengutamakan kekuatan, kekuasaan, harus bersifat dominan, dan tidak boleh cengeng. Dengan berbagai karakter tersebut barulah masyarakat akan mengakuinya sebagai seorang laki-laki seutuhnya. Apabila ditemukan laki-laki yang tidak sesuai dengan standardisasi akan dicap aneh, bahkan dikucilkan. Dari sinilah terlahir istilah toxic masculinity.
ADVERTISEMENT
Di dunia entertainment sendiri banyak hal yang bertolak belakang dengan standarnisasi dari maskulinitas, seperti halnya penggunaan mekap yang menjadi hal lumrah untuk dilakukan oleh para artis, tak terkecuali para idol K-pop. Hal ini berguna untuk menunjang penampilan mereka dari segi visual agar terlihat lebih menawan ketika tampil di hadapan media. Namun, bagi mereka yang membenci K-pop, hal ini selalu menjadi salah satu topik yang paling sering dibahas.
Banyak dari mereka yang berkomentar bahwa idol K-pop terutama yang berjenis kelamin laki-laki tidak sepantasnya berdandan. Hal serupa pun mereka lontarkan terkait penggunaan skincare yang rutin dilakukan oleh para idol K-pop. Padahal mekap dan skincare adalah dua hal yang berbeda dari segi fungsinya masing-masing. Mekap sendiri berfungsi untuk memperindah penampilan wajah, sedangkan skincare lebih kepada untuk perawatan atau pengobatan pada kulit wajah yang bermasalah, misalnya untuk mengatasi jerawat, noda hitam, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Topik mengenai penggunaan mekap dan skincare ini tidak hanya ditujukan kepada idol K-pop saja, tetapi juga ditunjukkan kepada para penggemar, baik itu penggemar laki-laki (fanboy) maupun penggemar perempuan (fangirl). Hal ini dikarenakan banyak fanboy yang ternyata setelah mereka menggemari dunia K-pop, mereka jadi lebih mengenal apa itu skincare dan rutin menggunakannya sebagai bentuk perawatan kulit wajah, bahkan ada pula yang terbiasa menggunakan mekap dalam kehidupan sehari-hari walaupun mereka itu laki-laki. Akhirnya banyak haters yang memberikan komentar negatif terkait hal ini dengan mencap bahwa idol K-pop dan para fanboy seperti banci.
Komentar negatif juga dilayangkan kepada para fangirl, tentang betapa banyaknya perempuan zaman sekarang yang mengidolakan para artis Korea yang hanya bermodalkan tampang dengan menggunakan mekap dan hobi menari-nari tidak jelas.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi merasa bahwa penggunaan mekap untuk mempercantik wajah, dan skincare untuk perawatan kulit adalah hal yang sah-sah saja, apalagi bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia entertainment. Bukankah akan terasa kurang enak dipandang apabila dalam sebuah grup K-pop mereka tampil di atas panggung tanpa menggunakan mekap. Lagi pula para idol ini tidak melulu menggunakan mekap di setiap kesempatan. Ada pula kalanya mereka tampil di acara atau agenda tertentu dengan penampilan yang apa adanya.
Selanjutnya mengenai penggunaan skincare secara rutin, saya ingin menegaskan bahwa penggunaan skincare ini bertujuan untuk merawat kulit agar tetap sehat dan terhindar dari berbagai masalah kulit, apa lagi bagi mereka yang setiap harinya bersentuhan dengan mekap, tentunya skincare menjadi kebutuhan utama dalam mencegah kerusakan kulit akibat penggunaan mekap yang berlebih.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, mengenai tarian-tarian yang dilakukan para idol K-pop yang dicibir tidak jelas dan dianggap lemah gemulai. Padahal tarian-tarian tersebut memang bagian dari pekerjaan mereka. Di mana mereka bekerja dengan cara membawakan lagu sambil menyuguhkan tarian yang telah disesuaikan dengan ritme dan konsep lagu.
