Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Fast Fashion vs Keberlanjutan: Bisakah Keduanya Hidup Berdampingan?
26 Januari 2025 14:43 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kimberly Kayla Kitzie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mari kita mulai dengan apa itu fast fashion, yang mengacu pada produksi massal pakaian berkualitas rendah dan murah. Fast fashion brand ini memproduksi pakaian dengan sangat cepat untuk mengikuti tren fashion terkini yang terus berubah setiap saat. Menurut Wei dan Zhou 2013, fast fashion merupakan istilah modern terhadap industri busana dalam menyebut desain yang beralih dari pergelaran mode ke toko dengan jangka waktu yang singkat untuk menjaring tren mode terbaru di pasar. Namun mengapa harganya begitu murah? Hal ini karena para pekerjanya digaji rendah dan pakaiannya dibuat dengan buruk, dibeli secara luas, termasuk dibuang dengan cepat. Hal ini terjadi karena tujuan utama dari fast fashion adalah agar pakaian dapat segera dibuang sehingga konsumen akan terus membeli lebih banyak pakaian, dan itulah yang menghasilkan uang bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Apa Masalah Lingkungan yang Disebabkan oleh Fast Fashion?
Produksi pakaian yang tiada henti berdampak buruk pada lingkungan. Sayangnya, masalah industri ini diabaikan oleh banyak konsumen. Menurut analisis Business Insider, produksi fashion menyumbang 10% dari total emisi karbon global, sama banyaknya dengan emisi yang dihasilkan oleh Uni Eropa. Industri ini mengeringkan sumber air dan mencemari sungai dan aliran air, sementara 85% dari semua tekstil dibuang ke tempat pembuangan sampah setiap tahun. Bahkan mencuci pakaian melepaskan 500.000 ton serat mikro ke laut setiap tahun, yang setara dengan 50 miliar botol plastik. Menurut UN Framework Convention on Climate Change, emisi dari manufaktur tekstil saja diproyeksikan akan meroket hingga 60% pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Yang lebih buruk adalah bahwa fast fashion tidak hanya bergantung pada bahan bakar fosil sebagai energi untuk memproduksi pakaian dan mendistribusikannya ke seluruh dunia, tetapi 69% dari semua serat tekstil berasal dari bahan bakar fosil. Menurut Ellen MacArthur Foundation, pakaian melepaskan setengah juta ton serat mikro, potongan kain sangat kecil yang terlepas saat pakaian dikenakan, dicuci, atau dibuang, yang masuk ke tubuh kita dan ke lautan setiap tahun, setara dengan lebih dari 50 miliar botol plastik.
Bisakah Keberlanjutan Hidup Berdampingan dengan Fast Fashion?
Meskipun fast fashion dan keberlanjutan tampaknya bertentangan, jalan tengah dapat dicapai jika:
1. Mengenakan pakaian lebih lama
Mulailah tanamkan mindset bahwa kita tidak harus selalu membeli baju baru, kita harus mengutamakan kualitas daripada kuantitas, memiliki lemari pakaian minimalis yang tidak lekang oleh waktu dapat mengurangi permintaan terhadap fast fashion.
ADVERTISEMENT
2. Membeli pakaian bekas
Thrifting adalah cara yang bagus untuk mulai mendukung fashion berkelanjutan, ada banyak pakaian trendi dan pakaian vintage di toko barang bekas juga. Laporan Ethical Markets 2023 menemukan bahwa penjualan pakaian bekas naik sebesar 49% pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3. Meluncurkan koleksi berkelanjutan
Merek-merek fast fashion harus mulai berupaya meluncurkan lebih banyak koleksi produk ramah lingkungan menggunakan bahan-bahan organik atau daur ulang. Merek-merek seperti H&M dan Zara juga telah memperkenalkan program koleksi pakaian untuk mendaur ulang pakaian lama.
Meskipun koeksistensi antara fast fashion dan keberlanjutan tetap rumit, tampaknya kemajuan dapat dicapai melalui kolaborasi antara fast fashion brand dan konsumen. Keseimbangan dapat terwujud jika industri merangkul inovasi dan akuntabilitas. Slow fashion adalah solusi terbesar untuk masalah ini, lagipula jika tidak ada permintaan, tidak ada produksi.
ADVERTISEMENT