Konten dari Pengguna

Cerita Pengalamanku Jalan-Jalan di Turki dengan Biro Perjalanan Wisata

Rizky A Brilianti
Dosen di Universitas Pembangunan Jaya
9 Juni 2023 7:48 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky A Brilianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pribadi. Kota Istanbul dari atas Kapal di Selat Bosphorus
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pribadi. Kota Istanbul dari atas Kapal di Selat Bosphorus
ADVERTISEMENT
"Tetapi untuk jadwal di Januari, paket umrahnya ada jalan-jalan ke Turki dulu, ya, Bu," demikian jawaban pihak biro perjalanan saat saya mengaktivasi ulang rencana umrah kami yang tertunda sampai tiga tahun gara-gara pandemi. Tanpa pikir panjang kami langsung mengiyakan. Mampir jalan-jalan ke Turki kami anggap sebagai bonus dari penantian panjang.
ADVERTISEMENT
Wisata bonus ini menjadi pengalaman pertama kami jalan-jalan ke luar negeri dengan biro perjalanan wisata dan bersama rombongan. Biasanya kami selalu berwisata mandiri, menyiapkan segalanya sendiri mulai dari tiket pesawat, hotel, tempat wisata yang didatangi sampai makanan yang mau dicoba.
Di negara tujuan pun kami bepergian tanpa didampingi pemandu wisata. Jadi walau hanya tiga hari, jalan-jalan kali ini jadi pengalaman yang sangat berbeda.

Hari 1

Kami mendarat di Turki jam 6 pagi setelah terbang selama 12 jam dari Soekarno-Hatta. Menurut jadwal, kami langsung menuju kota Bursa setelah mampir sebentar ke Masjid Raya Çamlıca atau yang dalam bahasa Turki disebut Çamlıca Ulucamii di Istanbul.
Yang pasti, selain mengagumi keindahan arsitektur dan interior masjid, kami semua kedinginan disambut angin musim dingin di pagi berkabut Istanbul. Salat duha dan foto-foto tak bisa terlalu lama. Pemandu wisata dengan sigap mengatur rombongan kembali ke bus untuk mengejar waktu makan siang di kota Bursa.
ADVERTISEMENT
Sup kacang giling yang encer, roti, salad, nasi, dan kofteci menjadi menu yang sedikit mengecewakan karena selain porsinya sedikit, rasa, penampilan, dan isi makanannya sungguh terlalu biasa.
"Ini seperti daging panggang yang Ibu buat di rumah, ya, Bu," ujar anak laki-laki saya.
Kofteci adalah daging giling panggang khas Turki yang memang tidak jauh berbeda dengan daging untuk isian burger. Kebetulan saya juga sering membuatnya di rumah. Bedanya daging burger biasanya tebal dan juicy, kofteci yang kami dapati di restoran ini teksturnya lebih kering dan kecil-kecil sehingga kami merasa kurang puas dan kenyang.
Sisa hari di Bursa kami habiskan dengan mengunjungi Masjid Agung Bursa (Bursa Ulu Cami), makam Osman dan Orhan Ghazi, serta kompleks makam Muradiye. Masing-masing tempat mungkin sebaiknya saya ceritakan di tulisan lain.
ADVERTISEMENT
Setelah dari tiga tempat tersebut kami langsung menuju hotel untuk check in dan makan malam. Merasa kurang puas merasakan atmosfer lokal kota Bursa, saya dan suami memutuskan berjalan kaki ke mal yang ada persis di sebelah hotel kami.
Mal di Bursa tidak seramai dan semeriah mal Jakarta. Hanya toko LC Waikiki yang ramai karena memang sedang ada diskon. Sepertinya merek ini disukai orang Turki karena sejak dari Istanbul saya lihat tokonya banyak dan besar-besar.
Tidak banyak juga yang bisa kami lakukan di mal. Selain sudah kenyang, hari pun sudah malam jadi kami segera kembali ke hotel. Mal lama yang bersahaja, demikian kesimpulan kami setelah melihat-lihat.

