Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Maladaptive Daydreaming: Dunia Fiksi sebagai Coping Mechanism atau Jebakan?
29 Januari 2025 11:09 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Kimberly Kayla Kitzie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengunci diri dalam batasan dunia fiksi yang tercipta dalam imajinasi kita sendiri merupakan hal yang menakjubkan karena hal itu berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk melegakan emosi dan menghibur.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi mereka yang mengalami maladaptive daydreaming, dunia imajiner ini sering kali menjadi lebih dari sekadar hiburan, tetapi dapat berubah menjadi pelarian yang mendalam. Dunia imajiner ini menjadi kebiasaan, rutinitas harian, kebutuhan, kenyataan. Maladaptive daydreaming (MDD) terjadi saat seseorang mengalami lamunan berlebihan dengan menciptakan skenario palsu di imajinasinya, sebagian besar selama 10 jam hingga seharian. Seringkali, hal ini berfungsi sebagai coping mechanism yang berarti perilaku yang membantu kita mengatasi stres atau emosi yang tidak menyenangkan. Sifat ganda ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah dunia fiksi ini merupakan coping mechanism yang membantu, atau justru bertindak sebagai perangkap yang menghambat pertumbuhan pribadi?
Trigger
Maladaptive daydreaming disertai dengan beberapa pemicu, musik, film, kemarahan, kesepian, kebosanan, semuanya terlihat pada banyak daydreamer. Dari semua ini, dalam penelitian yang dilakukan pada media sosial, musik ditemukan sebagai pemicu yang paling umum. Begitu seorang pelamun MD mencapai bagian terbaik dari liriknya, lamunannya dimulai dan dapat berlangsung selama berjam-jam tanpa henti, tanpa gangguan.
ADVERTISEMENT
Ketika Dunia Fiksi Menjadi Jebakan
Meskipun dunia-dunia ini pada awalnya dapat berfungsi sebagai pelampiasan yang sehat, dunia-dunia ini dapat menjadi sangat membebani dan mengganggu jika mengganggu realitas.
1. Pengabaian Tanggung Jawab
Maladaptive daydreaming dapat menyebabkan kita mengabaikan pekerjaan atau menunda-nunda pekerjaan hanya untuk melamun. Waktu yang dihabiskan untuk melamun mengalahkan tugas-tugas penting, seperti pekerjaan, sekolah, atau hubungan.
2. Kesulitan Membedakan Realitas dan Fantasi
Individu mungkin menjadi begitu terikat dengan skenario yang mereka bayangkan sehingga mereka kesulitan untuk kembali terlibat dengan dunia nyata. Kadang-kadang lamunan tersebut menjadi kenangan nyata, sehingga sulit untuk mengingat apakah mereka benar-benar mengalaminya dalam kehidupan nyata atau hanya dalam pikiran mereka.
3. Ketergantungan Emosional
Mengandalkan lamunan untuk melarikan diri dari masalah hidup nyata dapat menghalangi seseorang mengatasi masalah yang mendasarinya.
ADVERTISEMENT
Dunia fiksi bisa menjadi anugerah sekaligus tantangan bagi mereka yang rentan terhadap maladaptive daydreaming. Lamunan dapat menyebabkan obsesi, yang mungkin tidak banyak orang sadari dan betapa buruknya situasi ini karena dapat menyebabkan depresi, kehilangan ingatan yang parah, sakit kepala, disosiasi sosial, dan banyak lagi, pemborosan waktu. Bagaimanapun, pikiran adalah bagian tubuh kita yang paling kuat.