Lalu, perihal gerakan yang gemulai dan dipandang tidak menunjukkan identitas sebagai laki-laki, saya rasa para haters hanya kurang mencari tahu bahwa banyak pula koreografi yang sifatnya berani dan tidak lemah gemulai. Lagi pula, dalam semua cabang kesenian yang diutamakan adalah keindahan, itulah yang coba disuguhkan oleh para idol K-pop. Selain itu, mereka juga mengutamakan keselarasan antara musik dan koreografi dari setiap lagu yang mereka bawakan.
Hal lain yang sering disinggung adalah mengenai banyaknya idol K-pop baik itu perempuan, maupun laki-laki yang tidak malu untuk bersikap emosional di depan media. Banyak ditemukan momen-momen di mana para idol K-pop yang tidak segan-segan menunjukkan perasaan haru, atau sedih di hadapan media baik itu pada sebuah acara variety show maupun ketika konser berlangsung. Mengetahui hal ini, lantas saja cibiran kembali berdatangan dari para haters yang berkomentar bahwa hal tersebut sangat melenceng dari sikap yang seharusnya ditunjukkan oleh laki-laki sejati.
ADVERTISEMENT
Padahal sejatinya emosi masih bagian dari diri manusia, di mana seharusnya pengungkapan emosi adalah hal yang manusiawi tanpa memandang gender. Namun, lagi-lagi hal ini dipermasalahkan karena dianggap tidak memenuhi kriteria maskulinitas. Sikap emosional lebih dianggap sebagai sebuah reaksi yang identik dengan perempuan, sehingga pantang bagi laki-laki untuk menunjukkannya. Dalam toxic masculinity hanya mengenal kekerasan dan amarah sebagai bentuk pengungkapan emosi pada laki-laki.
Komentar serupa juga mempermasalahkan terkait karakter idol K-pop pria, yang dicap tidak macho karena sering menunjukan sikap lemah lembut, padahal sikap ini sangat dibutuhkan manusia sebagai bukti untuk menunjukkan kasih sayang dan empati kepada sesama.
Hal terakhir yang ingin saya bahas di sini adalah mengenai busana yang digunakan para idol pria saat mereka tampil di atas panggung. Banyak yang menganggap bahwa busana yang dikenakan terlalu terbuka atau terlihat seperti pakaian wanita. Menanggapi hal ini, saya pribadi tidak akan menyalahkan pendapat tersebut sepenuhnya, karena saya pribadi pun kadang kala berpikir demikian. Namun, kembali lagi pada kenyataan bahwa fashion adalah sesuatu yang rumit untuk dipahami bagi sebagian orang.
ADVERTISEMENT
Saya merasa bahwa mungkin saya merasa pakaian yang dikenakan idol pria terasa aneh karena saya bukanlah orang yang berkecimpung di dunia fashion, sehingga tidak mengerti di mana letak keindahan yang tersimpan dari berbagai busana yang kenakan oleh para idol. Lagi pula, Korea Selatan sendiri tidak hanya mendominasi dari bidang musik tetapi trend fashion di sana juga sedang banyak disorot oleh dunia. Jadi, wajar saja apabila semakin banyak variasi busana yang bermunculan, dan melalui para idol inilah kesempatan untuk mempromosikan trend fashion yang dimiliki kepada dunia.
Dari serangkaian pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa toxic masculinity mencakup berbagai bidang kehidupan, yang mengatur bagaimana kaum laki-laki harus bersikap, berpakaian, dan meredam berbagai emosi yang dimiliki. Bersinggungan dengan segala hal dalam ranah K-pop, menjadikan banyak hal yang dilakukan oleh para idol dan apa yang disukai oleh para penggemarnya dianggap salah oleh sebagian pihak, hanya karena tidak sesuai standardisasi yang ada.
ADVERTISEMENT
Padahal segala sesuatu pasti memiliki alasan logis di baliknya, yang menjadikan hal tersebut harus berjalan demikian. Oleh karena itu, sudah sepatutnya para haters menghargai apa yang dilakukan atau digemari oleh para fans. Karena bagaimana pun juga, standardisasi dalam maskulinitas tidak akan mengubah identitas seksual seseorang sebagai laki-laki.