Hari 2

Keesokan paginya setelah sarapan dan langsung check out, kami dibawa ke toko oleh-oleh. Saya harus jujur, ini adalah pengalaman tak menyenangkan kedua setelah soal makan siang di hari sebelumnya. Ini pun sebaiknya saya ceritakan di tulisan lain.
ADVERTISEMENT
Setelah itu kami pergi ke Gunung Uludag untuk bermain salju. Untuk menuju lokasi main salju, kami harus menaiki kereta gantung atau yang di sana disebut dengan teleferik. Turun dari Uludag kami makan siang kembali ke resto kofteci yang sudah kami coba di hari sebelumnya.
Jika kemarin kami disuguhkan sup kacang giling encer, roti, salad, nasi, dan daging giling bakar, hari ini menunya persis sama. Hanya daging giling diganti ayam panggang, tetapi tetap jumlah dan ukurannya tak memuaskan.
Bukannya lebih baik, hari itu sungguh kami mengalami sesuatu yang di luar nalar! Ini menjadi nilai minus besar. Untuk pengalaman di luar nalar ini juga akan saya buat di tulisan tersendiri.
Setelah makan siang yang mengecewakan kami dibawa kembali ke kota Istanbul, tepatnya langsung ke masjid Sultan Ayub al Anshori. Sore menuju malam yang makin gelap mengiringi perjalanan kami dari masjid Sultan Ayub ke Haghia Sophia.
ADVERTISEMENT
Di kawasan ini pula kami makan malam dengan menu yang juga sama persis komposisinya, sup kacang encer, roti, nasi, salad, dan 1 jenis lauk. Saking tidak berkesannya, saya sampai lupa apa lauknya.

Hari 3

Setelah beristirahat di hotel di Istanbul, pagi itu kami langsung check out karena setelah melanjutkan jalan-jalan sampai nanti sore, kami akan langsung terbang ke Madinah. Lagi-lagi pagi kami diawali dengan kegiatan belanja. Lagi-lagi kami mendapatkan pengalaman yang sungguh bikin kapok. Pengalaman ini pun lebih baik diceritakan di tulisan lain.
Setelah kegiatan belanja selesai, kami langsung menuju selat Bosphorus. Berlayar menyusuri selat yang membelah Istanbul menjadi sisi Eropa dan Asia adalah pengalaman menyenangkan. Dari atas kapal kita dimanjakan dengan pemandangan kota Istanbul yang sungguh cantik.
ADVERTISEMENT
Selesai berlayar kami mengunjungi Museum 1453, lalu ke Istana Topkapi. Hari itu yang menjadi hari terakhir kami di Turki sebelum lanjut umrah ditutup dengan makan di restoran Indonesia, Warung Ibu Deden.
Itulah daftar kegiatan jalan-jalan kami selama tiga hari di Turki yang setidaknya bisa memberikan bayangan bagaimana jika kita berwisata dengan biro perjalanan. Jadi langsung saja saya tuliskan enak dan tidak enaknya, ya.
Di Kompleks Makam Osman dan Orhan Gazi

Enaknya Pergi dengan Biro Perjalanan Wisata

1. Tinggal Duduk Manis

Tidak pusing mencari tempat makan. Tidak pusing mengatur rute perjalanan dan mempelajari sistem transportasi di lokasi, jadi dijamin tidak akan tersasar.

2. Urusan Tiket Masuk/Kegiatan Beres

Tidak pusing dan bebas antre untuk urusan tiket masuk atau tiket kegiatan lain.

