Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Normalisasi Pedofilia di Indonesia: Penyebab dan Dampaknya
3 Maret 2025 16:04 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kimberly Kayla Kitzie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pedofilia, ketertarikan seksual orang dewasa terhadap anak-anak, merupakan isu yang sangat memprihatinkan di seluruh dunia. Pernikahan dini telah menarik perhatian global yang signifikan dalam dekade terakhir sebagai respons terhadap semakin banyaknya bukti tentang skala dan cakupan masalah tersebut dan kini secara khusus ditargetkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Diperkirakan 14,2 juta anak perempuan di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun setiap tahunnya. Namun, di beberapa masyarakat, termasuk Indonesia, faktor budaya, hukum, dan sosial tertentu turut berperan dalam menormalisasikannya. Artikel ini membahas mengapa pedofilia tampaknya ditoleransi dalam beberapa aspek masyarakat Indonesia, penyebab yang mendasarinya, dan konsekuensi berat bagi korban dan masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Penyebab Normalisasi Pedofilia di Indonesia
1. Pernikahan Anak dan Penerimaan Budaya
Menurut UNICEF Indonesia memiliki salah satu tingkat pernikahan anak tertinggi di dunia. Dalam 10 tahun terakhir, praktik perkawinan anak di Indonesia telah menurun hingga 3,5 persen poin. Namun, penurunan ini masih tergolong lambat dan perlu upaya sistematik dan terpadu untuk mencapai target 8,74 persen pada tahun 2024 dan menjadi 6,94 persen pada tahun 2030. Meskipun usia pernikahan resmi telah dinaikkan menjadi 19 tahun pada tahun 2019, banyak masyarakat masih mengizinkan pernikahan anak, yang sering kali dianggap sebagai kebutuhan finansial atau agama. Beberapa kepercayaan tradisional mendukung gagasan bahwa anak perempuan harus menikah muda, yang mengarah pada penerimaan pria yang lebih tua untuk menikahi anak perempuan di bawah umur.
ADVERTISEMENT
2. Penegakan Hukum yang Lemah
Meskipun Indonesia memiliki undang-undang yang menentang pelecehan seksual, penegakan hukumnya sering kali lemah karena korupsi, menyalahkan korban, atau keengganan untuk melaporkan kasus. Sayangnya, banyak pedofil yang lolos dari hukuman karena status sosial, suap, atau kurangnya kesadaran di antara petugas penegak hukum.
3. Pengaruh Media dan Hiburan
Beberapa media Indonesia, seperti acara TV dan film, secara historis menggambarkan pria yang lebih tua mengejar gadis muda secara romantis, yang memperkuat narasi yang merugikan. Ada beberapa kasus influencer atau selebritas yang terlibat dalam hubungan yang tidak pantas dengan anak di bawah umur, tetapi hanya mendapat sedikit reaksi.
4. Doktrin Agama dan Disalahartikan
Beberapa ekstremis menyalahgunakan teks-teks agama untuk membenarkan hubungan antara pria dewasa dan anak di bawah umur, sehingga semakin sulit untuk menentang praktik-praktik tersebut. Pemimpin dan lembaga agama terkadang menutup mata terhadap kasus-kasus pelecehan, karena takut akan rusaknya reputasi.
ADVERTISEMENT
5. Kurangnya Pendidikan Seks
Kenyataannya, banyak orang Indonesia tumbuh tanpa pendidikan yang memadai tentang persetujuan, hak anak, dan pelecehan seksual. Korban pedofilia sering kali tidak menyadari bahwa mereka sedang dilecehkan, dan para pelaku memanfaatkan ketidaktahuan ini.
Konsekuensi Menormalisasi Pedofilia
1. Trauma Psikologis bagi Korban
Korban pelecehan seksual anak sering menderita PTSD, depresi, kecemasan, dan masalah kepercayaan. Mengalami trauma ini sejak usia muda dapat berdampak besar pada mental mereka karena trauma ini tertanam dalam pikiran mereka yang polos sehingga sulit bagi mereka untuk memahaminya. Banyak korban berjuang dengan harga diri, hubungan, dan pendidikan di kemudian hari.
2. Siklus Kekerasan Antar Generasi
Beberapa korban mungkin menjadi pelaku kekerasan karena trauma yang belum terselesaikan. Jika pernikahan dini atau kekerasan diterima, hal itu akan berlanjut pada generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
3. Reputasi dan Reaksi Global
Indonesia menghadapi kritik dari organisasi hak asasi manusia karena gagal mengatasi eksploitasi anak. Normalisasi pedofilia dapat merusak citra global Indonesia dan mempengaruhi pariwisata serta hubungan luar negeri.
4. Hambatan terhadap Kesetaraan Gender dan Kemajuan
Ketika anak perempuan dinikahkan atau dieksploitasi secara seksual, mereka kehilangan kesempatan pendidikan dan karier. Masyarakat yang menoleransi eksploitasi anak berjuang untuk mencapai kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi.
Memutus Siklus
Normalisasi pedofilia di Indonesia merupakan masalah yang kompleks yang berakar pada budaya, hukum yang lemah, dan kurangnya kesadaran. Namun, perubahan dapat dilakukan melalui:
- Penegakan hukum yang lebih kuat dan hukuman yang lebih berat bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
- Peningkatan kampanye kesadaran untuk mendidik masyarakat tentang perlindungan anak.
ADVERTISEMENT
- Peningkatan pendidikan seks untuk mengajarkan anak-anak tentang persetujuan dan kekerasan.
- Mendorong korban untuk berbicara tanpa takut akan stigma atau hukuman.
Dengan mengatasi faktor-faktor ini, Indonesia dapat berupaya melindungi anak-anaknya dan menciptakan masyarakat yang lebih aman bagi generasi mendatang.