Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dampak Money Politic Terhadap Demokrasi Indonesia
24 November 2024 14:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kina Nursyafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilihan Umum atau Pemilu adalah hari Dimana rakyat memiliki hak memilih calon anggota Legislatif hingga memilih seorang pemimpin negara atau Presiden. Pemilihan ini memiliki asas langsung, umum, bebas, jujur, dan adil yang tentunya berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945. Pemilu juga merupakan sebuah inti negara demokrasi untuk membangun pondasi kekuasaan di dalam system demokrasi lewat pemilihan ini.
ADVERTISEMENT
Politik Uang Merupakan Sebuah Ancaman Demokrasi Negara
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa banyak juga pelanggaran yang terjadi pada saat menjelang hari pemilu. Bentuk pelanggaran yang sering terjadi pada saat pelaksanaan pemilu salah saunya adalah maraknya praktek politik uang. Praktek ini sangat mencederai demokrasi negara kita, lebih mirisnya bagi sebagian besar politikus “uang” seakan menjadi sebuah syarat wajib untuk menang, dan bagi sebagian besar pemilih, politik uang ini sudah dianggap hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Padahal jika hal ini terus dibiarkan, akan menjadi culture yang mencoreng arti dan makna demokrasi yang sebenarnya. Politik Uang menjadi masalah serius dalam proses Pemilihan Umum di Indonesia. Tidak dapat dibohongi jika politik uang selalu menjadi sentral dalam setiap laporan pelanggaran pemilu khususnya di tahapan kampanye hingga perhitungan suara.
ADVERTISEMENT
Money politic ini tidak hanya berbentuk uang, namun dapat diubah menjadi barang-barang ataupun pealayanan yang dibutuhkan masyarakat, selain itu dapat digunakan secara langsung dalam interaksi dengan sasaran pemilih dalam money politic. Money politic melahirkan sebuah sitstem yang tidak baik, Dimana ada proses jualbeli suara pemilih menggunakan uang atau materi lainnya. Hal ini mebuat kita berfikir bahwa kemenangan politik dapat diraih melalui uang atau materi tanpa mengambil suara dari Masyarakat.
Oleh sebab itu, tentu saja money politic akan memiliki dampak yang sangat buruk bagi pemilu dan sistem demokrasi Indonesia. Selain menjadi suatu pembodohan rakyat, persaingan antar calon kandidat baik parpol juga akan semakin memanas. Partai Politik yang memiliki uang lebih banyak akan mendominasi dan berpotensi memperoleh kemenangan dalam pemilu. Yang artinya, money politic ini memicu terjadinya korupsi untuk bisa mengembalikan modal politik meraka saat kampanye dan ketika perhitungan suara.
Dampak Politik Uang
ADVERTISEMENT
Praktek money politic bisa menyebabkan dampak negatif yang berkelanjutan dalam jangka yang panjang, dan jika hal ini dibiarkan secara terus menurus akan menyebabkan kerugikan bagi banyak pihak, karena bukan hanya merugikan masyarakat, namun juga dapat merugikan negara ini karena bisa memunculkan berbagai permasalahan baru akibat praktek ini. Ada beberapa dampak dari Politik Uang ini, yakni:
1. Pidana Penjara dan Denda bagi Pelaku
Dampak ini masuk kedalam kategori dampak langsung yang akan dialami oleh pelaku money politic. Dalam pemilu, money politic adalah sebuah jenis pelanggaran yang hukumannya bisa berupa pidana penjara dan denda. Hal ini tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilu. Ancaman pidana yang ditetapkan dalam pemilu bagi seorang pelaku money politic paling ringan adalah 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp.24.000.000,00 dan pidana paling berat adalah 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 48.000.000,00. Pidana ini berlaku bagi para panitia, calon serta tim kampanye pada msa kampanye dan berlaku bagi setiap orang pada hari pemungutan suara berlangsung
ADVERTISEMENT
2. Melahirkan Pemerintahan Yang Korupsi
Money politic ini sangat berpotensi menghasilkan kerusakan pada manajemen pemerintahan. Karena, beberapa oknum dalam pemerintahan lahir dari proses politik uang yang secara langsung dapat berdampak dan melahirkan pemerintahan yang korupsi juga. Hal ini tentu akan menyebabkan politisi yang terpilih lebih mengutamakan kepentingan para donator daripada rakyat. Money politic mencerminkan pandangan pemilih yang tidak bisa berbuat apapun terhadap integritas calon kandidat, kecuali mereka menjual suara mereka dengan harga tertinggi. Jabatan-jabatan tersebut lahir dari proses transaksional, bukan dari proses perdebatan ide dan gagasan yang valid. Oleh karena itu, money politic akan menciptakan ketidakstabilan pemerintahan dalam menentukan kebijakan yang pro terhadap rakyat.
3. Merusak Pola Pikir Bangsa
Dalam menghadapi money politic, respon masyarakat terbagi menjadi dua kelompok yang memiliki sikap dan tanggapan yang berbeda. Pertama, kelompok yang akan menerima money politic tersebut. Kedua, kelompok yang menolak segala bentuk money politic. Respon perbedaan tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi. Tingkat pengetahuan diukur dari kemampuan masyarakat dalam mengakses sumber pengetahuan baik mealui pendidikan ataupun informasi dari media dan internet. Sedangkan, kondisi ekonomi dapat diukur dari kebutuhan seseorang akan uang ataupun materi lainnya untuk bisa bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Dampak lain yaitu politik uang juga dapat memengaruhi kualitas calon dan kinerja pemerintah, biasanya kandidat yang memiliki banyak uang dapat lebih mudah untuk mendapatkan dukungan dan memenangkan suara, tanpa perlu menunjukkan kinerja dan kapasitas yang sesungguhnya. Selain itu, tentu saja akan merusak nama baik dirinya jika tertangkap melakukan praktek ini. Karena ada dua kemungkinan yang mereka dapatkan, pertama mereka berhasil terpilih karena sukses memberikan politik uang yang mereka lakukan, sedangkan yang kedua calon kandidat yang gagal meski sudah melakukan politik uang, psikologis nya akan terganggu bahkan bisa menjadi gila.
*Penulis: Kina Nursyafa, Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). (*)