3. Efektif Mengunjungi Beberapa Tempat Wisata

Karena transportasi bukan pakai transportasi umum, otomatis lebih efektif dari sisi jumlah tempat wisata yang bisa dikunjungi. Dalam sehari setidaknya kita bisa berkunjung minimal ke 4 objek wisata dan atau belanja.
ADVERTISEMENT

Tidak Enaknya Pergi dengan Biro Travel

1. Melelahkan

Terasa capek dan terburu-buru karena seperti ditarget harus mendatangi semua tempat wisata yang sudah tertulis di jadwal perjalanan (itinerary). Di sisi lain, daftar objek wisata juga dibuat banyak karena inilah daya tarik untuk peserta perjalanan. Lalu jika ada tempat yang tidak sempat didatangi ternyata memang ada peserta tur yang mengeluhkannya.
Selain itu, durasi di lokasi wisata juga dibatasi. Ternyata soal durasi yang dibatasi cukup mengganggu. Kami terbiasa disiplin jadi ketika pemandu wisata menetapkan durasi sekian menit, kami menepatinya.
Sayangnya, karena rombongan kami besar, ada saja hal yang membuat kami terpaksa menunggu. Misalnya, ada yang butuh ke toilet setelah kumpul, tiba-tiba tergoda oleh pedagang atau toko yang dilewati, ada yang telat kumpul, urusan berfoto pun bisa makan waktu.
ADVERTISEMENT
Padahal waktu menunggu ini, jika kami pergi sendiri bisa dimaksimalkan untuk eksplor objek wisatanya. Jadi irama jalan-jalannya bolak-balik antara terburu-buru, tetapi banyak menunggu. Mungkin karena belum pengalaman dan belum terbiasa pergi bersama rombongan, hal ini membuat kami merasa lelah.

2. Tidak Bisa Merasakan Atmosfer Lokal yang Sesungguhnya

Hal ini karena kita selalu berada di bus dan langsung ke objek wisata dan selalu always bersama rombongan, jadi minim interaksi dengan warga lokal. Kehidupan orang lokal hanya bisa kita lihat dari balik jendela bus yang sedang berjalan.
Bahkan resto dan toko-toko yang kami datangi adalah yang sudah langganan menerima turis asal Indonesia. Selain banyak yang sudah bisa berbahasa Indonesia, tak sedikit juga toko yang sengaja mempekerjakan mahasiswa asal Indonesia.
ADVERTISEMENT
Anehnya, atmosfernya beda. Biasanya, jika kita bertemu sesama orang Indonesia di tempat yang nun jauh dari negeri sendiri pasti ada interaksi yang hangat dan punya efek "wow". Apa karena para mahasiswa itu sedang bekerja sebagai pelayan toko, ya? Interaksinya dingin dan terasa hambar.
Lalu jika kita pakai transportasi umum, makan di tempat orang lokal biasa makan, atau datang ke tempat yang tak terlalu populer didatangi turis, interaksi dengan warga lokal lebih otentik. Kita jadi bisa mengetahui karakter umum warga di negara yang sedang kita kunjungi.
Tak jarang dari interaksi dengan warga lokal ini kita jadi bisa paham dan ikut merasakan langsung budaya serta sifat mereka. Jadi bagi kami jalan-jalan ini terasa hanya sekadar lewat, tetapi tidak benar-benar mampir.
ADVERTISEMENT

3. Belanja di Tempat Khusus Turis

Lagi-lagi kami memiliki referensi yang berbeda. Kami lebih suka belanja di pasar atau supermarket lokal. Di tempat seperti ini, selain harganya standar harga lokal kita pun bisa puas pilih produk yang benar-benar khas bahkan unik dan tidak bisa kita dapat di mana pun selain di negara asalnya.
Jalan-jalan kali ini, tempat belanja dipilihkan oleh biro travel dengan harga turis yang menurut saya tidak masuk akal mahalnya. Namun kita juga tidak punya pilihan lain karena ketatnya jadwal.
Bahkan, untuk sekadar mampir ibaratnya di Indomaret lokalnya yang ada di sana, tour guide kami terlihat sangat berat hati melepas. Jadi bisa dibayangkan, kami tidak bisa bebas jajan atau belanja selain di tempat yang sudah ditentukan.
ADVERTISEMENT

4. Tidak Bebas Eksplor

Untuk objek wisata yang didatangi sesungguhnya kami puas. Tidak ada keluhan karena memang itulah tempat penting yang harus dikunjungi di Turki.
Namun karena jadwalnya sangat ketat, kami merasa sangat tidak bisa bebas merasakan segala cerita di balik tempat-tempat yang kami kunjungi. Kami tidak bisa duduk sejenak meresapkan pengalaman indrawi sembari menghirup udara Turki. Waktu lebih banyak kami habiskan di bus baik untuk perjalanan atau menunggu rombongan.
Saat jalan-jalan mandiri biasanya kami bisa langsung menclok ke tempat yang kami anggap menarik walau tidak ada di itinerary. Atau jika masih betah kami bisa berlama-lama di objek wisatanya.
Sebaliknya jika kami rasa tidak sesuai kami bisa langsung pindah tempat. Saat lelah, kami bisa mampir sebentar di kedai kopi. Hotel pun kami bisa pilih yang berada di pusat kota yang dekat kemana-mana. Hal ini membuat keseluruhan model atau gaya perjalanan jadi terasa mencolok perbedaannya.
ADVERTISEMENT

5. Menu Makanan

Terakhir ini, sih yang paling zonk. Kami tahu, Turki terkenal dengan makanannya yang beragam dan enak-enak. Jajanan kaki limanya pun surga buat pecinta wisata kuliner seperti kami. Sungguhlah ini sama sekali tidak kami dapatkan.
Tiga hari di Turki, makanan yang disuguhkan travel selalu sama. Sup kacang giling encer, roti, nasi, salad, ditambah satu lauk protein yang bisa daging, ikan, atau ayam tetapi tetap dengan gaya masakan yang sama. Terakhir malah makan makanan Indonesia di Warung Ibu Deden.
Untuk rasa masakan, tentulah kalah jauh dengan yang asli Indonesia. Apalagi waktu itu kami disuguhkan nasi yang belum merata matangnya. Kletus-kletus, susah payah kami mengunyah nasi yang terasa keras masih berupa beras. Buat kami, rugi banget sudah jauh-jauh ke luar negeri, tetapi yang dimakan tetap masakan Indonesia. Kecewa...
ADVERTISEMENT

Kesimpulannya?

Tentu penilaian kami sekeluarga yang saya tuliskan di sini sangat subjektif. Kebetulan kami punya gaya jalan-jalan sendiri yang sudah menjadi kebiasaan kami. Sejak awal berangkat pun hanya rasa syukur yang kami kedepankan.
Bagaimana tidak, niatnya umrah tiba-tiba dapat tanggalnya yang ke Turki dulu. Namun, tentu bolehlah kami berbagi pengalaman apa adanya agar bisa menjadi referensi juga untuk teman-teman pembaca.
Jika harus memilih pakai travel atau tidak, tentu yang saya pilih dan doakan terwujud di jalan-jalan berikutnya adalah kondisi ideal. Kami sekeluarga sepakat, ideal itu adalah semua keinginan kami di lokasi jalan-jalan terwujud dengan irama dan gaya yang santai tetapi tanpa pusing tersasar dan atur rute serta transportasi sendiri.
ADVERTISEMENT
Tinggal duduk manis, ditemani, tetapi tujuannya kami yang atur. Jadi tetap pakai travel, tetapi VVIP, privat hanya untuk kami sekeluarga. Asyik, kan? Hahaha... Boleh, dong bercita-cita seideal mungkin.

Lalu, Apakah Kami Mau Kembali ke Turki?

Tentu saja mau! Justru kami ingin kembali untuk mencari apa yang tidak kami dapatkan melalui jalan-jalan bersama travel kemarin. Doakan, ya teman-teman, semoga kami bisa segera kembali dan mengeksplorasi Turki lebih dalam.
Buat yang belum pernah ke Turki, yuk kita sama-sama niatkan dan berdoa agar bisa jalan-jalan ke sana. Amiin.